Kenapa?
Di saat semua orang memandangnya sebelah mata dan mengucilkannya, Amira berbeda. Perempuan itu malah berusaha merangkulnya agar Kirana segera bangkit dan bisa kembali beradaptasi dengan lingkungan sekitar seperti dulu lagi.
Di saat yang lain menggunakan tangannya untuk mendorong Kirana, Amira malah menggulurkan tangannya untuk meyakinkan Kirana kalau perempuan itu masih punya kesempatan untuk mengubah jalan kisahnya sendiri.
Amira terlalu baik untuk disakiti, Kirana tak akan pernah membiarkan pria brengsek seperti Angga datang untuk menghancurkan kehidupan Amira.
Cinta?
Kirana berdecih menatap pantulan dirinya di depan cermin yang menempel di dinding kamar mandi. Pantulan itu begitu samar karena uap air panas yang mengerubungi ruang kaca tersebut. Begitu samar seperti masa depan Kirana di masa lalu.
Kirana tak akan pernah percaya jika Angga menikahi Amira memang tulus karena pria itu mencintai Mommy-nya. Pria itu bahkan 7 tahun lebih muda dari Amira, selain harta, apalagi yang mungkin membuat Angga tertarik pada Mommy-nya?
Umur Amira memang tak bisa dikatakan masih muda lagi. Namun, kecantikan Amira yang begitu menawan itu dalam situasi tertentu bisa membuat Amira terlihat 10 tahun lebih muda dari umur aslinya. Mungkin hal ini adalah salah satu faktor yang membuat Angga tertarik pada Amira selain karena harta Mommy-nya. Namun tetap saja, Kirana tak akan rela membiarkan Angga melancarkan aksinya yang akan membuat Amira berakhir sama seperti dirinya.
Kirana telah merasakan betapa menderitanya hidup dalam belenggu sakit hati masa lalu seperti itu, Kirana tak ingin orang yang membuatnya terlepas dari lubang hitam itu malah terjebak di sana.
Mematikan shower kemudian mengenakan handuknya, Kirana dengan perlahan melangkahkan kakinya menuju pintu kamar mandi. Ternyata harapan Kirana tak terkabulkan. Suasana hati perempuan itu tak juga kunjung membaik.
CEKLEK!
"Akh—"
Kirana hampir saja berteriak kencang saat tubuhnya tiba-tiba ditarik dan didorong ke dinding dengan gerakan cepat. Saat matanya yang tadi terpejam erat itu mulai terbuka sempurna, Kirana lantas menahan napas setelah melihat wajah Angga sekarang berada di depannya dengan jarak yang begitu dekat.
Bahkan deru napas hangat Angga bisa ia rasakan menyapu kulit wajah Kirana. Yang lebih mengejutkannya lagi, satu tangan Angga ternyata sudah menopang di dinding tepat di samping wajah Kirana, sementara yang satunya lagi sudah berada di pinggang Kirana, memeluknya dengan begitu erat.
"Tu-tunggu?! Kenapa kau ada di kamarku sepagi ini?! Apa yang kau lakukan, Kak?!" tanya Kirana panik sembari berusaha lepas dari pelukan Angga tanpa membuat handuk yang ia kenakan merosot.
"Kau menyuruhku untuk berhenti berpura-pura tak saling mengenal, tapi kenapa kau menghindariku, hmm? Jujur saja, aku kesal melihat tingkahmu ini Kirana." Bukannya menjawab pertanyaan Kirana, Angga malah mengalihkan topic pembicaraan yang memang menjadi alasan inti mengapa ia datang ke kamar Kirana.
Kirana tak bisa mencerna dengan jelas maksud ucapan Angga karena panik berada di situasi seperti itu. Takut Amira tiba-tiba datang dan memergoki mereka, Kirana memilih untuk berusaha mendorong dada Angga agar menjauh darinya, tapi Angga malah mencekal kedua tangan Kirana menggunakan satu tangan yang ia gunakan untuk menumpu di dinding tadi.
"Kirana berhentilah memberontak. Kau tahu hari ini hari apa, bukan? Mumpung kau sekarang hanya sedang mengenakan handuk, tidakkah kau ingin memberiku hadiah serupa seperti apa yang kau berikan padaku 2 tahun yang lalu?"
"Ck! Apa yang ingin kau lakukan, huh?! Enyahlah dari hadapanku, brengsek!" tekan Kirana tak suka diingatkan oleh kejadian yang mengingatkan betapa bodohnya Kirana kala itu.
"Sadarlah, Kak! Seminggu lagi, kau akan menjadi suami mommy-ku yang itu artinya kau akan menjadi ayahku dan aku adalah putrimu! Apa kau lupa dengan apa yang kau katakan kemarin malam?! Akan berusaha menjadi sosok ayah yang baik untukku, bukan?! Apakah ini yang kau maksud menjadi ayah yang baik?!" bentak Kirana kuat.
"Kirana, jangan membuatku tersulut emosi." Nada suara Angga merendah, tatapannya semakin dingin membuat bulu kuduk Kirana meremang.
"Aku bisa saja mengatakan semuanya tentang masa lalu kita pada Amira dan menghancurkan hubungan putri dan ibu ini dalam hitungan detik jika aku mau."
Mata Kirana membulat sempurna, tangannya hendak ia tarik dari cengkeraman Angga, tapi pria itu malah mencekalnya semakin erat hingga suara ringisan keluar dari bibir Kirana.
Tatapan Angga yang tadinya terfokus pada ruam-ruam merah berwarna keunguan di leher Kirana perlahan teralihkan ke wajah Kirana yang nampak menahan kesakitan.
"Ahh, maaf, aku menyakitimu, Sayang?" Nada bicara Angga begitu ambigu. Entah khawatir atau mengejek Kirana.
rasa sakit ditangannya memang lantas menguap diterbangkan oleh angin malam menjelang pagi yang begitu sejuk, tapi amarah Kirana yang mulai tersulut tak bisa padam oleh hal itu.
Kirana memang tak mengeluarkan sepatah kata apapun untuk membantah ucapan Angga barusan, tapi dari sorot manik hazel-nya itu, Angga sudah bisa menebak semua umpatan yang sekarang ada di benak perempuan itu.
"Kenapa kau menatapku seperti itu hmm?" goda Angga berniat memancing Kirana.
Kirana berusaha kembali menghempaskan tangan Angga, tapi gagal. "Lepaskan atau aku--"
"Atau aku apa, Kirana Sayang...?" Angga semakin menjadi-jadi. Pria itu merapatkan tubuhnya dengan tubuh Kirana membuat Kirana yang tadinya tersulut emosi lantas sadar bahwa ia sekarang sedang berada di kondisi yang sangat menguntungkan untuk Angga seorang.
"Kak, aku bisa saja berteriak agar Mommy datang ke mari dan melihat kelakuan bejat calon suaminya ini. Jangan bermain-main denganku, Kak!"
Kirana sebenarnya panik, bahkan nada suaranya hampir gugup, tapi perempuan itu berhasil menyembunyikan semua itu.
Bukannya merasa terancam, Angga malah terkekeh kecil seperti biasanya, kemudian menarik lebih erat lagi pinggang Kirana agar menempel dengan tubuh bagian depannya.
"Silahkan teriak, Kirana. Aku tidak takut, malahan...." Manik hitam pekat milik Angga mulai berusaha untuk mengunci manik hazel milik Kirana. "Bukankah bagus jika Mommy-mu datang ke mari? Semuanya akan terbongkar secara langsung tanpa perlu aku bongkar. Mommy-mu akan bertanya-tanya mengenai hal yang membuatku berani melakukan ini padamu."
Melihat wajah Kirana yang perlahan memucat, sebelah sudut bibir Angga tertarik ke atas mengukir seukir senyum iblis. "Dia pasti akan mulai mencari tahu bagaimana hubungan kita di masa lalu. Lambat laun, Amira pasti akan tahu semuanya, dia akan kecewa dan terpuruk, Kirana."
"K-kau kira aku takut?" Suara Kirana mulai bergetar. Namun, perempuan itu tak mau menyerah untuk membuat Angga mengira bahwa ia tidak takut dengan ancaman basi yang sering pria itu gunakan untuk mengancamnya--walaupun kenyataannya Kirana memang sedikit dibuat tak tenang oleh ancaman basi tersebut.
"Tidak! Sekali lagi aku katakan, aku tak akan pernah takut dengan semua ancaman yang kau katakan!"