***
"Xi Ji Lan, kenapa kau bersikap dingin?. Kenapa kau mengabaikanku?. Apa kau tidak menyukaiku?. Lantas, kenapa kau menerima pernikahan ini?!."
"Xi Ji Lan, aku membencimu!"
Yao Xulin membuka matanya. Nafasnya berhembus dengan cepat, seirama dengan detak jantungnya. Kepalanya terasa pusing.
"Mimpi itu lagi" gumam Yao Xulin.
Hari-hari biasa yang ia lewati sendiri di Manor Xi bagai mengulang kehidupan masa lalunya yang dipenuhi rasa benci, bahkan Yao Xulin selama beberapa hari berturut-turut memimpikan hal yang sama berulang kali, tentang dirinya yang membenci Xi Ji Lan di masa lalu.
Kadang perasaan ragu muncul di benak Yao Xulin tentang Xi Ji Lan yang tidak menyukainya dan terus mengabaikannya sehingga Yao Xulin sering merasa jika apa yang ia rencanakan di kesempatan kedua ini akan berakhir sama. Ia takut tidak bisa merubah apapun. Ia takut jika Xi Ji Lan sebenarnya memang tidak menyukainya.
Di saat-saat terakhirnya di masa lalu, ia tau perlakuan Xi Ji Lan yang datang untuk menolongnya, namun Yao Xulin berfikir jika itu hanyalah bentuk rasa kasihan. Xi Ji Lan sebenarnya tidak menyukainya sedikitpun.
"Nona, apa anda mimpi buruk lagi?" Tanya Mei Lin yang ikut terbangun.
"Nona wajah anda pucat, apakah anda sakit?" Lanjut Mei Lin setelah melihat wajah Yao Xulin yang memucat setiap kali ia berfikir masa lalunya.
"Tidak apa-apa. Lanjutkan tidur, masih larut" ucap Yao Xulin yang kembali menutup dirinya kedalam selimut.
Mei Lin tidak bisa berkata apa-apa. Ia sedikit khawatir dengan kesehatan Yao Xulin yang sudah lebih dari seminggu bermimpi buruk. Ia tidak tau apakah Nonanya itu memiliki sebuah beban atau tidak karena Yao Xulin tidak pernah bercerita apapun tentang masalahnya.
Mei Lin hanya tau jika Nona Yao-nya itu nampaknya memikirkan tentang kaisar Xi, suaminya.
Meskipun Mei Lin nampak mengerti keresahan Yao Xulin, tapi ia masih harus melakukan tugasnya. Ia tidak bisa memberitau jika seminggu yang lalu kaisar Xi sebenarnya datang berkunjung, namun karena Yao Xulin tidur begitu nyenyak, Xi Ji Lin tidak ingin membangunkannya dan bahkan meminta Mei Lin merahasiakan kedatangannya dari Yao Xulin.
"Haruskah aku memberitau Nona?" Batin Mei Lin dilema karena ia tidak tau hubungan antara Yao Xulin dengan Xi Ji Lan sebenarnya seperti apa. Ia tidak mau ikut campur urusan percintaan orang lain. Semua orang tau, jika hubungan percintaan cukup rumit dan hanya mereka sendiri yang harus menyelesaikannya.
***
Waktu terus berlalu. Yao Xulin berfikir jika dirinya telah membuat langkah, namun nyatanya ia tidak bergerak sama sekali dengan terjebak masa lalu.
Yao Xulin kembali menghabiskan waktu sehari-harinya di Manor Xi seperti kehidupan lamanya.
Namun kali ini sedikit berbeda. Jika di masa lalu ia menghabiskan waktunya dengan perasaan sepi dan bencu, kali ini Yao Xulin menghabiskan waktunya dengan mengingat masa lalu tanpa henti. Begitu banyak fikiran negatif memenuhi kepalanya. Ia ingin melangkah, namun ia ternyata terlalu takut.
Nyatanya ia masih ragu dengan perasaannya. Ia juga masih ragu dengan perasaan Xi Ji Lan di masa lalu.
Entah sudah bunga yang keberapa. Yao Xulin setiap hati tak bisa berhenti membuang kelopak demi kelopak bunga dan bertanya, "apakah Xi Ji Lan memiliki perasaan denganku?"
Yao Xulin takut jika Xi Ji Lan tidak memiliki sedikitpun perasaan padanya sehingga apa yang sudah Yao Xulin rencanakan setelah dirinya terlahir kembali akan tidak berjalan dengan baik, bahkan mungkin apapun yang akan dilakukannya akan menjadi sia-sia.
Yao Xulin selalu berfikir jika cinta memang tidak dapat dipaksakan. Dan ia tidak ingin memaksakan Xi Ji Lan menyukainya.
Terdengar pasrah, namun itu memang cara terbaik untuk tidak membuat hatinya hancur karena perjuangannya sia-sia.
Yao Xulin menghela nafas lagi. Semua kelopak bunga selalu memberikan jawaban tak pasti padanya.
Ya. Dan tidak.
Di masa lalu, Yao Xulin sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memahami Xi Ji Lan dan akan selalu berfikir positif tentangnya. Tenti saja ia sudah melakukan itu dengan dirinya yang tak lagi mau memaksakan perasaan Xi Ji Lan untuk melihatnya.
Sungguh, Yao Xulin hanya ingin ia bisa menebus rasa bersalah atas penyesalannya di masa lalu.
Jika Xi Ji Lan tidak mau melihatnya dan tidak menyukainya itu tidak masalah. Yao Xulin tidak mau berharap lebih. Hanya saja perasaannya selalu mengusiknya.
Yao Xulin telah jatuh cinta pada Xi Ji Lan dan perasaannya semakin dalam sejak ia melihat Xi Ji Lan meninggal karenanya.
"Xiao Yao, apa kau tau?. Xi Ji Lan sebenarnya mencintaimu, tapi kau terlalu bodoh untuk pantas mendapatkan cintanya"
Kata-kata Ting Yan itu masih Yao Xulin ingat.
"Ya. Aku memang bodoh" gumam Yao Xulin. Bahkan jika Xi Ji Lan benar-benar mencintainya, Yao Xulin merasa ia tidak pantas mendapatkannya.
Semuanya menjadi serba salah sekarang.
"Nona, wajah anda pucat. Apakah anda ingin istirahat didalam?" Ucap Mei Lin dengan khawatir.
"Mei Lin, aku ingin bertanya padamu"
"Ya, Nona. Saya akan menjawab sesuai kemampuan"
"Apa yang akan kamu lakukan jika kamu mencintai seseorang, tapi kamu tau orang yang kamu cintai tidak mencintaimu?"
Mendapati pertanyaan itu, Mei Lin terdiam cukup lama dan berfikir sampai akhirnya ia menjawab.
"Nona, sebelum menjawab aku ingin mengatakan sesuatu"
"Katakan"
"Sebenarnya ... seminggu yang lalu. Saat anda tertidur di paviliun. Yang memindahkan anda ke kamar bukan aku dan pelayan, tapi ..."
Yao Xulin terkejut dan menjadi antusias, "Bukan kau?" Ucapnya penuh dengan pertanyaan.
"Benar"
"Katakan dengan jelas. Siapa yang membawaku ke kamar?"
"Itu ... itu adalah Yang Mulia Kaisar Xi"
Yao Xulin jadi lebih terkejut lagi, "Yang Mulia Xi?!"
"Mei Lin, jangan mencoba menghiburku dengan berbohong!"
"Aku tidak berani. Aku mengatakan yang sebenarnya, Nona!"
"Kenapa kau tidak memberitauku sejak awal?!" Tukas Yao Xulin menjadi marah.
Mei Lin langsung bersujud dan berkata, "Nona, aku tidak berani. Itu adalah pesan Yang Mulia Xi agar tidak memberitaumu. Tapi, melihatmu sepanjang hari seperti ini, aku menjadi sangat terganggu dan tidak tahan, jadi aku memberitaukannya. Nona tolong maafkan aku!."
Perasaan kesal Yao Xulin teredam oleh perasaan lega dan bahagia saat ia tau jika Xi Ji Lan menepati ucapannya di pesan meski ia datang tidak tepat waktu.
Bagai mendapatkan cahaya. Yao Xulin mendapatkan sedikit harapan. Ia telah melihat sebuah titik terang di jalannya untuk kembali melangkah.
"Jadi ... Xi Ji Lan benar-benar datang mengunjungiku?" Batin Yao Xulin tidak percaya. Perasaannya saat ini sama seperti di masa lalu saat Xi Ji Lan datang untuk menolongnya.
Tapi satu hal yang membuat Yao Xulin penasaran.
"Kenapa Yang Mulia merahasiakannya dariku dan pergi diam-diam?" Gumam Yao Xulin. Tindakan Xi Ji Lan yang diam-diam dengan jelas mengatakan jika ia tidak ingin orang-orang tau jika dirinya mengunjungi istrinya dan melihatnya.
Keraguan masih menetap di benak Yao Xulin, tapi kini ia memiliki sedikit keberanian untuk melangkah lagi. Yao Xulin ingin memperjelas semuanya. Ia ingin mencari tau apakah Xi Ji Lan menyukainya atau tidak.
Jika ia menyukainya, Yao Xulin akan terus melangkah, tapi jika tidak. Yao Xulin akan berhenti dan tidak akan lagi berurusan dengan itu.
"Mei Lin, siapkan kereta"
"Anda ingin kemana Nona?, lagi pula ... anda tidak bisa keluar dari Manor"
Yao Xulin baru ingat, jadi ia pergi merencanakan sesuatu agar bisa pergi ke istana.
"Mei Lin, pinjamkan aku baju milikmu"
***
Tanpa kereta, dan dengan pakaian pelayan. Yao Xulin pun masih dapat memakai otak dan kakinya untuk pergi ke istana. Tidak ada yang dapat menahannya untuk pergi menemui Xi Ji Lan dan memperjelas semuanya.
Begitu sampai, Yao Xulin tidak tau apakah ini keberuntungan atau bukan karena dirinya langsun dipertemukan dengan Xi Ji Lan di lorong istana. Mau tak mau, Yao Xulin yang masih terengah-engah harus bersikap normal dan bersikap layaknya pelayan.
Yao Xulin membungkuk hormat dan ikut berjejer dengan pelayan lainnya saat Xi Ji Lan lewat.
Sikap Xi Ji Lan tidak berubah sama sekali. Dimanapun ia berada ia selalu memasang wajah dingin. Namun matanya yang tajam sesekali terlihat kosong. Dan hari ini Yao Xulin menyadarinya. Sorot mata Xi Ji Lan menggambarkan jika jiwanya seolah tidak berada dalam raganya.
Setelah melewati deretan pelayan, Xi Ji Lan berhenti.
"Kau yang di berisan ketiga. Pergi ambil siapkan teh dan bawa ke ruanganku" ucap Xi Ji Lan lalu ia kembali melanjutkan perjalanannya.
"Baik Yang Mulia" ucap Yao Xulin yang sudah tegang namun nampaknya Xi Ji Lan tidak menyadarinya jika pelayan di baris ketiga itu adalah Yao Xulin.
Yao Xulin berfikir jika ia mendapatkan kesempatan untuk melihat ruangan Xi Ji Lan dan menemukan sesuatu agar dirinya dapat mendekati Xi Ji Lan. Atau paling tidak ia ingin tau apa saja yang dikerjakan Xi Ji Lan sampai begitu ketat jadwalnya, namun sayang sekali. Yao Xulin justru melihat Xi Ji Lqn sudah berada di dalam ruangan.
"Yang Mulia, ini teh anda" ucap Yao Xulin. Ia bergerak cepat namun saat ia berdiri Xi Ji Lan ternyata sudah menyadari identitas Yao Xulin sejak awal sehingga ia membuat Yao Xulin datang ke ruangannya.
"Kenapa kau ada disini?"
"Yang Mulia, tolong maafkan saya. Apakah tehnya sudah dingin?, saya akan mengambilkan lagi yang lain-"
"
Jangan berpura-pura!" Bentak Xi Ji Lan. Ia lalu menarik tangan Yao Xulin dan menatapnya.
"Bahkan jika kamu menyamar dengan seribu topeng sekali pun aku tau itu adalah kamu, karena aku adalah suami-mu"
Yao Xulin mengambil keberanian untuk bertanya sambil menatap Xi Ji Lan, "aku akan pergi jika kamu menjawabku, Yang Mulia"
"Katakan"
Dengan sedikit takut, Yao Xulin melihat kedua mata tajam Xi Ji Lan, "Kalau begitu, apa kau menyukaiku?"
Hening sejenak. "Kau punya kepala. Fikirkan sendiri" jawab Xi Ji Lan dengan dingin lalu pergi begitu saja.
"Jangan lakukan hal yang tidak-tidak dan pergi kembali ke Manor Xi" pesan Xi Ji Lan sebelum ia benar-benar meninggalkan Yao xulin.
Yao Xulin terdiam. Semua orang bisa saja menikah dan menjadi pasangan suami istri meski mereka tidak saling menyukai satu sama lain, namun karena suatu keadaan mereka harus membuat hubungan itu. Dengan kata lain, "Xi Ji Lan mungkin menerima pernikahanku karena sebuah alasan, tapi kenyataannya adalah ia hanya suami yang tidak memiliki perasaan sedikitpun padaku kan?"
Lagi-lagi Yao Xulin harus kecewa.