Lima tahun silam.
Kobaran cahaya berwarna merah terang terlihat jelas dari ibukota. Itu adalah kobaran api yang itu berasal dari istana Xi. Kebakaran tengah terjadi didalam sana.
"Siapapun tolong!. Putra mahkota terjebak didalam!. Putra mahkota terjebak di dalam!"
"Siapapun!. Tolong, Kakak Xi Guang!"
Entah apa yang tengah terjadi, para prajurit yang seharusnya dapat bergerak sigap tidak ada yang muncul satupun untuk memadamkan api yang kian membesar.
Xi Ji Lan memandang kobaran api itu dengan tatapan bersalah. Seluruh tubuhnya bergetar. Air matanya terus mengalir. Hatinya terus mendorong dirinya untuk melangkah, namun ia terlalu takut. Ia bukanlah seorang pemberani seperti pangeran lainnya. Maka dari itu Xi Ji Lan sering kali mendapatkan ejekan dari beberapa pangeran dan putra mahkota adalah satu-satunya yang selalu membelanya. Ibu Xi Ji Lan dan ibu Xi Guang bermusuhan dan tidak saling menyukai satu sama lain, tapi itu tidak menghilangkan rasa peduli Xi Guang pada Xi Ji Lan. Dibandingkan dengan dua orang putra mahkota lainnya, hanya Xi Guang yang benar-benar bersikap seperti seorang kakak.
Namun orang sebaik itu terkadang memang tidak selalu bertahan didalam kehidupan istana yang sebenarnya kejam. Kau tidak tau bagaimana persaingan antar putra mahkota untuk merebut tahta kerajaan.
Xi Ji Lan masih diam. Tubuhnya seolah menjadi beku padahal dihadapan wajahnya api tengah melahap setiap bagian didalam pavilium miliknya.
"Kakak"
"Kakak ..."
"Kakak, maafkan aku!"
Setelah berteriak seperti itu, terjadi suara ledakan dari dalam pavilium yang terbakar dan membuat beberapa potong kayu terpental.
"Kak"
Xi Ji Lan menutup matanya setelah potongan kayu yang terbakar menimpanya. Dan saat itulah para prajurit sampai untuk memadamkan api.
Waktu berlalu begitu cepat, begitupula dengan api yang sudah padam dengan cepat karena bantuan dari hujan yang turun dengan begitu deras.
Begitu membuka matanya, Xi Ji Lan berlari dari ruang pengobatan. Ia tidak memperdulikan luka-lukanya dan pergi ke pavilium yang sudah sepenuhnya menjadi hitam.
Xi Ji Lan melangkah perlahan. Selangkah demi selangkah, ia memasuki area kompleks pavilium miliknya yang terbakar. Hujan telah membasahi semuanya.
"Kakak" gumam Xi Ji Lan. Ia masih tidak percaya. Ia mengira itu hanya mimpi buruk, namun Xi Guang benar-benar telah menjadi abu.
"Yang Mulia" ucap seseorang. Suaranya begitu lembut. Dia adalah seorang pelayan yang ikut menyusul Xi Ji Lan lalu memayunginya.
Ling Yuan. Dia tidak berani berkata-kata banyak. Ia hanya tetap memayungi Xi Ji Lan meski pakaian mereka sudah sama-sama basah, namun keduanya tetap berdiri di depan pavilium.
"Yang Mulia. Anda belum menyelesaikan pengobatan. Anda bisa sakit" ucap Ling Yuan mencoba merayu Xi Ji Lan agar kembali ke ruang tabib.
Xi Ji Lan tidak menghiraukan kata-kata dari Ling Yuan. Ia saat ini tengah menyesal. Seharusnya ia bisa pergi menolong Xi Guang, tapi ia terlalu pengecut. Ia takut. Ia tak pernah bisa melangkah maju tanpa sosok Xi Guang didepannya. Ia tidak berani melangkah tanpa ada seseorang yang membimbing jalannya. Dan kini, Xi Ji Lan telah kehilangan pemandunya. Ia menjadi bingung seperti sebuah perahu di tengah lautan. Ia kehilangan arah tujuannya dan terombang-ambing didalam badai pusara perasaannya yang sudah bercampur aduk.
Setelah kejadian itu. Xi Ji Lan dipindahkan ke pavilium Yue yang merupakan pavilium milik Xi Guang. Sementara itu kasus kebakaran di paviliumnya masih diselidiki.
Xi Ji Lan tidak keluar dari kamarnya selama berhari-hari. Ia juga tidak ingin memakan apapun. Ia masih larut dalam perasaan bersalah dan menyesalnya. Namun seorang pelayan dengan berani terus menerus mengusiknya dan memaksanya untuk makan sehingga Xi Ji Lan merasa tidak nyaman.
"Aku sudah muak. Apa yang kau inginkan?!" Tukas Xi Ji Lan pada Ling Yuan yang merupakan pelayan pribadi yang ditunjuk untuk melayani di pavilium Yue.
"Yang Mulia, maaf. Tapi saya hanya khawatir dengan keadaan anda"
"Untuk apa kau khawatir denganku?. Apakah itu bisa mengembalikan kakakku?!" Ucap Xi Ji Lan. Emosinya masih naik.
"Yang Mulia. Kekhawatiran saya memang tidak dapat mengembalikan seseorang yang sudah meninggal, tapi karena hal ini saya menyadari sesuatu yang aneh"
"Apa maksudmu?"
"Yang Mulia, saya memang pelayan baru di istana, namun begitu saya melihat apa yang terjadi saat itu. Saya rasa kebakaran itu memiliki celah. Saya juga pemasaran, kenapa para prajurit saat itu bergerak sangat lambat?. Mungkinkah ..."
"Katakan!"
"Izin berbicara. Mungkin ada seseorang yang telah merencanakan semua itu dan kemungkinan dia adalah orang didalam istana"
Setelah mendengar kata-kata Ling Yuan dengan cermat, Xi Ji Lan pun akhirnya merasa curiga. Meski ia tidak tau siapa yang diincar tapi jika seseorang berniat mengambil tahta, pastilah mereka mengincar Xi Guang yang merupakan kandidat yang sudah dipilih menjadi kaisar berikutnya.
Secara diam-diam. Xi Ji Lan pun mulai melakukan penyelidikan secara mandiri. Mesi Xi Ji Lan seorang pengecut di luar, namun ia adalah seseorang yang sangat dapat diandalkan untuk bergerak dalam diam.
Selang beberapa hari setelah Xi Ji Lan memanggil kembali Ting Yan untuk membantunya menyelidiki kasus itu.
Siapa sangka jika kebakaran terjadi lagi. Dan sudah dipastikan jika kebakaran kali ini karena ingin membunuh Xi Ji Lan. Setelah sebelumnya ia selamat karena kakaknya, kali ini ia selamat karena pelayannya yakni Ling Yuan yang dengan berani berlari menembus kobaran api untuk menariknya keluar.
Saat itu Xi Ji Lan hanyalah pemuda yang masih dalam sifat pendiam dan pemalu, ia juga takut mengambil langkah keputusan. Sampai rasa takutnya itu justru membunuh dua orang yang ia sayang.
Sejak insiden itu Xi Ji Lan jadi pria yang dingin dan tak pernah tersenyum lgi seolah lupa caranya.
"Yang Mulia?, Yang Mulia ..." panggil Yao Xulin.
Xi Ji Lan akhirnya membuyarkan ingatannya di masa lalu. Disaat terakhir, Ling Yuan selalu berada disisinya untuk membantunya mengungkap kasus itu. Ia bahkan juga rela dan berani menyusup ke beberapa pavilium milik pangeran kedua dan ketiga yang diduga kuat berada dibalik insiden kebakaran kakaknya dan dirinya.
Tak hanya itu. Ling Yuan juga selalu dapat membuat Xi Ji Lan menghangat. Ia masih ingat bagaimana Ling Yuan membuatkan kue bulan untuk menghibur Xi Ji Lan yang masih larut dalam kesedihan kehilangan Xi Guang sehingga Xi Ji Lan diam-diam jatuh cinta pada pelayannya itu. Tapi siapa sangka, kebahagiaan singkatnya berakhir dengan cepat saat Ling Yuan berkorban saat pavilium Yue juga dibakar.
"Yang Mulia, wajah anda pucat. Apakah anda sakit?" Tanya Yao Xulin lagi.
Saat mendengar suara Yao Xulin menanyakan keadaannya seperti itu. Xi Ji Lan merasakan deja vu. Ia tidak ingin kehilangan siapapun lagi. Ia ingin melindungi sosok wanita didepannya. Meaki ia belum bisa menempatkan Yao Xulin didalam hatinya, tapi Xi Ji Lan sudah menempatkan Yao Xulin di matanya. Ia tidak akan melepaskan sedikitpun pengawasan pada Yao Xulin.
"Aku tidak tau apa maksudmu, Kak. Tapi aku yakin, kau tau yang terbaik" batin Xi Ji Lan yang sebenarnya tau jika perjodohannya dengan Yao Xulin telah diatur lama oleh Xi Guang mesi hal itu dikatakan sebagai wasiat dari kakek kaisar sebelum meninggal.
"Yao'er ... " suara Xi Ji Lan begitu dalam.
Yao Xulin menjadi sangat terkejut dengan panggilan Xi Ji Lan padanya. Ia memanggilnya dengan namanya dan bukan dengan kata 'kau' atau 'kau' yang selalu ia gunakan.
Entah kenapa, sikap Xi Ji Lan semakin hangat padanya. Kali ini ia bahkan menggenggam tangan Yao Xulin setelah keluar dari kedai.
Hari semakin gelap dan langit mendung ikut mewarnai. Padahal hari ini ada festival lampion, tapi sayang orang-orang harus sesikit kecewa karena hujan turun begitu deras, bahkan rencana Xi Ji Lan telah menjadi kacau.
Keduanya kini berteduh dibawah atap kuil. Tak ada yang berbicara di antara mereka. Hanya ada suara hujan yang beralun bagai sebuah melodi yang membawa ingatan masa lalu.
Tautan tangan keduanya masih terjalin. Xi Ji Lan dan Yao Xulin menatap hujan dan tenggelam dalam fikiran mereka masing-masing. Keduanya memiliki memori buruk saat hujan turun. Entah itu bayangan tentang tubuh seseorang yang mendingin ataupun sebuah bangunan yang telah menjadi hitam. Keduanya telah merasakan kehilangan dan tidak ingin ada kehilangan yang lain.
Tanpa sadar, Xi Ji Lan semakin erat menggenggam tangan Yao Xulin.
Yao Xulin merasakan genggaman Xi Ji Lan yang hangat. Hujan kali ini membuat memori baru untuk keduanya tarutama Yao Xulin. Kali ini tangan yang ia genggam tidak lagi dingin tapi hangat. Kehangatan itu menyebar.
Yao Xulin melirik Xi Ji Lan yang masih menatap lurus kedepan memandang hujan.
Senyuman tipis tergambar di wajah Yao Xulin.
***
Di istana. Seseorang tengah membanting papan caturnya. Ia tidak menyangka jika kali ini ia kalah lagi.
"Anak kecil ini nampaknya masih suka kuajak bermain" gumamnya.
"Baiklah. Aku akan menemanimu bermain, tapi tolong ingat aku tidak memiliki banyak waktu. Aku masih harus mengambil mahkota di kepalamu" gumamnya lagi. Ia mengambil bidak catur raja dan menggenggamnya dengan erat.
"Yang Mulia"
"Oh, kau sudah kembali. Bagaimana?"
"Memang benar, ada sesuatu yang salah dengan kaisar Xi. Nampaknya, setiap bulan purnama ia akan pergi ke sebuah kolam dekat perbatasan suku Rui"
"Terus selidiki"
"Baik, Yang Mulia"
Pangeran ketiga Xi Yun menyeringai. Meski kalah, ia masih memiliki banyak cadangan senjata untuk menjatuhkan Xi Ji Lan.
"Baiklah. Kakakmu ini akan bermain tebak-tebakan. Jika aku benar kau harus memberikan tahta padaku kan?. Lagipula, manusia terkutuk todak boleh menjadi kaisar ..."
"Ayo bongkar semua rahasiamu dan kita akhiri permainan secepatnya"
Xi Yun terlihat mengambil sesuatu dari atas mejanya. Itu adalah sebuah gulungan yang memuat info yang tengah ia cari. Sebuah gulungan yang mungkin akan menjadi senjata barunya untuk memenangkan pertempuran.
"Teknik terlarang Suku Rui ..."