"Kenapa sih lo suntuk banget?" tanya Anie.
Mereka duduk di depan tivi. Kartun doraemon baru saja mulai, biasanya Ely antusias kalau film yang diproduksi dari Negara Sakura itu tayang, tapi kali ini entah kenapa rasanya malas banget. Pertama karena terbayang-bayang tentang perbuatan Keynan dan Jhon tadi malam.
"Enggak papa, cuma capek aja." Garis itu merebahkan diri di kasur. "Ah, sialan!"
Anie yang tidak tahu segera mengambil raket nyamuk. Kali saja Ely kesurupan, kan dia bisa langsung menyetrum dengan benda itu kalau iya.
Ely menutup wajahnya dengan tangan. Dia pesimis kalau Keynan bisa jatuh cinta kepadanya, apa lagi melihat kalau hubungan dengan Jhon sudah sangat seintim itu.
"Ya udah, gimana kalau kita shopping." Anie tersenyum. Biasanya sahabatnya itu akan semangat kalau diajak belanja. "Mau nggak?" tanyanya.
Ely berpikir sebentar, kemudian senyum terbit dari bibirnya. Sepertinya itu bukan ide yang buruk, siapa tahu dengan dia jalan-jalan ke mall, suasana hatinya kembali bagus. Dari pada di kosan hanya terbayang-bayang dengan Keynan dan Jhon yang, ah ... sudahlah! Jijik dia membayangkannya.
"Boleh deh." Ely bangun dari kasur, dia akan menghabiskan waktu dengan melihat barang-barang branded sampai akhirnya nanti melupakan Keynan yang terus saja membuat otaknya kram.
Karena Ely tidak membawa baju yang bisa untuk dipakai keluar jalan-jalan, akhirnya meminjam baju Anie menjadi jalan satu-satunya yang dia punya saat ini. Beruntungnya postur tubuh Anie tidak jauh beda dengan tubuh Ely, hanya selisih beberapa kilo, sekitar sepuluh kilo. Jadi bisa disimpulkan kalau baju yang dipakai Ely sekarang kedodoran. Tapi dia tidak masalah untuk itu.
Setelah selesai berdandan, Ely dan Anie memesan ojek online sendiri-sendiri tapi tujuan tetap sama. Meski tidak mempunyai uang lebih, tapi setidaknya dengan melihat barang mahal dan berkhayal bisa memakainya akan membuat mood kembali naik.
Dua gadis itu keluar dari kosan Anie sekitar pukul sebelas siang. Tujuan utama yaitu mall, apa lagi kalau bukan cuci mata melihat cowok-cowok tampan dan barang-barang mahal yang hanya bisa dinikmati, dengan mata tapi tak berharap bisa memakainya. Karena sayang duitnya.
"Beb, nanti lanjut nonton, ya! Kayaknya ada film terbaru itu."
Anie mengangguk. Kalau hanya nonton saja sepertinya masih terjangkau, tidak mahal-mahal amat.
Setelah membayar ojek online yang mengantar mereka, Ely menyeret tangan Anie ke depan toko dengan logo LV di depannya. Matanya langsung hijau, melihat tas dan baju mahal berjejer.
"Mau masuk?" tanya Anie.
Ely menggeleng. "Takut nanti dikira maling."
Mereka tertawa.
Anie sendiri juga tidak membeli, dia datang hanya untuk sekedar mengagumi barang-barang mahal dan bermerek yang ada di mall. Gadis itu sama seperti Ely. Hemat. Kalau ada yang lebih murah dan kw, kenapa harus dibeli yang ori?
Jargon itu yang mereka pakai sampai sekarang, bahkan saat gajinya sudah naik dari dua bulan lalu, tetap saja sayang kalau untuk membelanjakan barang-barang yang bernilai mahal, padahal fungsinya sama dengan yang seharga ratusan ribu.
"Mau lihat pernak-pernik, gak?" tanya Ely.
"Gimana kalau kita ke toko langgangan. Kayaknya beli satu potong baju gak masalah deh."
"Aku harus hemat, Beb." Bahu Ely luruh. Ingin sekali rasanya beli barang-barang itu, tapi dia harus bisa mengelola uangnya, apa lagi kalau nantinya dia tidak bisa membuat Keynan jatuh cinta, pasti dia akan disuruh mengembalikan uang yang sudah Keynan kasih.
Demi menghargai Ely, Anie memutuskan untuk tidak membeli saja. Dia mengajak sahabatnya itu untuk bermain di time zone dengan voucer yang mereka miliki.
Tapi sialnya, ketika baru mau naik eskalator, Ely melihat Keynan sedang berjalan bersama Jhon. Meski mereka memakai kacamata hitam, topi dan masker, tapi dari postur tubuh mereka dan cara jalannya, Ely tahu kalau itu suami pura-puranya dan pacar lelakinya yang sangat menyebalkan setengah mati itu.
Seketika mood yang tadi sempat ada langsung hancur. Ely malas sekali melihat wajah dua lelaki tersebut, tapi bagaimana lagi, dia sudah terlanjut melihatnya.
"Pulang yuk, Beb. Males gue!" Ely menarik tangan Anie dan mengajaknya balik.
Padahal mereka belum ada sepuluh menit sampai.
"Lho kenapa? Lagi datang juga, masa udah ngajak pulang!" Anie yang tidak tahu dengan mood Ely kebingungan sendiri.
"Lo gak apa-apa kan?" tanya Anie lagi.
Ely menggeleng cepat. "Gue cuma pengen pulang ke kosan elo. Sumpah, malas benget gue."
"Ya tapi kenapa?"
"Besok kapan-kapan gue ceritain deh!" Ely menarik tangan sahabatnya.
Jika sekarang harus mengatakan kejadian yang sebenarnya, dia belum siap. Karena Keynan juga belum mengizinkan dia untuk bercerita kepada orang lain terkait pernikahan dan perjanjian mereka.
Mereka berjalan ke pintu keluar dan sialnya di sana mata Keynan bersitatap dengan pandangan Ely. Jantung lelaki itu hampir saja berhenti, ketika melihat wajah Ely yang emosi dan seolah ingin memakan orang.
Dia segera menjauhkan diri dari Jhon.
Ely mengabaikan pandangan Keynan. Dia langsung naik ke jok motor, ketika ojek online yang mereka pesan sudah siap di depan pintu masuk mall. Gadis itu meninggalkan Keynan tanpa menoleh lagi, bukan meninggalkan sih, kan mereka tidak datang secara bersamaan.
Ponsel Ely berdering nama Keynan muncul di layar. Wanita itu menarik napas berat.
"Apa?" tanyanya setelah mengangkat panggilan tersebut. Posisinya masih di atas motor, dengan ponsel dijepitkan di antara helm dan telinga.
"Mau ke mana, El? Gue mau jelasin tentang semalam."
"Nggak usah dijelasin gua udah muak. Jijik gue!" Ely menjawab ketus.
"Gue minta maaf soal ...."
"Udah gue maafin."
"Ya udah, deh. Tapi semoga suatu saat nanti, lo bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan alasan gue bis jadi kayak gini."
"Gue gak mau tahu. Gak penting. Tugas gue udah dikerjain dan gue gak peduli dengan kehidupan lo. Ngerti kan? Udah deh, mending lo urusin aja pacar lo itu!"
"Tapi nanti pulang ke rumah, kan?" tanya Keynan lagi.
"Gue akan pulang kalau pacar lo nggak di rumah, tapi kalau dia masih di sana, males gue lihat muka dia."
"Enggak kok, habis dari sini dia minta pulang."
"Ya udah sana pulang! Urusin dulu pacar lo!" Ely mematikan panggilan telefonnya.
Dia lalu menyimpan ponselnya ke dalam tas. Urusan nanti pulang atau tidak biar jadi urusan terakhir, yang jelas sekarang, Ely harus segera sampai kosan Anie dan tidur. Berharap ketika bangun, maka bayangan tentang Keynan dan Jhon bisa hilang dari otaknya.
Selang beberapa menit setelah panggilan dimatikan, ponsel Ely kembali berdering. Kali ini dering pesan masuk. Wanita itu mengambil androidnya dari tas, lalu membuka pesan yang masuk ke ponsel.
[El, maaf karena lo harus melihat semuanya. Gue lupa kalau lo ada di rumah. Gue gak tahu kalau lo beneran jijik sama kaum kek gue.]
Ely memutar matanya kesal. Semua orang juga pasti jijik kali.