Chereads / Legenda Kutukan Rui [INDO) / Chapter 12 - Buah Persik

Chapter 12 - Buah Persik

Yao Xulin membawa kue-kue bulannya. Matanya terasa tertutup kabut. Itu adalah air mata yang telah terbendung. Dua kehidupan. Yao Xulin tetap tidak dapat menghilangkan perasaan sakit ketika Xi Ji Lan bersikap dingin padanya. Bahkan tindakan kasar Xi Ji Lan tadi membuat Yao Xulin sangat cukup merasa dipukul mundur. Ia terasa terhina karena Xi Ji Lan dengan terang-terangan membuang kue-kue yang ia buat dengan tangannya sendiri di depan Xi Mian dan Nona Ye.

Yao Xulin sedih dan sakit. Ia membayangkan tentang dua wanita itu. Ia yakin jika saat ini putri Xi Mian dan nona Ye pasti tengah bahagia karena telah mendorong 'pengganggu' tanpa perlu menyentuhnya.

Hanya perlu sedikit waktu lagi untuk membuat Yao Xulin dikeluarkan dari istana.

Masa-masa seperti nostalgia yang menyakitkan bagi Yao Xulin kembali. Di malam-malam panjangnya. Ia memeluk kesunyian dan keheningan. Tenggelam dalam pusaran masa lalu yang terus berputar tanpa henti mengguncang samudra hatinya.

Sepi.

Kegelapan menenggelamkannya lagi. Bayangannya telah menghilang. Bulan telah jatuh. Bintang-bintang mati. Waktu terhenti. Perasaan yang membunuhnya masih hidup. Menggerogoti emosi.

Yao Xulin tidak tau apakah dirinya dapat bertahan melewati semua rasa menggigilnya?. Xi Ji Lan sangat dingin.

Air mata yang terbendung akhirnya terlepas. Yao Xulin tidak dapat menahannya lagi. Bagaimanapun, ia tetap tengah mengulang kehidupan lamanya. Kehidupan yang cukup membuatnya menderita dalam jiwa.

"Kamu bisa membenciku atau apapun yang kubuat, tapi ... "

"Kenapa kamu mempermalukanku?"

"Seharusnya kamu cukup mengatakannya padaku jika tidak menyukainya kan?, tidak perlu melempar jatuh semuanya"

Yao Xulin terisak di pavilium taman. Hanya ada Ting Yan yang memperhatikannya dalam diam. Ting Yan cukup prihatin dengan Yao Xulin, tapi ia pun maaih bertarung dengan masa lalu. Ia juga tidak bisa keluar untuk menunjukan identitasnya. Tapi. Ting Yan adalah orang yang pandai menyamar, jadi ia pergi mengganti identitasnya untuk mengetahui lebih dekat tentang selir Yao yang nampaknya juga menderita dengan pernikahannya dengan Xi Ji Lan.

Ditengah isakannya, Yao Xulin memaksa menghentikan tangisannya. Ia merasakan kehadiran seseorang dan ia sama sekali tidak ingin air matanya dilihat oleh siapapun.

Begitu Yao Xulin selesai menghentikan sesenggukannya, sebuah sapu tangan telah disodorkan di depan wajahnya. Kini seseorang telah tau jika dirinya tengah berusaha untuk menghapus air matanya.

"Aku tidak tau kenapa kamu menangis, tapi kamu membutuhkan ini. Pakailah" ucap Ting Yan dalam penyamarannya. Ia nampaknya juga mengerti jika Yao Xulin berusaha menutup kesedihannya.

Yao Xulin masih belum mengambil sapu tangan itu. Ia ragu. Ia juga tidak berani mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang memberikan sapu tangan untuknya.

"Aku tidak melihatmu menangis, Nona. Tenang saja" ucap Ting Yan dan barulah Yao Xulin mengambil sapu tangan itu untuk menghapus sisa air matanya.

"Terimakasih" gumam Yao Xulin. Ia masih penasaran, siapa orang di istana yang dapat peduli dengannya?. Setau dirinya. Ia begitu tidak dianggap di istana.

Ting Yan memulai percakapan. Namun ia tidak memulai dengan bertanya alasan kenapa Yao Xulin menangis karena ia sudah mengatakan jika dirinya tidak melihat Yao Xulin menjatuhkan air matanya. Jadi ia memulai dengan sesuatu yang ada di meja. Ia akan menggunakan itu untuk mengorek semua informasi tanpa harus memintanya. Ting Yan sangat yakin dengan caranya. Saat seseorang memberikan perhatian khusus pada seseorang, orang itu akan mulai membuka dirinya dan bercerita tentang apa yang ia alami. Perasaan seperti itu adalah perasaan yang kebanyakan dilakukan wanita.

Ada banyak orang yang sangat sering menutup rasa sedihnya atau masalahnya. Mereka enggan memberitaukan masalah itu kepada orang lain karena mereka kadang berfikir hal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi karena hal itu mereka menjadi merasakan kesedihan dan kesepian. Mereka menganggap tidak ada yang peduli dengan mereka.

Satu-satunya jalan adalah memberikan perhatian pada mereka. Dan mereka akan tanpa sadar mengeluarkan semua beban yang telah mereka tampung begitu lama.

"Nona, apakah ini kue bulan?. Bisakah aku memakannya satu?. Anggap saja kutukar dengan sapu tanganku, oke?" Ucap Ting Yan. Ia langsung mengambil kue bulan itu dan memakannya tanpa menunggu persetujuan Yao Xulin.

Yao Xulin tentu terkejut. Tapi ia tidak bisa berkata jika semua kue itu telah jatuh sebelumnya. Ia tidak bisa merendahkan orang didepannya dnegan mengatakan dia telah memakan kue yang telah jatuh.

Karena bingung. Yao Xulin pun mengambil kue bulan dan ikut memakannya. Ia tidak akan membiarkan orang baik itu memakan sendirian kue yang telah jatuh.

Ting Yan melirik Yao Xulin sebentar. Ia merasakan sedikit deja vu. Ia pernah melihat hal serupa.

"Mereka memang cukup mirip. Tapi mereka jelas berbeda" batin Ting Yan. Ia tidak seperti Xi Ji Lan. Ia mengakui Yao Xulin memang memiliki banyak kemiripan dengan Ling Yuan, tapi Ting Yan tidak melihat Yao Xulin sebagai Ling Yuan.

Mereka dua orang yang berbeda.

Ling Yuan adalah Ling Yuan. Dan Yao Xulin adalah dirinya sendiri juga.

"Wow!. Ini ... ini rasa buah persik?!" Ucap Ting Yan yang cukup terkejut dengan rasanya. Kali ini ekspresi yang ia tunjukan benar-benar asli.

"O-oh. Anda menyadarinya. Benar itu buah persik, Tuan"

"Sangat enak!" Ucap Ting Yan. Ia tersenyum dibawah cahaya rembulan.

"Aku langsung tau rasa ini. Aku sangat suka buah persik!" Jelas Ting Yan, "seandainya saja aku tau bisa diolah menjadi makanan seenak ini, aku pasti akan membuat jenis ini dengan sangat banyak!"

Ting Yan terus berkata secara jujur tentang kue itu karena kenyataannya ia memang suka buah persik. Sedangkan Yao Xulin. Ia hanya terdiam. Air matanya kembali menetes. Ia sangat berharap respon yang diberikan Ting Yan saat ini adalah respon dari Xi Ji Lan.

"Nona. Bagaimana kau membuat ini?, apa aku boleh tau-"

Ting Yan menghentikan kata-katanya saat ia menoleh dan melihat Yao Xulin mengeluarkan air mata. Kedu mata indahnya menunjukan perasaan bahagia, meski wajahnya saat ini menggambarkan rasa terkejut.

"No-nona?. Maaf, aku tidak bermaksud mencuri resep milikmu. Aku-"

"Terimakasih"

"Eh?"

"Terimakasih, Tuan. Baru kali ini ada yang menyukai rasa ini" ucap Yao Xulin sembari tersenyum. Walaupun bukan respon dari Xi Ji Lan, tapi ia benar-benar senang ada yang memuji kue buatannya.

Bagai ada sebuah panah yang menusuk jantungnya. Entah kenapa Ting Yan dapat merasakan sakit yang dirasakan Yao Xulin, namun ia juga dapat merasakan perasaan bahagia yang sulit dijelaskan karena Yao Xulin sendiri tengah dilanda banyak dilema.

Ting Yan terdiam beberapa saat. Setelah merasakan perasaan itu, ia merasa perasaan marah yang tengah menanjak naik. Ia marah pada Xi Ji Lan yang bisa membuat istrinya sendiri menangis seperti ini.

Ting Yan tersenyum lagi.

"Nona, kali ini saya melihat air mata anda" ucap Ting Yan dengan usil.

Yao Xulin pun baru sadar dan menjadi gelagapan. Ia mencari-cari sapu tangan yang diberikan Ting Yan, namun tidak dapat menemukannya.

"Nona, apa kau mencari sesuatu?"

"Tidak!" Jawab Yao Xulin dengan cepat. Ia kini merasa malu telah bertingkah aneh di depan orang asing.

Saat melihat tingkah Yao Xulin yang menjadi gugup, Ting Yan jadi semakin ingin menjahili Yao Xulin. Jadi ia mengambil kesempatan dan menyeka air mata Yao Xulin dengan jarinya.

"Jika kamu tidak dapat menemukan sapu tangannya, kamu bisa menggunakan tanganku, Nona" ucap Ting Yan. Ia berkata sangat lembut sehingga Yao Xulin harus membuat wajahnya menjadi merah karena benar-benar malu.

Setelah itu, Ting Yan hanya tertawa terbahak-bahak dengan tingkah lucu Yao Xulin. Ia bahkan tidak tau kapan terakhir kali bisa tertawa selepas itu. Karena setelah Ling Yuan meninggal, dirinya dan Xi Ji Lan sama sekali tidak bisa tersenyum lepas. Keduanya diliputi perasaan sedih dan marah sepanjang waktu.

"Ja-jangan tertawa!. Apanya yang lucu!" Tukas Yao Xulin. Ia sendiri juga tidak tau kapan terakhir kali bisa salah tingkah seperti itu.

"Maaf, maaf"

Ting Yan lalu mengambil satu kue lagi untuk mengalihkan perhatian, "aku akan makan satu lagi" ucap Ting Yan. Ia pun memakan kue bulan itu dan menikmatinya.

"Jangan dimakan lagi!" Teriak Yao Xulin.

"Oh, maaf. Aku lupa. Kue ini sangat enak. Apa kau bisa berbagi resepnya denganku Nona?"

"I-itu"

"Janji!" Lanjut Yao Xulin.

"Janji?" Ulang Ting Yan tidak mengerti.

"Ja-janjilah untuk tidak mengayakan kepada siapapun tentang ... tentang saya yang ... menangis. Saya akan membuatkan anda kue bulan persik lagi jika anda memenuhinya" jelas Yao Xulin.

"Benarkah?, kalau begitu aku janji. Kuharap besok kamu bisa membuatkannya untukku lagi?"

Keduanya pun berbincang-bincang sampai larut tak disadari. Mereka juga telah bertukar nama, dan Yao Xulin mengenal Ting Yan dengan nama Tang Yi.

"Boleh aku ambil beberapa lagi?" Ucap Ting Yan.

Karena sudah menceritakan sedikit tentang kue itu, Yao Xulin pun mengizinkan Ting Yan membawanya beberapa karena Ting Yan tidak terlalu peduli dengan kue yang sudah terjatuh itu. Lagipula saat itu Yao Xulin segera memungutnya cepat-cepat sehingga kue-kue itu tidak akan terlalu masalah untuk dimakan.

"Jika anda mau, anda bisa memiliki semuanya"

"Benarkah?. Terimakasih kalau begitu. Dan selamat malam Yang Mulia"

"Selamat malam, Tuan Tang Yi"

***

Ting Yan pun pergi ke kamar Xi Ji Lan untuk memberikan kue-kue yang ia ambil dari Yao Zulin tadi.

"Kau tau?, obat terasa pahit namun dapat menyembuhkan" ucap Ting Yan sambil memberikan kue-kue itu.

Xi Ji Lan seketika berwajah gelap melihat kue-kue itu, namun ia lebih memikirkan kata-kata Ting Yan yang entah bagaimana bisa memiliki kue-kue itu di tangannya.

"Apa maksudmu?" Ucap Xi Ji Lan datar.

"Jika kau ingin melupakannya, maka kau harus mengingatnya. Itu adalah caraku untuk dapat menerima semuanya. Kau tidak bisa terus tenggelam dalam masa lalu. Jangan membuat orang lain tersiksa karena dirimu yang tidak bisa melepaskan Ling Yuan" ucap Ting Yan.

"Apa maksudmu?!" Tanya Xi Ji Lan lagi. Suasana hatinya masih buruk, dan kini ia siap bertarung dengan Ting Yan.

"Apa maksudku?. Ini maksudku!"

Ting Yan memukul Xi Ji Lan. Ia tidak memandangnya sebagai kaisar namun sebagai sahabat yang harus ia tolong. Ia tidak bisa membiarkan sahabatnya tenggelam terlalu lama dalam masa lalu.

"Kau sudah menerima pernikahan itu tanpa selir Yao tau alasanmu yang sesungguhnya. Apa kau masih bisa membuatnya menderita lagi?!. Aku muak dengan tingkahmu!. Kenapa kau tidak menggunakan kepalamu?!" Ucap Ting Yan dengan sangat menusuk.

Namun karena hal itu, Xi Ji Lan akhirnya sedikit sadar jika dirinya tanpa sadar telah menyakiti Yao Xulin, orang yang seharusnya ia lindungi saat ini karena ia tidak ingin masa lalu terulang kembali.