"Kau diam, berarti kau mengaku bahwa kaulah yang salah di sini karena mengira aku akan melakukan sesuatu kepadamu--"
"Ck, tidak bisakah kau untuk diam saja? Suaramu hanya membuat pagiku terasa semakin suram dan menyebalkan!" Kirana memberengut kesal ke arah Angga.
Sejujurnya, perempuan itu merasa sedikit malu atas apa yang terjadi beberapa menit yang lalu tepat saat ia berteriak kencang tatkala menyadari bahwa Angga membelokkan stir mobil ke arah yang salah, arah yang tentunya tak ada sangkut pautnya dengan jalan menuju sekolahnya.
Pikirannya yang memang sudah men-cap Angga sebagai pria brengsek membuat Kirana mengira bahwa Angga berniat membawanya ke suatu tempat dan mencabulinya lagi, padahal nyatanya pria itu membanting stir ke arah yang bukan menuju ke sekolahnya itu karena ia ingin mengisi bahan bakar mobilnya dulu ke POM Bensin.
"Waspadamu itu bagus Kirana, tapi tidak bisakah kau untuk tidak menerapkannya padaku? Aku ini--"
"Tidak usah memperjelas statusmu di depanku karena aku tak akan peduli dengan hal itu! Di mataku kau tak lebih dari pria brengsek yang senang sekali mengacaukan hidup orang lain sepertiku contohnya," potong Kirana cepat, tak ingin mendengar hal berbau dengan status Angga.
Helaan napas panjang terdengar keluar dari bibir Angga. "Baik Kirana, Baik, aku mengaku bahwa di sini akulah yang salah dan mencari gara-gara dengan datang ke kamarmu tadi pagi--"
"Bukan hanya itu, kau juga mencabuliku! Dasar pria mesum! Aku tak mengerti kenapa Mommy bisa menyukai pria cabul sepertimu!"
Kembali, helaan napas itu terdengar lebih panjang dari sebelumnya. "Kirana, ingat tata kramamu, aku masih berbicara, tidak bisakah kau dengarkan saja dulu? Jangan asal menyela seperti itu, tak akan ada yang menyukai sikapmu yang seperti ini di lingkungan masyarakat yang senang sekali mengkritik prilaku orang-orang di--"
"Aku tidak peduli karena bagiku--"
"KIRANA!!"
Kirana terlonjak kaget, matanya membulat sempurna, jantungnya berdetak kencang tatkala mendengar suara bentakan Angga terdengar seperti menembus gendang telinganya hingga kini telinganya berdengung.
"Sopan santun, tata krama, kenapa kau tak bisa mengerti ucapanku sama sekali?! Jika tidak sebagai calon Ayahmu, setidaknya hargai aku sebagai seseorang yang umurnya lebih tua darimu! Aku benci melihat moralmu yang begitu minus ini, Kirana! Kau dulu bukanlah gadis seperti ini, kau adalah gadis dengan attitude baik!"
Kirana berdecih, merasa sedikit kesal dengan penuturan Angga. "Apa? Moral? Yang benar saja! Pria tanpa moral yang dengan tidak bertanggung jawabnya pergi meninggalkan kekasihnya di kala sang kekasih memerlukan keberadaannya ini tak perlu aku segani sedikitpun! Kau tak perlu memberi ceramah kepadaku karena apa? Karena dimataku kau tak lebih dari sampah dan aku tak menerima kritik dari sampah yang notabene-nya sangat jauh di bawahku!"
"Kirana, jangan membuatku meluapkan emosiku, aku melakukan ini karen aku masih ingin--"
"Sstt!!" Kirana memberi isyarat kepada Angga agar tak mengeluarkan sepatah kata apapun. "Aku belum selesai berbicara, biasakan untuk tidak menyela sebelum aku selesai mengatakan apa yang ingin aku katakan."
Angga menghela napas panjang sekali lagi guna meredam emosinya. Perempuan itu menyuruhnya untuk tidak menyela ucapannya padahal dia sendiri sudah menyela setiap kalimat yang akan ia lontarkan.
"Kau bilang apa tadi? Oh, ya? Attitude-ku dulu tak seburuk sekarang bukan? Oh, ya, ampun, tidak bisakah kau untuk berkaca sebelum mengatakan itu? Lihatlah dirimu sendiri, Kak, apakah attitude-mu sudah jauh lebih baik dari attitude-ku? Dan atas dasar apa kau mempertanyakan dan membandingkan attitude-ku yang dulu dengan sekarang?"
Rahang Angga mengeras, cengkeramannya pada stir semakin kuat, terlihat sangat jelas bahwa ia tak suka mendengar apa yang Kirana katakan.
Kirana tertawa sinis, kenyataan sekali lagi menamparnya, kenyataan yang membuatnya bersikap seperti seorang perempuan buta sopan santun di hadapan Angga.
"Jika kau punya akal sehat, maka pikirkan sendiri apa yang membuat diriku berubah seperti ini, Kak! Pikir apa yang terjadi 2 tahun yang menyebabkan aku tak berniat sedikitpun untuk menghormatimu! Tapi kuingatkan padamu, aku tahu apa itu sopan santun, aku tahu apa itu tata krama, tapi dihadapanmu semua itu tak akan pernah kuterapkan apapun yang terjadi!"
Kirana membuang arah pandanganya ke jendela, dadanya semakin sesak saja, dan hidungnya terasa perih. Ia yakin sebentar lagi dirinya pasti akan menangis.
"Aku tak pernah mengharapkan bahwa kita dipertemukan dengan keadaan dan situasi seperti ini, Kak, tapi aku sendiri tak bisa mencegahnya karena tatkala aku melihat wajahmu aku juga tak bisa melakukan banyak hal yang bisa membuatku tenang jika seandainya aku dibuat mati kutu lagi oleh suara-suara cemoohan masyarakat yang samar-samar terdengar di telingaku."
"Jika kau tak suka kuperlakukan seperti ini, maka menjauhlah dari kehidupanku sampai aku bisa melupakn semua luka itu, Kak. Atau setidaknya berlagaklah seakan kita orang asing yang baru mengenal satu sama lain kemarin malam. Jangan pernah bahas apapun lagi yang berhubungan dengan masa lalu kita karena jujur saja...."
Kirana menahan napasnya sejenak tatkala merasakan pipinya kini telah basah oleh air mata.
"Setiap kau berusaha untuk membicarakan hal yang berbau dengan insiden 2 tahun yang lalu, itu hanya membuatku merasa kembali dihampiri rasa trauma akan kenangan dan luka lama yang berusaha aku lupakan. Kau tak ada di sini, dan kau tak akan pernah tahu apa saja yang kuhadapi selama 2 tahun ini sebelum Mommy datang sebagai malaikat tanpa sayap. Semua itu ... semua itu melukai hati dan mentalku secara tak langsung...."
"Jadi, jika kau memang tulus dan niat dengan Mommy, maka kejar dia, fokuskan perhatianmu padanya, jangan pernah mengusikku lagi karena aku juga ingin menjalani hidup dengan bebas tanpa adanya rasa takut untuk mengambil langkah sederhana. Bisakah kau untuk mengabulkan permohonanku ini, Kak? Kali ini saja , berhentilah menjadi parasit dihidupku, Jangan menghambat perjalanan yang bahkan baru aku rintis ini, Kak."
Kini Angga dibuat tak bisa berkata-kata sama sekali oleh apa yang dikatakan oleh Kirana. Setelah sekian lama bertemu hanya untuk melempar tatapan tak mau kalah satu sama lain beserta ungkapan-ungkapan yang menusuk hati, kali ini Kirana memadukan semua ucapannya dengan kata-kata yang bisa membuat Angga berpikir ulang dengan apa yang ia lakukan selama kurang lebih 24 jam setelah bertemu dengan Kirana di hotel.
Senyum kecut tercipta di wajah Angga. Ia sudah tahu bahwa sampai kapanpun Kirana hanya akan menatapnya sebagai pria brengsek yang akan menghambat masa depannya, Kirana tak akan pernah tahu bagaimana kelamnya masa lalu Angga setelah pria itu dipaksa untuk mengambil keputusan yang bahkan tak pernah ia bayangkan sedikitpun.
"Kita sama-sama terluka, tapi tak ada yang bisa memahami satu sama lain, maka dari itu aku mungkin akan berhenti sejenak, bukan untuk menyerah dengan keadaan, tapi untuk memantkan diriku lagi bahwa keputusanku sudah benar Kirana."
Kali ini Angga menatap Kirana yang masih membuang arah pandangnya ke jendela mobil. "Aku tidak akan melepaskanmu."
'Sebelum kau mendapatkan kebahagianmu,' lanjutnya dalam hati.