Dhea mendengus keras, dia kira ide yang diberikan Tina akan berhasil, tapi dia salah karena Adit tetaplah Adit.
Laki-laki bersuara emas itu hanya melihat Dhea yang berpikir keras seakan kepala gadis itu berasap.
"Kak, bantu aku!" pekik Dhea.
"Malas, itu tugasmu. Lagipula disekolahmu ada tugas? Baru tahu."
"Bukan. Ini tugas yang dibisa dikerjakan dikelas, tapi aku percepat saja," jawabnya.
Adit hanya mengangguk kecil. Tiba-tiba dia pergi begitu saja ke dapur dan kembali dengan segelas satu kotak tanggung susu stroberi.
Dia meletakkan di meja dekat Dhea, gadis itu mendongkak. Sedikit senyuman terangkat, tapi tetap saja Adit berwajah datar.
"Minumlah, siapa tahu otakmu akan berjalan lancar," katanya.
Dhea mengikuti perintah Adit tanpa banyak membantah. Apa dia bisa menyebut ini kencan?
"Kak, kamu baik banget sama aku. Kalau aku tambah cinta sama, Kaka, bagaimana?" cetus Dhea.
"Itu urusanmu," jawabnya.
Adit kembali duduk di sofa dan mulai memakan kuaci seperti semula. Dia melirik ke arah Dhea yang tersenyum kecil, perasaannya sedikit menghangat.
"Jika terlalu sulit letakkan saja. Tidak perlu kamu kerjakan," ucap Adit, tapi Dhea tidak mengindahkan dan lebih terus mengerjakan.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi Dhea belum selesai mengerjakan tugas hingga kini dia tertidur di meja ruang tamu Adit.
"Dasar keras kepala," gumam Adit. Dia memindahkan Dhea ke kamarnya, lalu kembali ke ruang tamu.
Dia mengerjakan beberapa soal yang belum selesai. Adit yang cukup cerdas hanya memerlukan waktu satu jam menyelesaikan semua tugas tersebut.
Adit bangkit dan masuk ke kamar, dia mengambil bantal dan selimut cadangan lalu kembalku ke ruang tamu.
"Tuan rumah harus mengalah," monolognya seraya meletakkan bantal di atas sofa.
Penyanyi itu mulai merebahkan diri walau harus dia mengakui bahwa cukup menyakitkan tidur di atas sofa.
Dhea menggeliat dalam tidur saat sinar matahari mengintip malu-malu. Dia membuka mata sebentar, lalu menarik selimut hingga ke atas kepala.
Tapi, seketika selimut itu terbuka dengan Dhea membuka mata lebar. Dia menyadari sesuatu sepertinya.
"Ini bukan kamarku!" pekiknya.
Dhea bangkit dan memerhatikan sekitar, dia baru saja jika ini adalah unit Adit. Seketika senyumnya mengembang membayangkan dia tidur bersama Adit semalaman.
Tidak lama pintu kamar terbuka, Adit masuk dengan wajah bantal serta jangan lupakan selimut dan bantal yang pria itu bawa
"Kak, tadi malam tidur di mana?" tanya Dhea. Dia juga sedikit curiga, bahwa pikirannya salah.
"Ruang tamu, apa menurutmu aku sudi tidur denganmu? Ck, mimpi," sarkasmenya.
Dhea dengan dramanya memegang dada kirinya dan membuat raut wajah pura-pura kesakitan, tapi Adit malam jijik melihatnya.
"Kak, kamu menyakiti perasaanku. Untung tampan," cetusnya yang membuat Adit menggelengkan kepala pelan.
"Dasar sinting," ejek Adit yang malas membuat Dhea tersenyum lebar.
"Aku sinting karena pesonamu!" pekiknya.
Adit keluar dari kamar dengan buru-buru. Dhea mengekor di belakang hingga Adit sendiri lelah.
"Kamu tidak sekolah?" tanya Adit.
"Sekolah, tapi nanti. Cie khawatir," godanya dengan senyum jahil yang mana membuat Adit jijik.
"Jangan seperti itu, Kak. Siapa tahu nanti ganti, Kaka, yang bucin padaku," imbuh Dhea.
"Mimpi," jawab Adit.
°°°
"Bumi, itu bulat seperti tekadku memilikimu," cetus Dhea seraya tersenyum sinting.
Tina yang sedari tadi di samping Dhea tiba-tiba bergidik ngeri. Dia memajukan wajah hingga dan melonggok ke depan Dhea.
Dhea menatap datar ke arah Tina sedangkan Tina ganti menatapnya penuh selidik.
"Ada apa denganmu? Apa syarafmu ada yang putus?" tanya Tina. Dhea mengambil buku dan memukul pelan kepala Tina.
"Dasar sinting," jawab Dhea.
Tina menarik kepalanya dan mengelus pelan bekas pukulan Dhea dengan wajah raut wajah kesal. Mereka saling melemparkan tatapan kebencian dan mengabaikan guru pengajar.
Di belakang Arga menatap Dhea lalu berganti ke Tina. Dia menjilat bibirnya yang kering.
Sepanjang pelajaran Dhea tetap memikirkan Adit bahkan kini dia Kantin. Pikirannya tidak lepas dari Adit dan mengabaikan makanannya.
"Dhea, cepat habiskan. Setelah ini pelajaran terakhir," ujar Tina, tapi Dhea seolah lenyap dalam lamunan.
Seperti mimpi dia bisa bertemu dengan Adit, tapi dia cukup curiga.
"Persetan dengan curiga, lebih baik aku berpikir positif," gumamnya yang masih bisa didengar oleh Tina.
"Dhea, kamu kenapa?" tanya Tina seraya memegang pundak gadis itu. .
Dhea menoleh, lalu menggeleng.
"Aku tidak apa-apa. Ah, ya, soalnya semua sudah selesai walau aku tidak bisa memandang wajah serius Kak Adit malam," jawabnya.
"Kenapa tidak bisa? Apa dia tidak mengejarkannya?"
"Bukan. Dia mengerjakannya, tapi setelah aku tidur. Ah, aku sangat menyesal tidur, lagipula kenapa Kak Adit tidak mau mengerjakan ketika aku tidak tidur," gerutunya.
Tina memegang pundak Dhea, lalu tersenyum. Dhea memandang Tina dengan kedua alis menyatu tidak mengerti.
"Ada apa?" tanya Dhea.
"Dia tsundere berarti. Sangat manis," jawab Tina.
"Memang, tapi dia milikku," balas Dhea dengan mata mendelik tidak suka.
Tina hanya memutar bola malas, lalu melepaskan tangannya. Dia memandang ke depan dan tanpa sengaja pandangannya bertabrakan dengan seseorang.
Mereka segera menyelesaikan makan dan kembali ke kelas. Saat perjalanan ke kelas Tina terus saja menunduk.
Dhea yang sadar akan hal itu ingin bertanya, tapi Tina lebih dulu berpamitan ke kamar mandi. Walau begitu Dhea bisa lihat luka dimata sahabatnya itu.
Sampai di kelas Dhea menggebrak meja Arga hingga sang empu mendelik tidak suka.
"Ada apa?!" tanya Arga.
"Tidak ada apa-apa. Aku sedikit khawatir saja dengan Tina, dia tiba-tiba terlihat sedih," jawabnya.
Dhea duduk di kursi sebelah Arga yang kebetulan kosong. Dia menumpukkan dagu dengan kedua punggung tangan.
"Jangan kamu pikirkan, mungkin dia ada masalah keluarga," jawab Arga.
Dhea menoleh ke arah Arga dan mengangguk.
"Ngomong-ngomong pas di kantin tadi Tina kayaknya sedih banget, aku lihat dia tadi sempat tatapan denganmu, Arga," cetus Dhea.
Seketika AC kelas itu seolah tidak berfungsi.
"Hanya pikiranmu. Kenapa panas sekali, ya," jawabnya mengalihkan topik.
Dhea mengernyitkan alis tidak mengerti.
"Panas? Acnya padahal nyala. Kamu menyembunyikan sesuatu, ya?" tebak Dhea.
Arga menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, lalu tersenyum canggung dan menggeleng.
"Aku menyembunyikan apa? Cintaku? Tidak mungkin, Dhea. Aku sangat mencintaimu," jawabnya.
"Aku tidak bahas cinta, Arga, tapi hal lain. Lagipula gelagat kamu aneh," balasnya. Dhea mulai teringat pada Adit, menurutnya penyanyi itu juga sama anehnya.
"Aneh bagaimana?" tanya Arga.
"Tidak tahu, apa mungkin semua laki-laki begitu, ya?"
"Begitu bagaimana?"
"Aneh. Kalian seperti menyembunyikan sesuatu," jawab Dhea.
Arga dan Dhea saling bertukar pandangan hingga Tina masuk dan terhenti di depan pintu, tapi karena Hani memanggil nama Tina membuat Dhea mengalihkan pandang.
"Bahkan Tina juga sama anehnya denganmu," cetus Dhea.