Chereads / MANTANKU, AYAH ANGKATKU / Chapter 3 - PERNIKAHAN ANGGA

Chapter 3 - PERNIKAHAN ANGGA

"Ya, Tuhan, apa yang harus kulakukan sekarang? Dengan ini aku hanya akan menjadi aib dan membuat Rumah tempat aku dibesarkan sejak kecil ini dicap buruk oleh masyarakat!" Tangan Kirana yang tengah memegang testpack yang memperlihatkan garis dua bergetar hebat, begitupula bibirnya.

Tak berani mengatakan apa yang terjadi pada ibu panti, Kirana lantas membuang jauh-jauh rasa benci dan kecewanya pada Angga kemudian nekat untuk kembali ke Mansion megah yang hanya membuatnya teringat akan luka malam itu.

"Ibu, maaf, apakah aku boleh menanyakan sesuatu? Di manakah semua orang yang pernah tinggal di Mansion ini? Kenapa sepi ya?"

Sayangnya, hanya sepilah yang Kirana dapatkan hingga membuatnya mau tak mau harus menanyakan keberadaan Angga dan keluarganya pada seorang wanita paruh baya yang baru saja akan lewat di depannya.

"Ah, keluarga Argantara maksudmu, Nak?"

"Emm ... iya, maksudku itu," sahut Kirana ragu, penuh dengan ketidakyakinan.

"Jika tidak salah dengar, dari kabar yang menyebar luas di sini, katanya mereka pergi ke New York."

"H-huh?" Bagaikan disambar petir di siang bolong, tubuh Kirana terasa tersengat begitu saja. "N-new York?"

"Iya. Katanya mereka pergi ke sana untuk melangsungkan pernikahan putra mereka dengan...." Sang Ibu terdiam sejenak, berusaha mengingat-ingat sesuatu.

"Ah iya, dengan Mirah, putri bungsu keluarga Bagaskara!"

Kala itu hanya senyum paksa yang bisa Kirana gunakan sebagai respon.

"Kak Angga, kenapa kau begitu brengsek?!"

***

2 tahun kemudian....

"Tidur nyenyak, Nona?"

Saat kelopak matanya belum terbuka sepenuhnya, sapaan sinis itu terdengar menyapa indera pendengarannya tanpa permisi. Dengan mata yang masih terasa sepat serta silau mengingat ia masih menyesuaikan cahaya terang dari lampu kamar yang masuk ke retina matanya, Kirana dibuat terlonjak kaget, kemudian bangun dengan posisi terduduk di atas ranjang.

"A-aku di mana?" Kirana bergumam pelan, penuh ketakutan. Ketakutan itu pun semakin besar mendominasi dirinya saat menyadari bahwa ia terbangun di atas ranjang ruangan yang bukanlah kamarnya dengan tubuh bagian atas tak ditutupi oleh apapun selain Bra. Kemudian, kepalanya tiba-tiba terasa berat dan pusing, seperti habis ditimpa oleh beton.

"Kenapa kau begitu terkejut, hmm?"

Kali ini, Kirana baru sadar bahwa terdapat orang lain yang ada di ruangan dengan fasilitas-fasilitas yang begitu glamor dan mewah itu. Kemudian tatkala manik hazel Kirana bertabrakan dengan manik hitam pekat milik seorang pria bertatapan dan aura dingin tak tersentuh, Kirana lantas meringsut mundur sembari menarik dan mencengkeram selimut dengan erat untuk menutupi tubuh bagian atasnya yang terbuka.

"Sejujurnya aku muak dengan ekspresi itu, tapi apa boleh buat?" Tatkala manik hazel Kirana baru bisa mencermati wajah si pemilik manik hitam pekat di tengah-tengah kepanikannya, napas Kirana tercekat setelah ia sadar bahwa pria bertubuh jangkung yang baru saja bangun dari duduknya di sofa glamor itu--dan berjalan perlahan mendekatinya, nampak begitu familiar di mata juga di ingatannya.

"Pergi dari sini! Aku harap dengan uang itu kau berhenti membuat dirimu semakin dipandang buruk dan rendah di mata orang lain!" Kirana tersentak saat beberapa lembar uang yang tak terhitung berapa banyaknya itu baru saja menampar wajahnya.

Lembaran uang itu beterbangan, kemudian jatuh satu persatu di sekitarnya, tapi atensi Kirana tetap teralihkan dari pria yang sekarang berdiri dengan angkuhnya di ujung ranjang walaupun tadi ia sempat memejamkan mata akibat tamparan uang tersebut.

"Apa lagi yang kau tunggu? Cepatlah keluar dari sini! Aku tak ingin melihat perempuan sepertimu ada di depan mataku lebih lama lagi!"

Kirana perlahan bangun kemudian turun dari ranjang dan menghampiri pria tersebut dengan selimut yang masih ia cengkeram erat untuk menutupi tubuh bagian atasnya.

"Maaf Tuan...." Kirana membungkukkan badannya di depan pria tersebut, membuat salah satu alis pria itu terangkat sebelah.

PLAK!

Suara tamparan menggema dengan begitu keras nan jelas ke segala penjuru ruangan, meninggalkan sensasi perih juga panas akibat layangan tangan yang begitu tiba-tiba dari Kirana di pipi pria tersebut.

Luka masa lalu yang kembali muncul di hati Kirana membuatnya memilih untuk melampiaskan semuanya saat ini juga ketimbang lantas pergi dari tempat itu walaupun ia tahu keberadaannya yang semakin lama di sana hanya akan mendatangkan perasaan sesak tak tertahankan.

"Kurang lebih, hampir 2 tahun aku tak melihat wajahmu. Namun, kau kira, dengan penampilan, wajah, gaya rambut, serta...," Kirana menjeda ucapannya, dengan manik mata hazel menatap dalam pria yang kini tengah memegangi pipinya.

"Sifatmu yang semakin angkuh, yang begitu berbeda dari kali terakhir kita bertemu, membuatku lupa siapa dirimu? kau semua perubahan drastis itu tak bisa membuatku mengenalimu?"

"Tidak!" Kirana menekankan dengan keras. Napasnya menderu tak beraturan, dadanya kian menyesak. "Semuanya masih terekam dengan jelas di ingatanku! Kau kira setelah semua yang kau tinggalkan untukku bisa membuatku lupa dengan dirimu walaupun aku sudah berusaha untuk melupakan semuanya? That's impossible!"

Kirana mendorong bahu pria itu dengan satu tangan kemudian melemparkan tatapan tajam tak bersahabat. "Aku tidak pernah menduga bahwa aku akan dipertemukan lagi dengan pria brengsek seperti dirimu lagi, dan kalau boleh jujur, aku tak pernah berharap jika kau akan kembali terlihat di hidupku! Dan apa itu semua?!"

Kirana menunjuk semua uang yang berserakan di atas ranjang. "Kau kira aku apa, huh? Aku tidak memerlukan uangmu untuk dikasihani!"

Senyum tipis yang terukir di wajah pria tersebut setelah apa yang baru saja terjadi membuat Kirana terdiam beberapa saat, menerka-nerka entah apa yang sedang ada dipikiran pria berumur 10 tahun lebih tua darinya itu.

"Baguslah jika kau masih mengingatku. Itu artinya semua sentuhanku 2 tahun yang lalu pasti masih terasa dengan jelas." Pria itu terlihat begitu tenang, bahkan masih bisa meneliti setiap inchi tubuh Kirana yang sebagiannya tertutupi selimut.

"Nampaknya, berbeda dengan diriku yang telah banyak berubah, kau ternyata tak berubah sedikitpun, Kirana. Jadi, setelah kutinggalkan inikah pekerjaanmu?" Pria itu berdecih pelan. "Menjadi seorang wanita murahan? Wanita yang tugasnya untuk memuaskan lelaki yang berbeda setiap malamnya? Berapa tarifmu semalam Kirana?"

"BRENGSEK!" Kirana hendak melayangkan tamparannya sekali lagi ke wajah pria di depannya, tapi tangannya malah dicekal--menahan setiap pergerakan yang hendak Kirana lakukan untuk memberontak.

"Sekarang kau lebih suka bermain kasar, hmm?" pria itu bertanya pelan, setelah kekehan sinis terdengar keluar dari bibirnya.

Kirana berusaha menarik tangannya yang dicekal oleh pria itu, tapi semua usahanya sia-sia saja karena tenaganya tak sebanding. Belum lagi kepalanya yang masih terasa berat membuat Kirana merasa hampir separuh dari tenaganya yang tak seberapa itu kini tak ada artinya lagi.

"Lepaskan aku, brengsek!"