Chereads / MANTANKU, AYAH ANGKATKU / Chapter 9 - KEPUTUSAN MENGEJUTKAN AMIRA

Chapter 9 - KEPUTUSAN MENGEJUTKAN AMIRA

Merasa bahwa perdebatannya dengan Angga tak akan ada habisnya, Kirana lantas bangkit dari duduknya kemudian melangkahkan kakinya menuju dapur. Daripada berdiam semakin lama di sana, lebih baik ia menemui Mommy-nya saja.

"Akan pergi ke mana kau?"

Tak menghiraukan pertanyaan yang diajukan oleh Angga, Kirana semakin memepercepat langkahnya dengan suasana hati yang perlahan membaik setelah jauh dari pria brengsek iu. Namun, saat kakinya baru saja sampai di dapur, keningnya berkerut mendengar suara Mommy-nya yang terdengar seperti tengah memaki-maki sesuatu.

"Shit, kenapa perasaanku tidak enak seperti ini? Semuanya sudah berjalan dengan sempurna bukan?!"

"Apa keputusanku salah dengan mempertemukan mereka? Kenapa rasanya aku ingin mencolok mata—"

"Mom?"

Sendok yang dipegang oleh Amira lantas jatuh begitu saja ke lantai yang dingin setelah mendengar suara sapaan putrinya. Dengan jantung yang berpacu kencang akibat terkejut, Amira mmebalikkan badannya perlahan.

"Ck, Kirana!!"

Amira memegangi dadanya yang masih berdegup kencang. "Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya Mommy menyuruhmu untuk tetap mengobrol saja dengan Angga?"

"Maka dari itu, Mommy…." Melupakan sesuatu yang mengganjal di benaknya, Kirana lantas datang menghampiri Amira. "Aku merasa semakin mengantuk , rasanya aku sudah tak kuat lagi untuk tetap ada di sana. Pria itu terlalu kaku dan dingin hingga membuat suasana menjadi begitu membosankan."

Mengubah kenyataan yang ada, Kirana berharap Mommy-nya peka bahwa ia tidak setuju dengan keputusan Amira untuk menjadikan Angga sebagai pacar, bahkan calon suaminya.

Kirana sebenarnya ingin mengatakan secara langsung saja pada Amira bahwa menentang keras keinginan Amira untuk menikah jika itu dengan Angga. Namun, demi menjaga perasaan Mommy-nya yang sepertinya terbutakan oleh cinta yang diberikan oleh Angga, Kirana memilih untuk memperhalus bahasa yang ia gunakan untuk menyampaikan keinginannya itu.

"Apa yang kau katakan, Kirana? Tidak, Tidak! Aku tak percaya denganmu. Aku tahu Angga dengan baik, dia pria yang sangat pandai berinteraksi dan mencairakn suasana. Jangan membohongiku gadis nakal," goda Amira disertai tawa kecil.

"Tak ada bantahan lagi," sahut Amira lebih tegas sebelum Kirana kembali memprotesnya.

Menghela napas kecewa, Kirana mengangguk pasrah.

"Oh, ayolah Kirana, jangan memperlihatkan tampang menyedihkan itu. Tenang saja, tidak akan lama, kok. Kau akan bisa tidur nanti setelah kau mengetahui sesuatu yang mengejutkan."

Raut wajah lesu Kirana perlahan sedikit berwarna karena tak mengerti dengan maksud Amira. "Sesuatu apa?"

"Ya sudah, ayo!" Amira mengajak Kirana untuk ikut bersamanya kembali ke ruang tengah.

Kembali menghela napas pasrah, Kirana akhirnya membuntuti Amira yang berjalan di depannya sembari membawa nampan berisikan cemilan.

Saat mereka sudah sampai di ruang tengah dan duduk di sofa—yang tentunya tak luput dari pandangan Angga, Amira tiba-tiba mengangukkan kepala pelan kepada Angga membuat Kirana bertanya-tanya dengan maksud dari hal tersebut.

"Kenapa Mommy mengangguk padanya?" tanya Kirana tak ingin membebani dirinya dengan lebih banyak tanda tanya.

"Kirana…."

Suara lembut Amira membuat Kirana yakin bahwa mungkin sesuatu yang tak ia sukai ataupun ditentang olehnya akan disebutkan Amira. Itu sudah menjadi trik biasa yang sering Amira lakukan.

"Kau ingin tidur, kan?"

Kirana mengangguk mengiyakan pertanyaan Amira.

"Maka dengarkan Mommy-mu ini sebentar. Setelahnya kau boleh langsung masuk ke kamarmu dan bertemu dengan kasur dan bantal kesayanganmu, itu."

Menatap lekat mata Amira, manik hazel Kirana bergerak tenang secara tiba-tiba.

"Seperti yang telah Mommy katakan padamu sebelumnya, Mommy memutuskan untuk segera menikah dengan Angga. Se-ce-pat-nya!"

***

Dengan kantung mata yang menghitam serta wajah yang terlihat pucat, Kirana menghidupkan shower, membiarkan air hangat membasahi sekujur tubuhnya yang terasa begitu lelah. Kirana benar-benar berharap setelah mandi, ia kembali mendapatkan energinya yang telah hilang secara perlahan semenjak mendengar apa yang dikatakan oleh Amira tadi malam.

Ia bahkan tak bisa tidur karena hal itu. Pikiran Kirana semakin tak bisa ditarik ke alam mimpi saat teringat bagian dimana Angga tiba-tiba menghidupkan layar ponselnya dan meletakkannya di atas meja yang menjadi sekat di antara mereka saat di ruang tengah beberapa jam yang lalu—memperlihatkan tanggal dan jam yang terpampang di sana.

Pukul setengah 4 pagi, 1 September 2021.

Sungguh, takdir begitu lucu mempertemukan Kirana dan Angga lagi tepat saat dimana 2 tahun yang lalu Kirana memberikan keperawanannya sebagai hadiah ulang tahun Angga. Keputusan bodoh yang ia ambil itu merupakan keputusan yang paling Kirana sesali.

Menyugar rambut panjangnya yang basah menggunakan tangannya sendiri, Kirana tertawa pelan menertawakan dirinya sendiri.

Berusaha untuk menjauh dari sosok Angga, ia malah dibuat tak bisa lepas dari kekangan pria itu jika sampai pernikahan Amira dan Angga berjalan sebagaimana mestinya. Berusaha untuk tidak berhubungan dengan pria bernama Angga, Kirana malah dibuat menjalin hubungan yang lebih erat lagi melebihi sepasang kekasih tapi tidak juga hubungan suami-istri, melainkan hubungan ayah dan anak.

Setiap mengingat senyum manis yang terbit di wajah Angga, Kirana dibuat semakin tak ingin berlama-lama membiarkan pria itu memperlihatkan aktingnya pada Amira. Kirana muak, Kirana benci, sangat tak ingin melihat setiap pergerakan yang Angga lakukan saat Amira ada bersama mereka. Semua itu hanya akan mengingatkannya pada bagaimana cara Angga berprilaku padanya di saat Amira tak ada bersama mereka.

Begitu brengsek dan cabul!

Angga mungkin telah membantunya dengan menyembunyikan kejadian dimana ia terbangun di kamar hotel itu, tapi hal itu tak membuat Kirana bisa menerima kehadiran Angga dengan begitu mudah.

Di mata Kirana, Angga tetaplah seorang pria brengsek yang satupun ucapannya tak patut untuk didengar apalagi dijadikan sebuah harapan jika tak mau semuanya berujung hancur berkeping-keping dan melukai kita nantinya.

Terlalu banyak luka, terlalu banyak trauma, serta terlalu banyak kenangan buruk yang Angga berikan dan tinggalkan untuk Kirana, Jika saja Tuhan tidak berbaik hati dengan mempertemukannya dengan Amira, Kirana tak tahu bagaimana jadinya dirinya sekitar 1 tahun yang lalu.

Malaikat tanpa sayap, itu mungkin cocok disematkan di nama Amira untuk memperjelas kebaikan perempuan itu.

Jika sosok wanita berkepala tiga itu tidak datang ke Panti Asuhan Amerta untuk mengadopsi dan menjadikannya anak angkat serta membantu Kirana melupakan dan berbaikan dengan masa lalunya, Kirana mungkin masih terbelenggu di masa-masa buruk kala itu.

Di saat semua orang menjauhi Kirana setelah tahu apa yang terjadi pada perempuan itu, Amira malah datang mendekat walaupun Kirana sudah bersikeras melakukan berbagai penolakan keras layaknya orang gila agar Amira mengurungkan niatnya untuk mengadopsi perempuan menyedihkan seperti Kirana.

Lagipula, Kirana tak ingin menghancurkan masa depan Amira yang terlihat begitu cerah, berbeda jauh dengan masa depan Kirana yang telah begitu suram akibat kebodohannya sendiri.