Sesampainya di Polsek ketiga remaja yang membolos sekolah digiring masuk untuk diminta pertanggungjawaban atas kesalahan yang telah mereka lakukan.
Mereka berjejer duduk di kursi panjang. "Kalian tahu tidak ada aturan anak yang memakai seragam tidak boleh berkeliaran di jam belajar," tegur Malik dengan tegas berdiri di depan mereka.
"Iya Pak, kita tidak akan mengulanginya lagi," jawab remaja yang duduknya di tengah kedua temannya.
"Percuma kalian akan terus mengulanginya, panggil orang tua atau guru kalian! Suruh jemput," pinta Malik kepada mereka yang tertunduk takut.
Darwis menghampiri Malik yang terlalu tegas dalam memberikan teguran kepada remaja yang sudah ketakutan seperti itu.
Darwis berbisik ditelinga Malik. "Jangan keras-keras, kan mereka masih remaja," ucap Darwis mengingatkan Malik.
Malik melirik tajam ke arah Darwis, lalu mengambil kertas pelanggaran untuk mereka isi. "Isi ini ya! Ini merupakan catatan dari pelanggaran, jika kalian ketahuan melanggar lagi, maka saya tidak akan memberi ampun kepada kalian," perintah Malik kepada ketiga remaja yang patut didisiplinkan.
Mereka mengambil kertas pemberiannya, lalu mulai menulis catatan pelanggaran yang mereka lakukan. Setelah melihat mereka menulis Malik kembali duduk di kursinya, diikuti Darwis yang duduk di depannya
"Memangnya kita harus melakukan ini ya?" tanya Darwis dengan nada pelan kepada Malik.
"Dulu juga aku berpikir hal yang sama denganmu, tapi melihat Andrew dia selalu saja menegur anak sekolah yang melanggar seperti mereka, dan dia berkata "Jika saat masih remaja saja dia sudah melakukan banyak pelanggaran, bagaimana kalau sudah dewasa. Jika keluarga tidak bisa memberi pelajaran kepada mereka , biar kita sebagai aparat negara yang membantu dalam menegur mereka." Itu kata Andrew," jelas Malik sambil tersenyum kagum mengingat Andrew yang sudah dipindahkan tugas.
"Aku banyak belajar dari kalian, memang luar biasa," puji Darwis sambil mengacungkan jempolnya kepada Malik.
Di dalam mobil Andrew menghentikan mobilnya di dekat sekolah SMA yang menjadi tempat Nino sekolah. Mereka menunggu Nino keluar gerbang, dengan ketelitian mereka perhatikan satu persatu anak laki-laki yang keluar dari sekolahnya.
"Dari tadi aku belum melihatnya," ucap Reni sambil melihat anak remaja yang keluar satu persatu dari dalam gedung sekolah.
"Memangnya kau pikir mudah mencari anak remaja yang rata-rata dari jauh wajahnya mirip, ditambah dengan seragam yang sama. Paling hanya postur badan yang berbeda," jelas Andrew dengan wajah serius memperhatikan ke depan.
Reni menahan tawanya mendengar penjelasan dari Andrew yang terlihat serius, membuatnya kegelian dan mengeluarkan suara senyuman.
"Kenapa? Memangnya ada yang salah dari perkataanku," tanya Andrew sambil sesekali melirik ke arah Reni.
"Tidak ada yang salah, tapi..." Reni terkejut saat tangan Andrew diangkat menyuruhnya diam.
"Itu bukan anak yang pakai sweter berwarna hijau tua yang ada gambar basketnya?" tanya Andrew sambil melihat foto yang dibawanya.
Reni melihat anak itu dibonceng motor oleh seorang pria melewati mobilnya. "Dia sudah pergi, ayo kejar," perintah Reni sambil menepuk-nepuk pangkuannya merasa panik dengan anak remaja yang menjadi incarannya.
Andrew langsung memutar balikkan mobilnya lalu melaju dengan cepat mengejar pelaku yang dibonceng menggunakan motor. Di perjalanan Haris yang sedang menyetir, sambil melirik ke arah Komandannya yang penampilannya terlihat lebih muda darinya.
"Komandan maaf kalau saya lancang, apa komandan sudah punya istri?" tanya Haris dengan ragu dan sesekali melihat Viktor.
"Saya duda, kenapa memangnya?" tanya balik Viktor dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Tidak apa-apa Komandan, pantas saja penampilan Anda seperti bujangan yang tidak pusing memikirkan istri yang cerewet dan anak yang selalu ingin kita pulang cepat," jawab Haris bercanda kepada Viktor.
"Apanya yang enak, seharusnya kau ini bersyukur bisa dikaruniai keluarga. Karena tidak semua orang bisa berkeluarga, apalagi memiliki anak. Jadi harus disyukuri," ucap Viktor menasihati anak buahnya.
"Benar juga sih, memang keluarga selalu ada di saat kita butuh segalanya. Hiburan dan semacamnya, mereka merupakan paket komplit," jawab Haris tersenyum menyetujui ucapan Viktor.
"Baguslah jika kau langsung mengerti," jawab Viktor sambil tersenyum lalu melihat keluar kaca jendelanya mobilnya.
Sama dengan Adit dan Ramon sedang berjalan memasuki gang kecil untuk mencari Bambang yang diduga mengontrak sebuah rumah di daerah Jakarta barat. Mereka juga menanyakan kepada warga sekitar yang sedang ada di depan rumahnya yang berpetak-petak.
"Permisi apakah Ibu mengenal orang yang ada di foto ini?" tanya Ramon sambil menunjukkan foto yang dibawanya.
"Sepertinya mirip sama tukang ojek yang mengontrak di sini, tapi sebentar saya tanya dulu kepada yang lainnya, takutnya saya salah lihat," jawab Ibu itu lalu membawa fotonya sambil berjalan kepada geng Ibu-ibu yang sedang berkumpul.
Saat mereka fokus kepada Ibu-ibu yang sedang berkumpul, seseorang pria menggunakan masker dan topi hitam berjalan sambil melirik melewati mereka dengan santai. Ibu-ibu semua melihat fotonya, dan mengatakan hal yang sama dengan ibu yang pertama mereka tanya.
"Iya itu mirip sama tukang ojek yang tinggal di ujung jalan sana, tapi namanya bukan Bambang melainkan Aris kalau dipanggil mas Aris," jelas ibu yang pertama kepada mereka.
"Dia tinggal di ujung jalan sana ya Bu?" tanya Adit kepada Ibu itu.
"Iya kalian jalan saja ikuti jalanan gang ini, nanti kalian menemukan kontrakan dengan cat berwarna merah muda. Di sana Aris tinggal," jelas ibu itu kepada mereka.
"Terima kasih ya Bu, atas informasinya. Kalau begitu kami permisi," pamit Adit tersenyum diikuti Ramon lalu berjalan menyusuri gang untuk pergi ke kontrakan Bambang yang biasa dipanggil Aris.
Pria yang tadi melewati Adit dan Ramon, berjalan mencari taksi untuk pergi ke suatu tempat. Tak lama taksi itu berhenti tepat di depannya, dengan cepat dia masuk dan duduk di kursi penumpang.
"Mau ke mana Mas?" tanya pak sopir kepadanya yang terlihat cemas.
"Jalan saja, nanti saya beritahu," jawabnya sambil mengeluarkan ponselnya.
Ramon dan Adit keluar dari gang dengan nafas terengah-engah habis berlari mengejar pelaku yang mereka cari sambil melihat ke sekitar, tapi tak ada satu pun yang mencurigakan.
"Berarti tadi dia melewati kita?" tanya Ramon sambil mengatur nafasnya.
"Sepertinya dia tahu kita sedang mencarinya, makanya dia kabur seperti itu," jawab Adit dengan mengatur nafasnya lalu menepuk punggung Ramon.
"Aku rasa juga begitu, tapi yang aku bingung dari mana mereka tahu bahwa kita sedang mencarinya," ucap Ramon sambil menggaruk kepalanya.
"Aku juga tidak tahu, mungkin benar jaringan mereka itu luas. Makanya mereka tahu, bahwa kita sedang mencarinya," jawab Adit mengasal sambil tertawa kecil. "Lebih baik kita kembali ke mobil untuk melaporkan kepada komandan," ajak Adit kepada Ramon.
Ramon menghentikan langkah Adit sambil menunjukkan CCTV toko yang ada di seberangnya.