Dzaky mengungkung tubuh Rara ke dinding membuatnya takut dengan apa yang akan Dzaky lakukan padanya. Rara tak bergeming ketika Dzaky semakin dengan dengan wajahnya dan hampir tanpa jarak.
Cup
"Itu hukuman karena kau telah berteriak-teriak dan tidak sopan terhadap orang tua, jika kau melakukannya lagi maka jangan salahkan aku jika aku akan menghukumnya lebih dari ini," seru Dzaky melangkah keluar dari kamarnya rasanya tubuhnya sakit semua andaikata dia boleh protes, sayangnya apa yang dia inginkan hanya mentok sampai di kerongkongan tak dapat dia memuntahkannya sehingga percuma untuknya berbicara hanya kan menambah luka dan kecewa hatinya.
Dzaky memijit pelipisnya perlahan ingin sekali dia pergi ke cafe shop langganannya selama ia belajar disini tapi apalah daya niatnya hanya sebatas dalam hati saja.
"Hi, kamu Dzaky kan?" Dzaky hanya terdiam mengamati wajah yang ada di depannya.
"Ya ampun Karenina, kau ada di sini?" tanya Dzaky memperhatikan lawan bicaranya dari atas hingga bawah.
"Apa kabarmu?" tanya Karenina.
"Aku tentu saja baik, kau sendiri bagaimana? senang ya sudah menjadi artis yang terkenal aku sendiri sampai lupa wajahmu yang polos dulu," sela Dzaky.
"Ah kau terlalu berlebihan Dzaky aku tetap seperti ini dari dulu dan juga besok," sahut Karen.
"Kenapa kau ada di sini aku dengar kau bekerja di Bali kenapa sekarang ada di sini untuk urusan bisnis atau....?"
"Mas Dzaky," teriak Rara menghampiri Dzaky.
Dzaky dan Karen menoleh ke arah sumber suara. Karen menebak-nebak siapa gadis yang dibawa oleh Dzaky karena selama masa kuliah dia tak pernah digosipkan dekat dengan wanita manapun dia selalu menolak jika ada yang berusaha mendekatinya.
"Kenapa kau meninggalkanku di hotel sendirian, akan ku laporkan pada Papa jika kau...." Rara terkesiap melihat wanita cantik ada di sebelah suaminya tanpa dia sadari telunjuknya mengarah pada Karen.
"Hai, aku Karen teman kuliah Dzaky," ucap Karen mengulurkan tangannya pada Rara.
"Rara," balasnya singkat.
"Jadi kalian kakak beradik? Aku kira Dzaky anak tunggal ternyata dia memiliki adik yang cantik, pantas lah jika dia selalu saja menolak untuk berkencan dengan wanita-wanita di kampusnya karena adiknya saja secantik ini pasti dia tak mau jika wanitanya asal-asalan, bukan begitu Dzaky?" ucap Karen dan Dzaky hanya bisa tersenyum menanggapi perkataannya andai dia tahu siapa Rara apakah dia akan terkejut jika statusnya sudah berganti menjadi 'Suami' jangan tanyakan Karen seperti apa karena dulu dia juga aktif mengejar Dzaky di kampus.
Berbanding terbalik dengan Rara yang juga terkejut mendengar penuturan Karen, apa katanya tadi Dzaky suaminya menolak berkencan dengan teman wanita di kampusnya bukankah Singapore terkenal dengan wanita yang cantik-cantik jika sampai menolak bukankah dia bodoh dan juga melewatkan kesempatan emas karena masa muda hanya sekali dan takkan terulang lagi. Apakah karena hatinya hanya untuk Annisa gadis cupu yang pernah dia temui sewaktu di Jogja, meskipun dia terlihat kampungan tapi sebenarnya dia sangat cantik dan menawan. Rara berkutat dengan pemikirannya sendiri satu hal baru tentang suaminya mulai terkuak hari ini.
"Apakah kalian akan lama di sini?" tanya Karen karena sepertinya dia akan pergi dengan cepat dia membuka tasnya dan memberikan kartu nama pada Dzaky.
"Ini kartu namaku jika ada waktu mampirlah ke studio milik papaku, siapa tahu nanti kita bisa berjodoh," ucap Karen setengah tersipu menatap Dzaky.
"Baiklah terima kasih," balas Dzaky.
"Sampai jumpa, Rara aku titip Dzaky padamu," ucap Karen sementara Rara memutar bola matanya malas, apakah wanita di depannya tidak melihat Dzaky memakai cincin yang sama dengannya, kenapa dia begitu percaya diri mengatakan hal itu atau karena tidak tahu sehingga dia pura-pura bodoh.
Rara kesal dengan keadaan itu tapi kenapa Dzaky sepertinya sangat menikmatinya tanpa ada rasa berdosa sama sekali terhadapnya.
"Apa sudah selesai berpikirnya? Jika sudah aku akan mengantarkan dirimu kembali ke hotel," ucap Dzaky membuat Rara berdecak kesal sejak kapan dia mengatur dirinya seperti itu.
"Aku ingin ikut kemanapun kau pergi, jadi jangan salahkan aku jika aku tak mau kembali ke hotel dan siapa wanita tadi apakah dia mantanmu sewaktu masih sekolah?" tanya Rara membuat Dzaky kesal dengan perkataan Rara, Dzaky melipat tangannya di dada menatap tajam pada Rara.
"Bukankah tadi kau mendengar penjelasannya jika aku dan dia hanya teman di kampus dan aku selalu menolak kencan yang datang padaku, apa jawaban itu tidak membuat dirimu puas jika ternyata aku sama sekali belum menyentuh wanita manapun tidak seperti dirimu yang terlalu murah pada laki-laki, aku sangat menjaga diriku Rara dan kau tahu ciuman tadi pagi itu adalah ciuman pertamaku yang singgah di bibirmu. Sekarang kau puas dengan penjelasan dariku?"
Rara cukup shock mendengar perkataan Dzaky yang panjang tidak seperti dugaannya dia mengira Dzaky sosok yang kalem dan pendiam tapi ternyata di luar itu dia melebihi emak-emak sein kiri belok kanan.
"Apapun itu aku mau ikut denganmu jangan kau tinggal aku di kamar sendirian karena aku sangat takut Pak Dzaky, aku belum pernah pergi keluar negeri jadi akan terasa aneh bagiku. Masih mending aku bisa memakan nasi coba jika aku hanya di kasih roti atau sejenisnya aku takkan sanggup," sela Rara berusaha mengambil hati Dzaky karena bagaimanapun dia juga tak mau disalahkan oleh papanya jika terjadi sesuatu antara dirinya dan menantu kesayangan papanya ini.
"Baiklah kau boleh ikut tapi kau harus diam tak boleh banyak bicara jika kau mau ikut bersama diriku, kau faham?" ucap Dzaky geleng-geleng kepala karena melihat Rara mulai mengikutinya kemanapun dia pergi.
Langkahnya terhenti pada coffe shop tempat biasa dia mangkal di Thampenis plaza langkahnya terhenti sejenak dan kedua netra miliknya mengedarkan pandangannya mencari tempat strategis untuk sekedar duduk di coffe shop tersebut. Begitu ketemu Dzaky langsung menarik kedua tangan Rara untuk segera menempatinya.
Dzaky dan Rara segera duduk di dekat jendela yang menampilkan pemandangan di luar jendela.
"Apa kau sering ke sini dulu?" tanya Rara memperhatikan mimik wajah Dzaky yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
"Ya aku sering nongkrong di sini, kenapa?" Dzaky balik bertanya pada Rara. Giliran Rara yang melipat tangannya di dada menatap tajam pada Dzaky.
"Oh, jadi begini kegiatan kamu setelah kebaikan kakekku membiayai pendidikan Mas Dzaky terus dengan enaknya kerjaannya hanya nongkrong saja begitu, sulit dipercaya ternyata seorang Dzaky sangat pintar memanfaatkan keadaan. Apakah kakekku tahu tentang kegiatanmu di sini yang hanya menghamburkan uangnya dengan nongkrong-nongkrong di coffe shop. Mengecewakan sekali jika seorang Dzaky ternyata pekerjaannya hanya nongkrong dengan teman," seru Rara sebelum akhirnya ada laki-laki seperti seorang bule mendekati meja dimana dia dan Dzaky duduk.
"Hi guys, how are you?" sapanya.
"Siapa dia?" Rara menatap lelaki tersebut bergantian dengan Dzaky meminta penjelasan.