Dzaky tiba di hotel the Ritz Carlton Millenia Singapore hotel terbesar di sana. Rara sedikit cengo ketika melihat betapa majunya negara Singapura, "Kalau kayak gini betah kali ya hidup di sini." Mendengar perkataan Rara jelas saja Dzaky tertawa. "Kenapa tertawa apa ada yang lucu?" tanya Rara mendelik kesal pada Dzaky. "Suka-suka aku ya mau tertawa atau menangis toh ini juga hidupku kenapa kamu jadi sok perhatiin begitu padaku, apa kamu sudah mulai jatuh cinta padaku?"
"Jangan terlalu percaya diri kamu, muka begitu saja sudah sombongnya minta ampun deh. Nyatanya kamu gak juga laku, jika memang kamu populer harusnya banyak yang melirik padamu?" ujar Rara bicara sendiri karena ternyata Dzaky sudah berjalan lebih dulu bersama beberapa bucket bunga di tangannya dan kopernya dibawa oleh orang yang memang ditugaskan untuk membawa koper.
"Sial, dia meninggalkanku sendiri di sini. Awas pasti akan ku balas kau nanti," gerutu Rara dia benar-benar kesal karena sikap Dzaky yang terlalu percaya diri.
Sesampainya di kamarnya Dzaky lebih dulu merebahkan tubuhnya asal sehingga tak menyisakan ruang untuk Rara karena posisi Dzaky yang sengaja menyilang di tengah ranjang.
"Hai tak bisakah kau berbagi tempat tidurnya denganku, apa kau mau tidur sendiri di sini yang benar saja," protes Rara namun Dzaky menulikan kedua telinganya dan menutup matanya tak ingin melihat dan mendengar dia benar-benar ingin rileks di sini.
"Mas Dzaakkky...!!!" teriak Rara membuat Dzaky melonjak kaget karena suara yang nyaring membahana sungguh jika ruangan ini tak kedap suara pasti seluruh penghuni hotel bakal berlarian datang ke kamarnya.
"Apa yang kau lakukan? kau kira aku tuli apa?" ujar Dzaky kesal karena kelakuan istri kecilnya. "Kau sendiri yang membuatku seperti ini, sekarang kau sudah bangun bukan? Minggir aku juga ingin tidur di sini, kau laki-laki harus mengalah tidur di sofa." Tanpa menunggu Dzaky bersuara Rara segera naik ke ranjang dan menutup dirinya dengan selimut. "Aish, kau ini geser sedikit aku tak bisa jika tidur seperti ini," protes Dzaky namun giliran Rara yang sekarang tak peduli dengan teriakan Dzaky. "Bodo amat," gumam Rara, dia malas berdebat dengan Dzaky yang pastinya dia akan kalah dan dipermalukan olehnya.
Jam tiga sore Rara terbangun karena merasakan lapar, dia baru ingat jika dirinya belum makan sama sekali dari siang. Rara mondar-mandir bingung di tengah rasa laparnya dan juga gengsinya karena dia tidak ingin membangunkan Dzaky tapi di sisi lain perutnya menjerit-jerit minta diisi. Meskipun dia anak SMA dan anak orang kaya dia belum pernah berpengalaman berkeliling ke negara tetangga ya paling tahunya cuma Jakarta dan Bali.
"Duh gimana ini laper banget sumpah," gumam Rara meremas perutnya sendiri. "Masa minum air putih lagi, kapan dia bangun tidur kayak orang mati!" lanjutnya.
Dzaky terbangun karena suara berisik di kamar dilihatnya Rara sedang membongkar kopernya membuat kegaduhan kecil. "Sedang apa kau di sana?" tanya Dzaky heran karena istrinya mengeluarkan semua isi kopernya.
"Jangan banyak bicara, apakah kau tak lihat jika aku sedang membongkar koperku," ujar Rara kesal sebenarnya dia sudah tidak tahan menahan rasa laparnya tapi rasa gengsinya teramat tinggi membuatnya enggan untuk mengakuinya.
"Apakah kau tidak merasa lapar? bagaimana jika kita jalan-jalan sebentar atau mau layanan kamar? kita bisa memesan makanan jika kau mau." Rara terdiam jika menunggu layanan kamar juga akan lama sebaliknya jika dia pergi keluar dia bisa cuci mata tapi yang jadi masalahnya dia tak bisa berjalan lama karena rasa laparnya yang mendera membuatnya oleng dan bahkan hampir pingsan. Dzaky yang melihat itu hanya mampu membantu Rara duduk di ranjang dan segera memesan makan siang untuk mereka di dalam kamar.
"Apakah kau tak mengingatnya jika kau memiliki seorang di dalam sini yang butuh lebih dari sekedar nutrisi tapi juga kasih sayang. Kenapa kau tega padanya," tanya Dzaky kesal karena sepertinya dia tidak memiliki belas kasih terhadap anaknya sendiri.
"Jangan menggurui diriku aku tak suka? kau harus ingat kau hanya suami bayaran jadi tak boleh kau melakukan hal lebih dari ini."
Dzaky menghembuskan nafasnya lelah mendengar perkataan Rara. "Terserah kau lakukan apapun yang kau mau jika terjadi sesuatu denganmu jangan merepotkan diriku," seru Dzaky langsung pergi ke kamar mandi tanpa menunggu perkataan dari Rara.
"Dasar laki-laki kampungan, norak, banyak aturan, awas saja jika bayi ini sudah lahir aku akan segera bebas darimu," gumam Rara memukul kepalanya sendiri.
Tanpa dia sadari Dzaky sedang mendengarkan perkataan Rara dari kamar mandi. "Sabar Dzaky kau pasti bisa melewati semua ini," ucap Dzaky tatapannya tajam ke cermin yang memantulkan wajahnya sendiri.
"Semua pasti akan berlalu," lanjutnya.
Selesai membersihkan diri Dzaky berniat untuk jalan-jalan menenangkan pikirannya tapi melihat Rara yang sedang meringis menahan sakit membuatnya urung untuk pergi ada rasa kasihan dan kesal berbaur menjadi satu.
"Apa kau baik-baik saja? Bagian mana yang sakit?" tanya Dzaky namun Rara tetap saja angkuh tak mau menjawab pertanyaan darinya. "Ayo kita ke dokter!" lanjutnya melihat tidak ada reaksi dari Rara membuat Dzaky memaksa dengan paksa Rara untuk segera ke dokter memeriksakan dirinya. "Aku bisa jalan sendiri," ujar Rara berjalan seraya memegangi perutnya sendiri yang terasa sakit.
Dzaky jongkok di depan Rara membuatnya terkejut untuk sesaat. "Naiklah aku akan menggendong dirimu," ucap Dzaky. "Tidak usah aku malu," balas Rara memalingkan wajahnya ke arah lain. "Naiklah Rara dan jangan keras kepala aku akan mengantarmu dengan cepat ke Dokter."
Dengan menahan malu Rara naik ke punggung Dzaky dan segera membawanya ke Dokter terdekat.
"Bagaimana keadaanya Dok?" tanya Dzaky yang juga khawatir dengan keadaan istrinya meskipun Rara masih belum mengakuinya sebagai suaminya, Rara sudah menjadi tanggung jawabnya jadi dia harus bisa mengurus segalanya.
"Anda suaminya? Tolong perhatikan asupan gizinya karena dia sedang dalam keadaan hamil, jangan sampai telat makan seperti ini apalagi memiliki riwayat sakit maag akan sangat berbahaya buat ibu dan juga janin."
"Saya kasih resep vitamin buat istri anda harus setiap hari ya tolong dia diingatkan dan makanlah secara teratur," lanjut Dokter bernama Koh Min Shun.
"Baiklah terima kasih kami permisi dulu," pamit Dzaky meninggalkan klinik dan pulang ke hotel.
Dzaky membaringkan Rara di ranjangnya dan mengambil beberapa potong cake, air putih dan menyiapkan vitamin untuk Rara dengan tenang dia menuju ke ranjang dan meletakkan nampan tersebut di nakas.
"Makanlah sedikit isi perutmu dan minumlah vitaminnya itu akan lebih baik dari sekarang."
"Aku tidak mau!" ucap Rara.
"Oke jika kau tidak mau, tak masalah namun jika terjadi sesuatu terhadap dirimu dan bayimu nanti jangan salahkan orang lain tapi salahkan dirimu sendiri dan kau akan larut dalam penyesalan yang berkepanjangan," ucap Dzaky membuat Rara bergidik ngeri.