Alfik dengan sabar menunggu papanya di halaman sekolah, Dia takut jika menunggu di depan pagar, takut bila seseorang akan menculiknya. Melahap roti susu buatan sang papa dengan sebelah tangannya dan yang satunya lagi digunakannya untuk memegang tali tasnya.
"Halo" Sapa seorang anak berseragam SD kepada Alfik. Namun bayi gembul itu hanya meliriknya sekilas kemudian melihat sana-sini, Sepertinya dia tidak tau bahwa dirinya lah yang disapa anak di depannya.
"Aku menyapamu" Jelasnya dengan kekehan gelinya. Wajah Alfik langsung merah padam karena malu.
"Ka...kakak siapa? Apakah kakak adalah orang yang akan menculik Al?" Tanyanya dengan nada polos.
"Anak ini kenapa sangat mirip dengan Paman?" Guman bocah itu dalam hatinya kala wajah Alfik terpampang jelas di depannya.
"Tentu saja bukan, Kakak kesini mau menjemput adik kakak, Mungkin dia sekelas denganmu" Jawabnya sedikit terkikik.
"Oh... Nama adik kakak siapa?" Tanya Alfik penasaran, Bahkan roti susunnya yang tersisa separuh enggan dimakannya.
"Namanya Brian, Kamu kenal?" tanya anak itu.
Bayi berpikir sebentar, "Blian... Blian ya... Ah! Iya Al kenal! Dia duduk sebangku dengan Al, Dia masih di dalam kelas, Katanya sedang menunggu Kakaknya, Jadi Kakak ini adalah kakaknya Blian?" Ucapnya bersemangat.
Di rumahnya dia tidak berteman baik dengan anak-anak di sekitar rumahnya, Bahkan di tempat penitipan anak dia dikenal sangat suka menyendiri. Dia lebih suka menempel pada papanya atau Om Adi. Jadi dia sangat senang ketika bertemu dengan teman sebangkunya Brian dan juga Kakaknya yang sekarang berdiri di depannya.
Andre tertawa, "Haha...! Kamu lucu sekali!, Iya aku kakaknya Brian, Namaku Andre, Kalau kamu siapa?" Ia menatap bocah bertubuh gembul menggemaskan didepannya.
"Namaku Alfik Kulniawan, Kakak panggil saja Alfik atau Al" Jelasnya dengan senyuman manisnya.
"Bahkan tersenyum saja dia sangat mirip dengan Paman, Coba saja paman sering tersenyum" Monolog Andre dalam hati.
"Kakak?" Panggilnya kala melihat Andre melamun.
"Eh... Maaf-maaf kakak tadi tidak fokus" Jelasnya. Sebuah tangan kecil tiba-tiba menjulur kepadanya dengan sebuah roti terletak di atasnya. Andre mengerenyitkan alisnya kemudian menatap penuh tanya kepadan Alfik.
"Ini untuk kakak sebagai hadiah peltemuan, Ini buatan papaku! lasanya enak, Bahkan Al yang alelgi susu saat makan ini tidak alelgi lagi!" Dia kembali menggoyangkan tangannya yang berisi roti kepada Andre.
Andre tersenyum kecil. Mengambil roti dari tangan Alfik, Aroma susu langsung tercium di hidungnya, kemudian memakannya ragu-ragu. Seketika ia terkejut dengan rasa roti ini.
"Bagaimana? Enak kan? Kalau Kakak suka Al bisa menyuluh papa untuk membuat lagi lebih banyak untukmu!" Ucapnya bangga.
"Iya, Enak sekali! Nanti kapan-kapan aku akan mengajak adikku untuk main ke rumahmu!" Jawabnya antusias. Digigitnya lagi roti ditangannya dan rasa manis dengan sedikit asin dari susu langsung terasa di lidahnya. Sangat enak!!
"Akan Al tunggu! Ayo kita jemput Blian, Lagipula papaku belum datang ke sini" Ajaknya dan diangguki oleh Andre.
Keduanya berjalan menuju kelas. Setibanya Mereka langsung berjalan ke meja belakang tempat dimana Alfik dan Brian duduk. Brian nampak seperti anak macan yang sedang tidur dengan buku menutupi kepalanya yang pirang.
Andre menggelengkan kepalanya saat melihat adiknya, Dan tatapannya berhenti di rambut. Seketika dia melirik rambut Alfik yang juga pirang, Sama seperti Brian. Andre sendiri mengikuti gen rambut hitam dari papa, berbeda dengan rambut pirang adiknya yang berasal dari paman dan kakek buyutnya.
Yang diketahuinya hanya Kakek buyut, dan Pamannya plus adiknya saja yang memiliki rambut pirang. Yang membuatnya heran adalah mengapa Alfik juga berambut pirang? Jenis rambut pirang yang dimiliki dari keluarga mamanya memiliki ciri khas yang sangat mencolok. Yaitu adanya kumpulan rambut hitam sebesar kelingking orang dewasa yang akan berdiri sendiri di tengah-tengah rambut kepala. Kakek buyut, Paman dan adiknya memiliki itu, Namun mengapa anak ini juga memilikinya? Melihatnya Andre merasa seakan tengah melihat Pamannya versi mini.
"Bli! Bangun!" Panggil Bayi berteriak mengagetkan Andre, dan Brian yang tengah tidur. Dia menyingkirkan buku dari kepala lantas menatap kakaknya dan Alfik bergantian, Tatapannya juga sempat berhenti di rambut Alfik terutama sejumput rambut hitam yang berdiri di tengah-tengahnya.
"Oh, Kamu kenapa lama?" Tanya Brian kepada kakaknya sambil mengusap matanya.
"Kakak tadi bertemu dengan temanmu ini jadi kakak mengajaknya bercerita" Ungkap Andre menunjuk ke Alfik, Bocah yang di tunjuk tidak menghiraukan mereka dan tetap fokus pada rotinya.
Rizky sengaja memberikan roti banyak karena mengingat Alfik yang suka makan, Bekalnya pasti tidak akan cukup untuk perut karet kecilnya.
"Kalian makan apa? Aku boleh minta?" Ucapnya tiba-tiba, Hidungnya sudah tidak tahan ketika bau susu itu tercium oleh Indra pembaunya.
Tanpa menjawab Alfik melepas tasnya dan mencari roti buatan papanya yang mungkin saja masih ada. Matanya berbinar begitu melihat masih 2 roti lagi di kotak bekal makanannya yang total berjumlah 2 kotak bekal. Satu berbentuk kepala panda dengan ukuran sedang, dan yang lainnya berukuran lebih besar dan panjang khusus untuk menampung cemilannya.
Dia mengambil roti dan memberikannya kepada Brian. Setelah mendapatkannya Brian segera memakannya, Reaksinya sama dengan Andre. Hal ini membuat Alfik semakin bangga dengan keahlian papanya.
"Enak! Buatan koki di rumah kalah jauh dari ini!" Puji Brian dengan mulut penuh.
Andre "Ngomong-ngomong terima kasih soal rotimu, Rasanya enak!"
"Lain kali bawakan kami ini lagi!" Pintanya kepada Alfik, Namun dia mendapat pelototan mata dari kakaknya.
"Kenapa?" Herannya menatap sang kakak.
"Jangan meminta seperti itu! Kamu tidak sopan, Lain kali kita akan pergi ke rumahnya saja" Ujarnya. Brian mencebikkan bibirnya namun masih menjawabnya dengan anggukan.
Alfik "Tidak apa-apa, Nanti aku akan meminta papa untuk membuat banyak!" Kedua kakak beradik itu mengangguk dengan semangat.
Ketiga anak itu memutuskan untuk keluar dari kelas menuju ke halaman.
Dari kejauhan Alfik bisa melihat papanya turun dari taksi dan berlari kearahnya. Andre dan Brian membelalakkan mata mereka ketika melihat Rizky.
"TAMPAN!!" Puji keduanya dengan suara kecil.
"PAPA!!" Bayi berteriak penuh semangat dengan tubuh gembulnya, Rambutnya ikut naik turun bersamaan.
Rizky "Maaf papa jemputnya lambat, Tadi ada macet di jalan" dengan nafas memburu karena berlari.
Alfik "Tidak apa-apa papa, Alfik dapat teman kalena ketellambatan papa!"
Rizky "... Ooh... Hehehe... Syukurlah kalau begitu" Dengan kikuk. Dasar gembul, Papanya terlambat malah di pujinya.
Kepalanya menoleh ke teman yang dimaksud Alfik, Kemudian ia berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan mereka.
"Halo! Nama Om Rizky, Kalian siapa?" Tanyanya dengan senyum manisnya. Jujur saja ia sangat terkejut ketika melihat rambut Brian, dia merasa sesuatu yang tidak diinginkannya akan segera terjadi.
Andre "Om Rizky tidak cocok di panggil Om, Kelihatannya sangat tua" Ujarnya tiba-tiba.
Brian "Panggil paman saja" Sambungnya.
Rizky mengusap surai kedua anak lelaki itu dengan sayang. Andre dan Brian merasa nyaman ketika kepala mereka di usap seperti itu, Padahal keduanya sangat tidak suka bila kepala mereka disentuh oleh orang lain selain keluarga mereka.
Rizky "Terserah kalian, Nama kalian siapa?" Tanya Rizky penasaran.
Andre "Namaku Andre Thompson Wirata dan ini Adikku Brian Thompson Wirata" Kata Andre memperkenalkan dirinya dan adiknya.
Deg!
Mendengar nama 'Thompson' membuat Rizky gelisah, Namun dia segera menetralkan ekspresinya agar anak-anak di depannya termasuk Alfik akan khawatir padanya.
Rizky "Begitu... Apakah kalian ada yang menjemput?"
Andre "Ada, Hari ini paman kami akan menjemput kami" Jawabnya.
Rizky bertanya-tanya dalam hati soal siapa gerangan paman yang dimaksud dua bocah ini, "Kalau begitu paman dan Alfik akan pulang dulu, Kalian tidak apa-apa kan di sini sendiri?" Ucapnya cemas menatap dua anak-anak itu.
Brian "Paman tenang saja kami sudah besar dan lagipula tidak ada yang berani mencari kami di sekolah"
Rizky "Kalau begitu Kami pergi dulu, Dadah..."
Alfik "Dadah!!"
Papa dan anak itu pergi menuju Taksi. Setelah keduanya masuk, Taksi segera berjalan menghilang dari pandangan kedua bocah itu.