"Pagi Nyonya Alexander!" sapa salah satu teman Keynan yang kemarin malam datang ke pernikahan mereka.
Ely hanya tersenyum masam. Kemudian mengambil ember yang berada di dekatnya dan membawa ke kamar mandi. Hari ini jatah dia membersihkan toilet di lantai dua, setelah ini, baru dia akan membersihkan studio tempat Keynan pemotretan.
Ah, semakin cangung juga ternyata, padahal dia sudah bersikap biasa saja. Tapi tatapan teman-teman Keynan kepadanya tidak mengenakan, bahkan ada yang secara terang-terangan mengucapkan perkataan sinis terkait penampilannya yang sangat tidak cocok bersanding dengan Keynan.
"Nanti gue pulang malam, Lo gak perlu nunggu gue pulang!" ujar Keynan ketika mereka berpapasan di lorong.
Ely mendongak, wajahnya dibuat sedatar mungkin. "Whatever! Yang penting makan malam gue, sama cemilan gak lupa." Dia kembali mengambil sapu dan pel lalu meninggalkan Keynan.
Bodo amat mau Keynan pulang telat kek, mau gak pulang kek, dia tidak peduli. Malah senang sebenarnya, karena dengan itu, berarti dia tidak perlu melihat wajah Keynan yang tampan, tapi tidak suka wanita.
Ely bergidik jijik.
Gadis itu berkatifitas seperti biasa, bahkan saat Jhon menatapnya sinis, dia tak peduli. Tetap fokus pada pekerjaanya dan segera pergi ketika selesai. Mulai sekarang dia harus belajar bersikap bodo amat, karena menurut Keynan, nanti ke depannya akan banyak hal yang membuatnya tak nyaman.
Dunia artis memang tak lepas dari gosip dan pemberitaan. Keynan sudah bilang itu sebelumnya.
"Hai, Beb. Aku liat hari ini kamu seperti banyak pikiran." Anie menepuk pundak Ely.
Gadis yang sering mendapat jatah satu shift bareng Ely itu langsung duduk di kursi sebelahnya. Lalu mengeluarkan lolipop coklat dari saku. "For you!" Disodorkannya satu pada Ely.
"Biasa. Kecapekan aja!" kilahnya. Dia tidak bisa bercerita kepada siapa-siapa, bahkan pada orang yang paling dekat dengannya pun Keynan melarang.
"Nanti mau jalan gak? Ke mall atau nonton gitu?"
"Gue gak punya uang, Beb." Ely memijat keningnya. Ada sebenarnya, tapi yang itu nantinya mau dia kirim ke kampung, tepat di hari pernikahan orang tuanya yang ke dua puluh lima tahun. Sebagai hadiah.
"Come on! Jalan doang gak butuh uang kali. Oke, biar gue yang bayar taksinya, gua yang traktir lo makan Gimana?"
"Are you seriously?" Mata Ely langsung berbinar.
"Tentu saja! Mau?"
"Gue kalau gratisan mana bisa nolak Beb."
Anie tertawa, dia cukup tahu dengan sahabatnya satu ini. Jadi mudah saja merayu Ely jika gadis itu menolak.
"Jadi fix kita pergi?"
"Yes! Aku selesain dulu pekerjaan ini!" Ely menowel pipi Anie. "Bye bye, Sayangkuh! Makasih sudah bikin mood hari ini kembali baik."
"I see. Mood kamu yang tadinya hancur bakal langsung bagus lagi karena denger kata gratis, kan?" Anie menggelengkan kepala. "Sana lanjutin! Aku disuruh bersihin toilet lantai satu."
Mereka berpisah. Ely dengan perasaan penuh semangat, layaknya akan perang melawan penjajah, membersihkan semua tempat dengan cekatan. Dari bibirnya keluar nyanyian yang sama sekali tidak enak didengarkan, tapi dia cukup percaya diri mendendangkan.
"Kau pikir hidup ini, cuma makan batu, kau pikir anakmu gak butuh susu! Susu yang inilah, susu yang itulah ...."
"Kesurupan apa bini lo?" Ilham, salah satu teman Keynan menyikut orang di sebelahnya.
Keynan melirik ke arah yang ditunjuk Ilham. Dia melihat Ely yang memegang pel dan menggolkan pantatnya ke kiri dan kanan.
Lucu. Persis bebek. Hanya saja bebek tepos.
"Kesurupan kali!" Keynan menahan senyum.
"Ajaib bener! Coba gue kagetin ah."
"Eh, jangan!" Keynan menarik tangan Ilham. "Dia bisa ngamuk kalau lagi gitu diganggu."
"Hah?"
Keynan mengangguk yakin. Dia hanya tidak mau kalau sampai ketahuan memperhatikan Ely, meski memang kenyataannya begitu. Khawatir jika kekasihnya tahu, dan malah jadi adu mulut lagi.
Sekali lagi Keynan melihat Ely. Senyum tersungging di bibirnya.
Dia mengajak Ilham meninggalkan tempat itu, sebelum Ely sadar dia di sana.
Dari jarak tiga meter, Jhon melihat semua. Dia melihat Keynan yang tersenyum kecil ketika memandang Ely. Dia melihat Keynan yang sudah mulai menaruh perasaan pada gadis itu.
Dengan langkah tegap, Jhon mendekati Ely, lalu menendang ember yang berisi air untuk mengepel. "Aduh, gak sengaja." Dia menampakkan wajah kaget dan menyesal.
Mood yang semua bagus langsung menguap begitu saja, tapi melihat siapa yang ada di depannya, Ely hanya menghembuskan napas. Dia mengambil ember itu, kemudian membersihkan air yang tumpah karena sengaja ditendang kekasih suaminya tersebut.
Sialan!
Sayangnya Jhon cowok, kalau dia cewek pasti sudah Ely Jambak rambut yang klimis karena Pomade tersebut.
"Hei, kamu! Jangan coba-coba merayu pacarku!" Jhon mencondongkan badannya, lalu membisikkan kalimat di telinga Ely, dia menekan kata pacarku. "Awas saja kalau berani membuat Keynan berpaling dari aku."
Ely tersenyum. Dia mendongakkan kepala dan melihat Jhon. "Tenang saja. Aku juga tidak tertarik sama lelaki yang suka dengan sesama laki."
Jhon mendengus.
"Oh, lupa. Beda lagi kalau Keynan yang suka sama aku loh, ya! Itu beda kasus." Ely tersenyum puas. "Bye pacarnya suamiku!" Dia menenteng ember dan pel lalu meninggalkan Jhon yang masih berdiri kesal di sana.
Peduli amat dengan lantai yang masih basah. Nanti kalau pacar lelaki suami pura-puranya itu sudah pergi, baru dia akan membereskan kekacauan di sana.
Ely baru saja akan masuk ke lift, katika mendengar suara mengaduh dan benda jatuh.
"Siapa yang ngepel sih ini? Lantai basah gak dibersihin!"
Ely membalikkan badan. Jhon terlihat terkapar di lantai sambil memegangi bokongnya. Dia ingin tertawa, tapi ketika melihat siapa yang ada di belakang Jhon, wajahnya memucat.
"Anda tidak apa-apa?" Seorang laki-laki perut buncit dengan seragam biru seperti yang dipakai Ely membantu Jhon berdiri. Lalu di sebelahnya, wanita berpakaian oranye memandangnya emosi.
"Ely! Kamu sudah bosan kerja?"
Ely berlari mendekat. "Maaf, Bu. Ini tadi saya mau ambil kain kering, tapi lupa naruh ...."
"Gak apa-apa, Bu. Mungkin Ely memang tidak fokus kerja. Saya yang tidak hati-hati!" Jhon melempar senyum setan miliknya.
Sumpah. Rasanya Ely pengen menenggelamkan lelaki itu ke dasar septic tank.
"Gak bisa! Kalau dia gak mau kerja saya bisa cari yang lainnya!" Wanita yang menjabat supervisor itu berkacak pinggang.
"Bu, saya mengaku salah. Tolong jangan pecat saya!" Ely menundukkan kepala.
"Sudahlah, Bu. Kasihan Ely kalau sampai dipecat." Jhon kembali menjadi pahlawan. Pura-pura tapi.
"Kamu saya kasih SP 1. Untung saja Jhon tidak mempermasalahkan, kalau tidak dapat dipastikan kamu angkat kaki dari kantor ini."
Ely mengangguk. "Terima kasih!"
Jhon tersenyum puas.
Mood Ely langsung terjun di titik terendah lagi. Dasar laki-laki tukang playing victim!