Chereads / MANTANKU, AYAH ANGKATKU / Chapter 20 - ANGGA DAN PESONANYA

Chapter 20 - ANGGA DAN PESONANYA

Kirana memperhatikan gedung pencakar langit yang kini ada di depannya. Sesaat, ia menatap Angga, masih bertanya-tanya mengapa pria itu membawanya ke gedung perusahaan yang merupakan naungan milik Mommy-nya.

"Kenapa diam saja? Ayo masuk, Mommy-mu pasti sudah menunggu kedatangan kita sejak tadi."

Kirana menghela napas panjang.jadi, Angga tak berbohong mengenai bahwa Mommy-nya lah yang menyuruh Angga menjemput dirinya?

Angga tak memulai langkahnya sama sekali. Pria itu malah mengulurkan tangannya yang membuat Kirana menatapnya dengan pandangan datar kemudian mundur selangkah sebagai isyarat tak langsung bahwa ia tak akan pernah mau berjalan berdampingan dengan Angga sepertu kala itu.

Angga yang sepertinya mengerti lantas menarik uluran tangannya kemudian mulai melangkahkan kakinya untuk masuk ke lobby gedung perusahaan itu.

Kirana yang tadinya masih diam akhirnya dengan segera mengikuti langkah Angga dari belakang.

"Selamat sore, Pak Angga!"

"Pak Angga, sore!"

Sepanjang jalan, suara sapaan penuh hormat terus Kirana dengar untuk Angga dari semua pegawai yang bekerja di perusahaan Mommy-nya itu.

Kirana tak iri dengan apa yang didapatkan oleh Angga, tapi jujur saja Kirana tak suka melihat respon Angga yang hanya menganggukkan kepala sembari tersenyum dingin.

"Apa-apaan dia? Bersifat sok dingin dan berwibawa? Cih, aku muak melihat sikapnya ini. Sungguh berbanding terbalik dengan sikapnya saat bersamaku?"

"Ah, Nona Kirana? Tumben sekali kau ikut ke mari?"

"Nona Kirana, lama tak berjumpa!"

Kirana tersenyum hangat sebagai respon. Jika ditanya apakah dia merasa tak terima di sapa lebih belakangan dari Angga padahal ia statusnya saat ini lebih jelas di keluarga Mommy-nya ketimbang Angga, jawabannya tidak.

Kirana tak memedulikan hal itu. Baginya, siapa yang disapa lebih dulu bukanlah sebuah tolak ukur yang patut dijadikan patokan. Terlebih saat ini ia berjalan tepat di belakang tubuh kekar milik Angga yang menutupi tubuhnya yang tentu lebih mungil. Jadi, rasanya wajar saja.

"Lihatlah, Pak Angga datang! Bagaimana wajahku? Apa sudah cantik?"

"Hey! Bagaimana dengan lipstikku? Apa sudah terlihat menarik di mata kalian? Apa berantakan?"

"Sial, aku baru saja selesai makan, penampilanku pasti begitu buruk saat ini!"

Hanya saja ....

Semakin ke sini, Kirana mulai tak suka dengan respon yang diberikan oleh beberapa pegawai Mommy-nya yang umurnya bisa terbilang begitu muda. Sekitar 20-an tahun.

Mereka merespon seperti itu seakan-akan ingin mendapatkan perhatian Angga, ingin dinotice oleh pria itu. Entah cemburu atau perasaan tak terima, Kirana tak tahu perasaan tak sukanya ini didasari atas apa.

"Astaga! Apa itu Kirana?"

"Sial! Jangan sampai dia mendengarku mengatakan hal seperti tadi?"

Kirana menyunggingkan sebelah sudut bibirnya setelah mendengar suara panik yang masuk ke dalam telinganya.

'Mereka tahu bahwa Kak Angga akan segera menjadi suami Mommy-ku, tapi mereka bisa-bisanya berperilaku seperti itu? Hah! Kenapa aku ingin memecat mereka saja?"

Melewati lobby yang penuh dengan drama dan suasana yang beragam, Kirana dan Angga akhirnya sampai di lift khusus yang hanya digunakan oleh orang-orang tertentu terutama Mommy-nya.

Selama itu juga Kirana diam dan bungkam. Tatapannya pun ian tak bersahabat membuat Angga yang melihat itu dari pantulan pintu lift yang baru saja tertutup lantas menatap Kirana.

"Kenapa wajahmu kau tekuk seperti itu?" tanya Angga. Pasalnya, sebelum masuk ke lobby ekspresi Kirana tidak terlihat semenyebalkan itu di matanya.

Kirana menatap pantulan dirinya dan Nagga dari pintu lift tersebut, kemudian berdecih. "Pantas saja kau mau menjadi suami Mommy-ku. Ternyata kau begitu banyak di kelilingi oleh wanita-wanita muda yang menatapmu penuh harap di sini."

Angga mengernyitkan dahinya bingung, sebelum akhirnya tertawa kecil mendengar apa yang dikatakan Kirana.

"Aku tidak sedang melucu! Apa yang kau tertawakan, huh?! Aku paling tidak suka diberi respon seperti ini kau tahu?!" ujar Kirana kesal.

Angga kembali menatap pantulan dirinya dan Kirana di pintu lift. Kali ini mereka terlihat berdiri berdampingan di sana. Walaupun tak sejajar karena Kirana memang sengaja berdiri lebih belakang dari Angga.

"Kau cemburu, Kirana?" tanya Angga yang lantas membuat Kirana membulatkan matanya sempurna.

"Apa?! Cemburu? Yang benar saja! Aku tidak mungkin cemburu hanya untuk pria brengsek sepertimu, Kak!" sanggah Kirana cepat.

Angga menarik sebelah sudut bibirnya hingga seukir senyum miring tercipta jelas di wajahnya. "Jika tidak, mengapa kau terlihat begitu jengkel setelah lewat dari Lobby tadi? Dan kau sendiri dengan jelas-jelas mengutarakan ketidaksukaan terhadap respon beberapa pegawai Mommy-mu bukan?"

"Lalu apa?!" Kirana tak terima mendengar apa yang dikatakan oleh Angga. "Aku mengatakan hal ini bukan karena aku cemburu, tapi karena aku tak suka! Aku yakin bahwa hal ini nantinya akan bisa menjadi titik dasar yang membuatmu berniat untuk mengkhianati Mommy-ku! Terlebih mereka lebih muda dari Mommy-ku!"

Angga berdecih. "Kau yakin karena itu saja, Kirana? Kenapa aku malah menangkap hal lain?"

Kirana refleks terdiam, merenungi apa yang dikatakan oleh Angga."Terserah! Aku muak berbicara dengan orang sepertimu, Kak!"

"Kenapa kau tak jujur saja jika kau cemburu?"

Dalam hitungan detik, Kirana yang tadinya memang terus menatap ke arah depan, ke arah pantulan diri mereka untuk melihat semua respon mimik wajah Angga kini lantas menatap pria itu secara langsung.

"Sial! Berhenti mengatakan hal itu! Jangan membuatku begitu ingin untuk menghentikan pernikahanmu dan Mommy-ku!" pekik Kirana kencang bertepatan dengan suara lift yang berdenting diiringi pintunya yang perlahan terbuka.

Merasa suasana semakin memanas dan hampir membuat Kirana kehilangan kontrol akan dirinya, Kirana lantas dengan segera keluar dari sana. Ia melangkahkan kakinya lebih cepat dari sebelumnya menuju ruangan Amira.

Sumpah, demi apapun. Kirana rasanya begitu ingin mengadukan semua ini pada Amira, tapi kenapa sebagian dari dirinya menahannya?

CEKLEK!

"Mommy! Aku merind--" Kirana menghentikan ucapannya tatkala melihat ruangan Amira kosong. Hanya suara AC yang terdengar di segala penjuru ruangan penuh dengan berkas-berkas khas orang kantoran.

"Mommy?" Kirana melangkahkan kakinya untuk melihat ke setiap sudut yang ada di ruangan itu hingga berakhir di sebuah ruangan kecil yang didesain khusu seperti kamar sederhana namun nyaman yang memang sengaja Amira desain sedemikian rupa sebagai temapt istirahatnya jikalau ia merasa begitu lelah ataupun ingin lembur.

"Dimana Mommy?" Kirana Lantas menanyakan keberadaan mommy-nya saat Angga baru saja memasuki ruangan kerja tersebut.

Mengernyitkan dahi bingung, Angga segera mengedarkan pandangannya ke sekitar. "Dia tidak ada di sini?"

Kirana tak menjawab, ia lebih memilih menunggu Angga mengerti keadaan dengan sendirinya.

Amgga yang mulai sadar pun lantas dengan segera mengeluarkan ponselnya kemudian mengotak-atik benda pipih itu. Selang beberapa saat kemudian, Angga menghela napas kasar.

"Kirana, maaf. Aku baru tahu jika Amira mengirimiku pesan dan menyuruhku mengantarmu untuk datang ke butik terlebih dulu. Dia akan menyusul nanti malam bersamaku."