"Sial, Apa yang kau lakukan di sini?!"
Sore itu, setelah mengadakan rapat evaluasi OSIS Kirana yang memang pulang paling akhir karena ia harus menutup dan mengunci pintu ruang OSIS lantas terkejut mendapati sosok pria jangkung.
Pria jangkung dengan tatapan yang sulit diartikan yang kini berada tepat di depannya setelah ia mengunci pintu.
Kirana menatap ke sekitar, kemudian dengan segera menarik tangan Angga untuk menjauh dari tempat itu menuju ke suatu lorong sepi yang ada di sana.
Lorong itu berada di ujung tanpa adanya satupun CCTV yang dapat menjangkau tempat tersebut.
"Kenapa kau terlihat begitu ketakutan, Kirana?" Angga tersenyum tipis saat Kirana baru saja melepaskan tangannya. Mata pria itu menatap sekitar sebelum akhirnya kembali menatap Kirana dengan pandangan mengejek.ana dengan pandangan lekat.
"Apa kau tidak takut aku melakukan sesuatu hal yang buruk padamu disini? Terlebih ini tempat sepi. Kau tahu bukan jika seorang pria dan seorang wanita berada di tempat sepi seperti ini maka orang ketiganya adalah setan."
Kirana berdecak kesal. "Peduli setan! Hal itu tidak akan mungkin terjadi! Setan manapun tidak mungkin bisa membisikan hal maksiat jika aku tidak memberimu kesempatan untuk melakukan sesuatu yang tidak-tidak! Dan jika pun ada, kaulah setannya!"
Kirana menatap Angga nyalang. Kebencian terlihat dengan jelas dari sorot matanya yang begitu tajam dan menukik bagaikan silet.
"Pemikiranmu itu terlalu kuno. Zaman seperti sekarang ini tidak berpatok pada hal-hal seperti itu. Hal seperti itu tidak akan pernah terjadi jika seorang wanita dan seorang pria yang kau jadikan sebagai ilustrasi itu bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal senonoh seperti yang kau katakan yang merupakan bisikan dari setan!"
Angga menatap takjub Kirana. "Wah! Sepertinya kau memang telah berubah banyak Kirana. Aku bangga denganmu, tapi jika bisa tolong batasi untuk memperlihatkan semua perubahanmu yang baik ini jika tidak ingin aku malah semakin dikuasai oleh hasrat untuk memilikimu lagi!"
"Gila!" Kirana memakai kencang. "Sudah beberapa kali harus aku katakan bahwa jika memang kau tidak tulus terhadap mommy-ku, Tolong jauhi dia! Batalkan semua niat burukmu itu! Mungkin kejadian di masa lalu bisa perlahan memudar dari ingatanku, dan aku bisa memaafkanmu!"
Senyum kekecewaan terlihat dengan jelas diwajah Kirana yang kini menatap nanar Angga. "Namun, perlu kau ketahui. Aku tidak akan pernah tinggal diam dan bisa memberikanmu Maaf sedikitpun jika kau sudah berani membuat mommy-ku sakit hati!"
Mengatakan hal itu membuat Ia baru sadar bahwa pertemuannya dengan Angga kembali berakhir menjadi perdebatan. Hal itu membuat Kirana lantas mengusap wajahnya kasar kemudian kembali menatap Angga sinis.
"Sudahlah lupakan itu! Jika kau memiliki otak dan hati aku yakin kau akan mengerti tanpa aku jelaskan!" Kirana kembali menatap sekitar, was-was jika sampai ada seseorang yang melihatnya. "Sekarang katakan dengan jelas apa yang membuatmu kemari? Apa kau ingin kembali menghancurkan masa-masa sekolahku dengan datang ke sini dan membuat kesalahpahaman yang besar?"
"Kirana, calm down! Kenapa kau terlihat begitu kesal kepadaku? aku datang ke sini dengan niat niat baik sesuai dengan arahan mommy-mu. Bukankah rasanya tidak sopan jika kau menyalahkan dan bahkan melayangkan tatapan ketidaksukaanmu itu secara langsung kepadaku?"
Kirana berdecih. "Bagiku tidak jika orang itu adalah kau!"
"Baiklah. Sepertinya pembahasan kita tidak akan pernah selesai jika kita terus berada di tempat ini." Angga mengambil tangan Kirana kemudian menariknya. Namun, Kirana lantas dengan segera menghempaskan tangan pria itu.
"Sialan! Siapa yang memberimu izin untuk menyentuh tanganku?!"
Kirana tahu jika sikapnya kali ini benar-benar terkesan sangat tidak bermoral, tapi demi apapun Kirana benar-benar tak ingin melakukan kontak fisik walaupun itu hanya sentuhan sekecil apapun itu.
Karena Kirana yakin dari sentuhan kecil inilah yang nantinya akan menimbulkan suatu hasrat untuk menelusuri lebih jauh hingga akhirnya kecanduan dan tidak bisa lepas.
Kirana tidak ingin masuk ke lubang yang sama. Tuhan telah dengan berbaik hati nya memberikan Anda kesempatan untuk kembali merasakan apa itu warna hidup, ia tidak mungkin menghancurkannya lagi.
"Kirana, ayolah! Jangan bersikap kekanak-kanakan dan ikut aku sekarang!"
Angga yang terlihat muak dengan sikap Kirana menatap balas perempuan itu dengan tatapan tak bersahabat, tapi Kirana nampak tak peduli.
"Tidak! Aku tidak akan pernah mau ikut denganmu apapun itu alasannya karena aku sudah belajar dari kesalahanku di masa lalu!"
"Kirana ...." Angga kembali menarik tangan Kirana. "Sudah kukatakan bukan bahwa aku datang menemuimu ke sekolah ini atas arahan mommy-mu? Kenapa kau begitu membangkang!"
"Kau selalu mengatakan padaku--" Angga menggelengkan kepalanya cepat setelah menyadari bahwa apa yang baru saja ia katakan sedikit keliru. "Tidak, tidak! Bukan mengatakan tapi semua perilaku, cara bicara dan cara menatapmu memperlihatkan dengan jelas bahwa kau tak ingin berada berduaan denganku terlalu lama."
"Jika kau memang tak ingin menghabiskan banyak waktu bersama denganku, maka janganlah memperkeruh keadaan yang membuat kau semakin lama harus berhadapan denganku."
"Cukup turuti apa yang aku katakan, maka semuanya akan selesai. Tidak akan ada lagi perdebatan diantara kita, dan kau bisa pergi menjauh sehingga tak melihat wajahku untuk beberapa saat. Namun, kenapa kau malah melakukan sebaliknya?!"
Kirana terpaku, sebagian dari dirinya mengiyakan apa yang dikatakan oleh Angga. Namun, sebagiannya lagi mendorong Kirana dengan kuat untuk tidak mempercayai apa yang dikatakan pria itu.
Pria brengsek akan selamanya masih memiliki perasaan brengsek yang tak akan pernah pudar begitu saja. Itulah yang selalu Kirana tekankan pada dirinya saat melihat wajah Angga yang membuat Kirana akan selalu menjadi pembangkang di saat dipertemukan dengan calon Ayah angkatnya itu.
"Kau masih ragu padaku, Kirana?" Angga berdecih, dan karena tidak mendapatkan respon dari Kirana. Pria itu dengan segera menarik tangan Kirana untuk segera pergi dari tempat itu menuju depan sekolah tempat dimana Angga memarkirkan mobilnya.
Kirana yang tidak terima tentu memberontak. Ia terus-terusan berusaha untuk melepaskan tangannya dari cekalan Angga, tapi mengingat tenaganya yang tak ada apa-apanya dibandingkan tenaga pria itu membuat semua usaha Kirana sia-sia saja.
"Kak! Lepaskan tanganku atau aku akan--"
Belum sempat Kirana menyelesaikan ucapannya tubuhnya telah didorong paksa untuk masuk ke dalam mobil, kemudian tanpa bisa berkutik sedikitpun Angga sudah menutup mobil dengan keras hingga membuat telinga Kirana berdengung.
Dia sepertinya sedang ingin melampiaskan sesuatu. Mungkin perasaan kesal karena Kirana terus-terusan memberontak atau mungkin karena hal lain.
Walaupun tak pasti ia yakin kalau sepertinya hidupnya telah benar-benar akan kembali hancur terhitung sejak saat di mana ia dipertemukan kembali dengan Angga.
Dan mungkin detik ini adalah awal mulai naiknya dari pasang-surut kehancuran yang akan menghampirinya.