Chereads / My Idol Is Ghost / Chapter 18 - 18. Berikan Penjelasan

Chapter 18 - 18. Berikan Penjelasan

Tina membalik badan spontan saat seseorang menepuk bahunya pelan.

"Hai, Dhea, kamu sudah sampai?" tanyanya, tapi dengan nada cemas yang sangat terlihat.

"Apa yang kamu lakukan dengan Arga? Kenapa kalian seperti bertengkar?" balas tanya Dhea seraya menatap Arga dan Tina bergantian.

Arga tersenyum lembut, lalu menggerakkan telapak tangan di depan dada seperti isyarat selamat tinggal.

"Tidak, aku dan Tina baik-baik saja. Kamu datang dengan menggunakan bus hari ini?" jawab Arga.

"Syukurlah. Tidak, aku diantar seseorang. Ayo, kita masuk sebentar lagi bel berbunyi." Dhea menarik kedua lengan temannya dengan dia di antara Tina dan Arga.

Laki-laki jangkung itu melirik ke arah Tina. Dia memberi isyarat agar Tina tutup mulut.

"Apa hanya ada Dhea?" batin Tina.

Sampai di kelas Dhea segera duduk dan meletakkan tas. Dia menoleh ke belakang, ke arah Hani.

"Hani, kenapa kamu tersenyum seperti orang gila?" tanya Dhea.

Hani yang semula bermain ponsel meletakkan benda persegi itu dan menggeleng lirih.

"Biasa. Rino mengajakku berkencan nanti," jawabnya. Dhea mengangguk lirih, lalu kembali menoleh ke depan.

Tapi, pikirannya masih berputar soal kencan. Ngomong-ngomong dia juga jadi ingin berkencan, tapi dengan Adit.

Berjalan dengan kedua tangan saling bertautan, lalu bintang bertaburan menambah indahnya malam Kota Jakarta.

"Halu," bisik Tina tepat ditelinga Dhea. Seketika Dhea menoleh dan memasang wajah kesal.

Di tempat lain Adit tengah berkutat dengan laptopnya. Dia berulang kali membaca informasi dirinya sendiri. Rambutnya sudah seperti singa karena menjadi sasaran frustrasi.

Tiba-tiba saja dia ingat dengan Thea. Tidak lama dia menelepon manajernya agar datang, tapi Thea tetaplah wanita yang menyebalkan.

[Kenapa? Apa kamu tidak takut jika Dhea marah]

[Tidak. Untuk apa? Berhentilah menggodaku dan cepat datang]

[Iya, perjalanan]

Adit mematikan teleponnya dan kembali berkutat dengan laptop. Dia mencari-cari tentang dirinya, tapi nihil tidak ada berita yang berati.

"Adit yang senantiasa tampan, siapa yang menulis artiker gila ini?" gumamnya.

Dia menggulirkan beranda, tapi tetap saja artikel tersebut tidak ada yang waras menurut Adit.

"Adit si tampan yang trendi, ini lebih waras. Eh, ini artikel apa, Adit berangkat bersama sopir," gumamnya. Adit memperjelas fotonya dan menemukan foto seseorang yang familier, tapi siapa.

Adit segera menyimpan gambar tersebut dan melirik ke arah jam. Dhea bilang perjalanan 30 menit lalu, tapi sekerang belum sampai padahal jalanan dia yakin tidak macet.

Saat dia sibuk membaca artikel tiba-tiba Daffa. Dia berdiri di belakang Adit, tapi penyanyi itu sadari. Dia juga ikut membaca hingga tertawa kecil.

"Artikel apa yang kamu cari?" Adit terlonjak kaget hingga laptop yang ada di pangkuannya hampir terjatuh.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Adit.

"Anak itu ingin ke sini," jawab Daffa seraya menunjuk ke arah depan.

"TV?" tanya Adit. Dia jelas-jelas hanya melihat TV dan bukan hal lain.

"Aish! Aku lupa kamu tidak bisa melihatnya, ralat belum bisa melihatnya," balas Daffa.

Adit menatap ke depan, tapi tetap kosong.

"Kenapa tidak bisa? Kita sama-sama arwah?"

Daffa mengedikkan acuh, lalu pergi begitu melalui pintu tepat saat itu pintu bel unitnya berbunyi. Tanpa menunggu lama Adit bangun dan membuka pintu.

Dia melihat ke arah Thea, lalu ke arah Daffa yang tersenyum pada Thea. Dia bisa kilatan cinta di dalam mata Daffa.

"Ayo, masuk! Jangan malu-malu," seru Thea.

"Ini unitku, Kak," jawab Adit dengan mata mendelik tidak suka.

Thea hanya terkekeh cantik, lalu masuk begitu saja sedangkan Adit masih di pintu meminta agar Daffa ikut masuk, tapi laki-laki itu menolak.

Adit menghela nafas dan menyerah membujuk Daffa. Dia kembali ke sofa dan melihat Thea yang tengah memangku laptopnya.

"Kamu mencari beritamu sendiri?" tanya Thea.

"Ya! Kamu bisa beritahu aku tentang Pak Teguh?"

Adit mengambil tempat duduk di samping Thea, sedangkan Thea hanya menatap penuh selidik pada artisnya itu.

"Kenapa? Dia resign dan lagipula untuk apa membahasnya," jawab Thea.

"Manajer, beritahu aku," pintanya.

"Untuk apa? Kamu juga tahu tentang Pak Teguh bahkan aku yakin lebih banyak," jawabnya.

Thea meletakkan laptop di pangkuannya dan bangkit menuju ke dapur. Adit hanya mengekor dengan mulutnya tidak henti memohon.

"Iya-iya, aku jelaskan!" geram Thea.

Mereka kini duduk di meja makan dengan posisi berhadapan. Adit berharap-harap cemas menunggu penjelasan Thea, tapi wanita itu malah sibuk memakan apel.

"Jelaskan," ujar Adit dengan nada dingin.

"Pak Teguh itu sopirmu sejak awal debut. Awalnya dia sopir Arman, tapi agensi meminta dia jadi sopirmu dan kalian dekat. Kamu juga bilang bahwa Pak Teguh memiliki satu putri yang penyakitan," jelasnya.

"Manajer, apa kamu tahu alamat rumah dia?" tanya.

"Tidak, tapi kamu punya. Kamu itu pelupa dan selalu menyimpan semua dalam bentuk tulisan. Lagipula kenapa kamu bertanya? Apa jangan-jangan kamu amnesia, ya?"

Thea memicing tajam ke arah Adit yang hanya menatap malas.

"Tidak, sudahlah ini jam berapa?"

"Dua sepertinya," jawab Thea.

Tidak lama Adit bangkit dan pergi begitu saja ke kamar meninggalkan Thea yang menatap bingung.

10 menit kemudian Adit keluar dengan setelan rapi. Dia melirik ke arah Thea yang sibuk memakan buah.

"Aku akan pergi," ujarnya. Thea hanya mengacungkan jempolnya pada Adit sebagai balasan.

Adit berkendara dengan cepat, tapi tiba-tiba ada kecelakaan yang membuat jalanan macet. Di berdecak kesal.

"Sudahlah, tidak apa," cetus seseorang dari belakang.

"Daffa, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya seraya menoleh ke belakang.

"Ikut denganmu," jawabnya. Adit hanya mengangguk keci sebagai jawaban.

Di tempat lain Dhea tengah sibuk menguap lebar karena penjelasan yang guru berikan.

"Lama," ujarnya. Dia melirik ke arah Tina yang sibuk melamun.

Dhea memiringkan kepala, seraya badannya sedikit serong ke arah Tina. Dia menaikkan saru alis.

"Bebanmu begitu berat?" tanya Dhea membuat Tina tersadar dan menggeleng.

"Tidak. Memang kenapa?" tanyanya.

"Wajahmu terlihat sangat tertekan dan bahkan aku bisa melihat banyak masalah yang kamu pendam," jawab Dhea.

Tina tersenyum, lalu menggeleng, tapi Dhea semakin yakin bahwa temannya itu memilik masalah besar.

Dhea ingin bertanya lagi, tapi bel pulang berbunyi nyaring. Dengan sedikit menelan rasa ingin tahunya dia segera bangkit.

"Tina, ayo!" serunya.

"Tidak, Dhea. Aku ada kelas tambahan," tolaknya.

Dhea hanya mengangguk karena dia tahu Tina itu ibarat pemburu ilmu, tapi yang dia tidak mengerti kenapa Arga belum pergi? Biasanya laki-laki itu segera bersiap pulang.

"Baiklah. Jaga diri," jawabnya.

Saat Dhea pergi Arga menghampiri Tina dan melemparkan ponsel ke meja Tina hingga gadis itu tersentak kaget.

Tina melirik ke arah Arga yang berdiri di belakangnya, lalu kembali menoleh ke depan. Dia meraih ponsel Arga dan membaca pesan.

"Jadi, kita akan butik?" tanya Tina.

"Kukira kamu tidak buta," ketus Arga seraya merebut ponselnya. Suasana hatinya buruk karena ayahnya menyuruh dia ke butik memilih pakaian untuk pertunangan.

Dhea kini tengah berlari ke arah mobil hitam, itu mobil Adit, tapi sialnya tali sepatu dia terlepas. Dia berjongkok dan menalinya.

Saat dia selesai menali dia sedikit menoleh ke belakang.

"Arga dan Tina? Bukankah Tina memiliki kelas tambahan?"