Chereads / MANTANKU, AYAH ANGKATKU / Chapter 4 - SHUT UP!

Chapter 4 - SHUT UP!

Kembali, suara kekehan itu terdengar. "Seperti dirimu, aku memiliki nama. Jangan panggil aku dengan sebutan itu, Kirana."

"Jangan lagi menyebut namaku dengan bibirmu yang penuh dengan dusta!" Semakin lama Kirana berinteraksi dengan pria itu, semakin banyak potongan-potongan masa lalu yang melintas di benaknya secara acak.

"Oh, ya?" Pria itu menyeringai.

"Awh! Kak Angga!"

Senyum tipis penuh kemenangan terukir di wajah pria itu setelah ia baru saja berhasil meringkus tangan Kirana ke belakang tubuh perempuan itu dengan gerakan cepat tak terprediksi hingga Kirana menyebut namanya dengan keras.

Kirana bersumpah, jika saja satu tangannya tak ia gunakan untuk mencengkeram selimut yang menutupi tubuh bagian atasnya, ia sudah pasti melakukan berbagai perlawanan sejak tadi dan lantas mematahkan tangan pria itu. Ia tak akan pernah membiarkan tubuhnya disentuh sedikitpun oleh Angga.

"Lihat? Kau akhirnya menyebut namaku juga."

Kirana rasanya ingin membunuh Angga saat itu juga. "Apa yang kau inginkan dariku, huh?Lepaskan aku! Aku tak sudi tanganmu yang menjijikan itu--"

"Wait, biarkan aku meluruskannya, Kirana sayang...," ujar pria itu memotong ucapan Kirana dengan mata menatap dalam manik hazel Kirana yang sekarang penuh dengan kobaran api dendam dan rasa sakit yang membara.

"Kau bukannya tak sudi, tapi kau hanya tak ingin mengingat kembali apa yang terjadi 2 tahun yang lalu karena nyatanya, tangan ini sudah menelusuri setiap inchi tubuhmu--"

"Brengsek! Tutup mulutmu, sialan! Kau tidak mengenalku dengan baik, jadi shut up!" Kirana memaki kuat, tak ingin mendengar lebih dalam apa yang ingin Angga ingatkan padanya.

Kirana telah mengubur semua ingatan itu dalam-dalam dengan susah payah. Biarkan potongan ingatan yang sekarang terus bermunculan di benaknya saja yang membuat Kirana teringat kembali, tak usah dari penuturan Angga. Itu akan membuatnya semakin lemah saja, Kirana tak ingin itu terjadi.

Angga menunduk, mendekatkan wajahnya di leher Kirana kemudian menghirup dalam-dalam aroma jasmine yang telah 2 tahun lamanya tak pernah ia hirup lagi. "Aromamu masih begitu memabukkan. Dengan aroma ini berapa banyak pria yang telah kau pikat dan kau layani setiap malamnya, Kirana?"

Kirana mulai memberontak, berusaha lepas dari cengkeraman Angga, tapi perlawanannya selalu saja kalah.

"Sstt, dibandingkan melawan yang hanya membuatmu merasa sakit, bagaimana jika kau melayaniku saja saat ini? Aku akan membayar 2 kali lipat dari hargamu karena aku begitu ingin melihat betapa hebatnya kau bermain di atas ranjang dan memuaskan tuan satu malammu ini."

"Jaga ucapanmu, sialan! Asal kau tahu, aku tidak serendah seperti apa yang kau katakan!"

DUG!

Entah keajaiban dari mana, Kirana berhasil lepas dari cengkeraman Angga setelah perempuan itu menyikut hidung pria itu dengan tangannya yang masih menggenggam selimut erat tanpa melepaskannya sedikitpun.

Angga memegangi hidung, mundur satu langkah kemudian menatap Kirana yang menatapnya penuh kebencian.

Namun, bukannya rasa bersalah yang ada pada diri Angga sekarang, melainkan rasa puas bercampur aduk yang tak bisa ia gambarkan.

"Kenapa kau marah? Bukankah aku mengatakan apa adanya? Kau memang jalang kecil yang pastinya sering menjajakan tubuhmu di tempat yang sama dimana kita pertama kalinya bertemu, club malam," sindir Angga keras.

"Kubilang diam! Berhenti menjatuhkan harga diriku seperti ini!" Tanpa bisa Kirana tahan lebih lama lagi, air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya perlahan setetes demi setetes jatuh dan membasahi pipinya. Kirana sebenarnya benci dengan dirinya sendiri yang tak bisa memperjuangkan harga dirinya diinjak-injak seperti ini, yang membuatnya teringat dengan memori penuh luka 2 tahun yang lalu.

Memori yang masih terekam dengan jelas di ingatannya setelah Angga pergi meninggalkannya tanpa kabar di saat Kirana benar-benar membutuhkan pria itu.

"Aku bukanlah jalang seperti apa yang kau katakan barusan, yang ada kau! Kau cocok menyandang gelar itu, Kak! Kau adalah pria paling brengsek yang pernah kutemui! Jika saja aku bisa memutar waktu ataupun kisah takdir, aku tak akan mau dipertemukan dengan dirimu di Club itu! Aku lebih memilih untuk dibeli untuk dibunuh saja!"

Tatapan benci penuh kekecewaan itu perlahan meneduh. "Aku membencimu, Kak! Sangat-sangat membencimu! Jika kau memang masih memiliki akal sehat, kau seharusnya malu muncul lagi dihadapanku setelah apa yang terjadi 2 tahun yang lalu!"

Kirana menjeda ucapannya sejenak, sebelum akhirnya semakin terisak dan memilih untuk menunduk karena tak ingin dilihat menangis oleh Angga.

Hal itu sukses membuat tatapan Angga sedikit meredup.

"kumohon padamu untuk tidak lagi muncul di hadapanku, Kak, tolong mengertilah. Sama seperti semua orang, aku juga ingin hidup bahagia, aku tak ingin terperangkap di lubang masa lalu yang kelam ini…."

Tanpa membuang-buang waktu lebih lama lagi, Kirana lantas keluar dari kamar mewah nan glamor tersebut. Tak peduli jika tatapan Angga terus mengikutinya sebelum ia akhirnya benar-benar hilang dari balik pintu yang baru ia tutup.

Angga mengalihkan arah pandangnya ke semua uang yang berserakan di atas ranjang, tangannya yang sedari tadi menutup hidungnya perlahan ia turunkan, senyum tipis terlihat menghiasi wajahnya bertepatan dengan darah segar yang terus mengalir dari lubang hidungnya.

"Teknik bela dirimu meningkat, Kirana. Kukira, setelah kepergianku kau akan semakin terpuruk dengan keadaan, tapi nyatanya kau bisa bangkit. Kau bahkan bisa membuktikan kepada dunia bahwa kau masih bisa bertahan hidup dibawah tekanan dan hinaan dari masyarakat. Sesuai dugaanku, kau memang perempuan kuat."

Angga membalikkan badannya, menatap pintu kamar hotel yang tertutup rapat tersebut sebelum mengusap darah segar di bawah lubang hidungnya tersebut. Entah kenapa, Angga tak merasa kesal, pria itu malah merasa lega setelah Kirana membuat dirinya mimisan seperti ini.

Apa yang mengganjal dan membuatnya tak nyaman selam ini seperti lantas bebas begitu saja setelah Kirana meluapkan emosinya tadi.

"Silahkan Kirana, silahkan. Kau membenciku bukan? Maka bencilah aku sebesar apa yang kau mau, aku akan sangat bahagia dengan hal itu dan ingin melihat sampai sejauh mana kau bisa melakukannya."

Angga kemudian mengeluarkan ponselnya, menggerakkan jarinya lincah di atas benda pipih tersebut sebelum akhirnya mendekatkan ponsel tersebut ke telinganya, ia tengah menghubungi seseorang. Bagaimanapun juga, Angga tak boleh lalai seperti dulu lagi,

Pria itu telah belajar dari kesalahannya yang dulu dan Angga ingin menjadikan kesalahannya itu sebagai pelajaran yang terakhir, bukan untuk ia ulang sekali lagi dan dipermainkan lagi oleh takdir.

Kali ini, jika memang tidak dikehendaki, Angga akan berjuang walaupun semua itu mustahil dan hanya membuatnya mendapatkan jalan yang lebih terjal dan berbahaya.

"Apa seorang wanita yang memakai selimut untuk menutupi tubuhnya telah turun ke lobby?"