Chereads / MANTANKU, AYAH ANGKATKU / Chapter 6 - ALKOHOL

Chapter 6 - ALKOHOL

"Tadi?" Arja mengulang satu kata yang diucapkan oleh Kirana seolah membantah apa yang dikatakan oleh perempuan itu.

"A-apa yang salah?"

Keringat dingin mulai mengucur deras membasahi wajah juga tangan Kirana.

Pria yang pandangannya fokus pada jalanan itu kini perlahan mulai membuka laci mobil kemudian melempar benda pipih yang ia dapatkan dari sana pada Kirana.

Kirana paham maksud Arja dengan memberikan ponselnya yang memang ia tinggalkan di Ruang OSIS tatkala upacara penutupan di mulai demi menghindari telepon dari Amira. Namun, saat Kirana ingin menghidupkan ponselnya, suara Arja menghentikan gerakan Kirana.

"Sebenarnya kau habis dari mana dengan selimut yang melilit di tubuhmu, Huh? Jangan bilang kau meninggalkan tanggung jawabmu hanya untuk bersenang-senang dengan seseorang."

Kirana menatap Arja sinis, tak suka dengan apa yang dikatakan oleh pria yang sedari tadi terus menoleh ke arah spion. "Bersenang-senang apa yang kau maksud?"

"Aku tahu kau mengerti. Satu lagi, aku tak mungkin mengatakan sesuatu tanpa bukti," sahut Arja tenang.

"Bukti? Bukti apa yang kau pun—"

"Diamlah!" Tepat saat Arja menginterupsi Kirana untuk menutup mulutnya, tubuh Kirana terdorong ke depan dan dahinya hampir saja terbentur di dashboard.

"Sialan, kau—"

Kirana hendak memaki Arja habis-habisan, tapi pria itu telah melemparkan tatapan tajam seperti elang miliknya hingga membuat Kirana refleks mengurungkan niatnya. Mood Kirana memang semudah ini untuk naik dan turun dalam waktu singkat.

"Kau lihat mobil berwarna merah itu?"

Kirana lantas menoleh ke arah yang ditunjukan oleh mata Arja, kemudian kerutan kening tercetak jelas di dahinya.

"Ada apa dengan mobil itu?" tanya Kirana bingung.

"Dia mengikuti kita sejak 5 menit yang lalu."

"A-apa?"

Arja menghela napas perlahan kemudian menggeleng dan kembali melajukan mobilnya. "Lupakan."

"Ck!" Kirana berdecak sebal. "Kau selalu begitu, menyuruhku untuk melupakan sesuatu yang masih belum kudapati jawabannya atau mungkin mengabaikan dan mengalihkan pertanyaanku seperti tadi!"

"Diam atau aku akan menurunkanmu di sini!"

Tak ingin mengambil resiko, Kirana memilih untuk diam saja walaupun sekarang perasaan juga pikirannya benar-benar tak tenang.

Perjalanan itu dilewati dengan keheningan, tak ada yang membuka suara. Beberapa kali Kirana sempat menatap Arja, ingin mendapat jawaban atas apa yang membuat pikirannya tak tenang, tapi melihat wajah Arja yang nampak dingin tak tersentuh seperti biasanya membuat Kirana memilih untuk memendamnya saja.

Bahkan saat mobil Arja telah berhenti di depan gerbang Rumah mewah tempat ia tinggal beberapa bulan belakangan ini, Kirana hanya bisa menghela napas pasrah karena ia tahu bahwa sebentar lagi ia tak akan baik-baik saja.

"Terima kasih atas bantuanmu. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan di jalanan sepi itu seorang diri jika—"

BRUKH!

Arja adalah pria paling brengsek serta menyebalkan yang pernah Kirana kenal--tentunya setelah pria yang ia layangkan tamparan tadi di hotel. Rasanya Kirana ingin mengatakan itu dengan keras di depan wajah Arja saat ini setelah pria itu melempar sebuah jaket jeans berwarna denim ke arah wajahnya.

"Kau ingin keluar dengan keadaan masih memakai selimut?" Merasa perkataannya terkesan menunjukan sedikit perhatian, Arja segera berdehem. "Aku hanya tak ingin Mommy-mu ikut menyeretku ke dalam permasalahan yang kau buat."

"Tapi tidak bisakah kau memberiku secara baik-baik saja?!"

"Berhentilah mengeluh. Pakai itu kemudian keluar dari mobilku secepatnya."

Kirana rasanya ingin memukul Arja menggunakan ponsel yang ada di tangannya, tapi ia tahan sekuat tenaga. "Jika kau memang ingin aku segera keluar dari mobilmu kenapa kau masih menatapku? Jika iya, aku tak pernah menyangka kalau pria es sepertimu ingin melihatku telanjang dada di depan matamu!"

Bukan kekehan atau respon umum lainnya yang keluar dari bibir Arja, melainkan desisan tanda tak mengerti. "Jadi kau tak memakai baju?!"

Merasa salah berbicara, Kirana lantas mendorong tubuh Arja agar mengalihkan pandangan darinya. "Sudahlah. Aku mengantuk dan ingin cepat-cepat tidur, tolong jangan membuang-buang waktuku," alibi Kirana.

Arja menatap ke jalanan sepi di depannya, kemudian memejamkan matanya erat.

"Apa untungnya mengintip tubuh tepos seperti itu?" bisik Arja pelan.

"Aku mendengarnya!" pekik Kirana saat ia baru saja selesai membuka selimut itu dari tubuhnya.

"Baguslah," sahut Arja tanpa dosa.

"Arja!"

"30 detik, lebih dari itu, aku tak akan segan-segan mendorongmu keluar dari mobil."

"A-apa?" Mata Kirana membulat sempurna setelah mendengar apa yang dikatakan Arja dengan senyum miring tercetak diwajahnya yang datar. "Kau gila?!"

"30…."

"Arja, apa-apaan, aku bah—"

"25…."

"What, bagai—" Tak mau kehabisan lebih banyak waktu lagi, Kirana dengan tergesa-gesa melepas selimut itu dari tubuhnya hingga jika diperhatikan dari luar mobil, gerakan Kirana membuat mobil seperti diguncang hebat.

"5…."

"4…."

"Sat—"

"Pulanglah ke neraka secepatnya, Tuan Menyebalkan! Aku berharap tak bertemu denganmu lagi! Dan jaket ini, aku akan—"

BRAK!!

Kirana menatap tak percaya mobil silver yang baru saja melaju dengan kencangnya meninggalkan dirinya seorang diri di depan gerbang bersamaan dengan beberapa helai daun kering yang jatuh di depannya.

Setelah mengumpat dalam hati karena tak tahu harus melampiaskan kekesalannya seperti apa lagi, Kirana membalikkan badannya kemudian merogoh kunci gerbang yang diberikan Amira padanya beberapa hari yang lalu semenjak ia sering pulang terlambat akibat mengurusi event ulang tahun SMA Kasta.

"Kenapa dia selalu saja begitu?! Dia memang memperlakukan semua orang dengan begitu dingin seolah-olah hatinya terbuat oleh es, tapi kenapa hanya selalu diriku saja yang mendapatkan bagian prilaku dingin paling ekstrem?!"

"Sebentar…."Berhenti mengoceh tak jelas selama beberapa saat, Kirana lantas menepuk dahinya saat menyadari sekarang ia tidak sedang mengenakan jaketnya, melainkan jaket beraroma mint milik Arja. Itu artinya….

"Sialan, apa yang harus—"

"Baru pulang? Mommy kira kau lupa bahwa kau memiliki Rumah untuk pulang."

Sepertinya, di hari yang gelap kali ini Kirana hanya dikejutkan oleh begitu banyak kehadiran orang-orang yang datang tanpa membiarkannya merasa lega sebentar saja.

Sayangnya kali ini sepertinya akan menjadi yang paling menakutkan untuk Kirana.

"M-Mommy?" Kirana mematung saat gerbang tiba-tiba terbuka dan menampakkan sosok perempuan berumur 35 tahun yang wajahnya masih terlihat begitu muda.

"Inikah yang kau maksud pulang jam 9, Kirana Sayang?"

"Mom-Mommy, bukan begitu. Aku mengalami banyak kendala yang membuatku tak bisa—"

"Sebutkan!" Amira melipat kedua tangannya di depan dada. "Sebutkan kendala yang membuatmu tak pulang sesuai dengan perjanjian yang telah kita sepakati. Mommy-mu ini ingin tahu alasan yang membuatmu tak bisa menghadiri pertemuan yang telah Mommy siapkan sejak lama—"

"Alkohol? Kenapa Mommy mencium bau alkohol dari tubuhmu, Kirana?!"