Chereads / BROTHERHOOD : Pengorbanan seorang Kakak / Chapter 16 - Perihal jepit rambut

Chapter 16 - Perihal jepit rambut

Hujan sudah reda namun Andrew belum juga datang, membuatnya sedikit kesal dan memutuskan untuk pulang sendiri ke rumahnya. Saat mulai melangkahkan kakinya, seketika mobil berhenti tepat di depannya dan melihat itu mobil Andrew. Membuka kaca jendelanya, Andrew meminta Sonia untuk segera masuk ke dalam mobilnya.

"Masuklah," ucap Andrew sambil tersenyum merasa bersalah dengan Sonia yang memasang raut wajah yang kesal dengannya.

Sonia membuka pintu mobilnya lalu segera masuk dan duduk di samping Andrew. "Tahu begini lebih baik aku naik angkot, dari pada menunggumu," ucap kesal Sonia sambil memasang sabuk pengamannya.

"Kau tahu sendirilah tugasku, ini saja aku baru selesai dan langsung menjemputmu," jelas Andrew sambil melajukan kendaraannya.

"Bagaimana hari pertamamu bekerja sebagai detektif?" tanya Sonia sambil mengikat rambutnya dengan karet gelang.

Andrew yang melihatnya merasa cemas dengan kondisi rambut panjang Sonia yang nantinya akan rusak jika mengikatnya dengan karet gelang.

"Memang rambutmu tidak rusak? Itu kan karet gelang untuk membungkus nasi bukan rambut," tanya Andrew yang sering melihatnya mengikat rambut dengan karet gelang.

"Mau bagaimana lagi, aku hanya punya ini," jawab Sonia dengan nada santai sambil merapikan rambut depannya yang hampir menutupi wajahnya.

"Memang di minimarket tidak ada karet buat mengikat rambut, sehingga kamu memakai karet gelang seperti ini," tegur Andrew yang terlihat sangat cerewet terhadap Sonia yang sedang mengikat rambutnya.

"Banyak, tapi kau tahu tidak harga jepit rambut disana! Mahal masa untuk seikat karet gelang saja harus menghabiskan uang sepuluh ribu," jawab Sonia membalas Andrew yang tidak tahu soal harga.

"Dasar... Memang ya dari dulu kamu ini tidak pernah bisa berubah selalu saja seperti ini," ucap Andrew keheranan sambil menggelengkan kepalanya.

"Aku hemat saja masih miskin, apalagi aku boros bisa-bisa aku melarat," jawab Sonia dengan celoteh lalu tersenyum melihat Andrew.

Malam yang sepi di kamar Mathew sedang tidur di atas ranjang tidurnya, dengan keringat dingin di wajahnya dan ekspresi yang sedang ketakutan yang di rasakan Mathew dalam mimpinya.

***Mimpi Mathew Alexander***

Di mobil Mathew yang masih berusia 10 tahun duduk di kursi belakang mobilnya, sedang menikmati pemandangan di tengah-tengah kota yang banyak lampu jalanan yang begitu terang. Ayahnya yang sedang mengemudikan mobilnya, bersama ibunya yang ada di samping Ayahnya sedang menggendong adiknya yang masih bayi.

"Kamu senang tidak Mathew?" tanya Ibunya dengan wajah tersenyum melihatnya.

"Senang dong Bu, kapan ya kita bisa kesana lagi. Melihat binatang gajah lagi, aku suka sekali dengan gajah," jawab Mathew dengan ekspresi wajah yang sangat bahagia. "Adik sudah tidur Bu?" tanya Mathew sambil menengok adiknya yang sangat tampan.

"Sudah sayang," jawab Ibunya sembari tersenyum.

Ayahnya yang sedang fokus menyetir sambil menguap, dan terkejut saat melihat cahaya putih terang...

***

Mathew bangun dari tidurnya, terkejut saat harus memimpikan hal yang tidak akan pernah dia bisa lupakan seumur hidup. Lalu dia beranjak dari ranjangnya sambil memakai jaketnya dan mengambil kunci mobilnya lalu pergi meninggalkan kamarnya. Di luar kamarnya, James yang masih terjaga sedang menonton televisi melihat Mathew dengan panik keluar dari kamarnya, dengan cepat James pergi menyusul Mathew.

"Mathew... Mathew... Tunggu, kau mau kemana?" panggil James sambil melihat Mathew yang sudah masuk ke dalam mobilnya.

Mathew terpaksa membuka kaca jendela mobilnya lalu dia pamit kepada James yang ada di depannya.

"Aku harus pergi ke suatu tempat. Kau tunggu saja di rumah, aku akan baik-baik saja," pamit Mathew sambil menutup kembali kaca jendela mobilnya.

"Mathew dengarkan aku dulu... Jangan pergi Mathew..." teriak James sambil melangkah mendekati mobil yang sedang parkir untuk keluar dari gerbang yang dapat membukanya sendiri.

Mathew tidak mendengarkan perkataan James terlebih dahulu, dia pergi saja tanpa tahu bahaya apa yang akan dia terima.

"Semoga saja dia baik-baik saja," ucap James dengan wajah cemas melihat gerbang yang menutup dengan sendirinya.

Di perjalanan air matanya terus mengalir, merasakan kesedihan yang setiap saat dipendam olehnya. Tidak fokus dalam menyetir mobilnya, sambil mengusap air mata yang terus mengalir deras di pipinya.

"Air mata ini sungguh menyiksaku! Tumben sekali aku menangis seperti ini. Aku pikir aku sudah lupa caranya mengeluarkan air mata," gumamnya sendirian sambil mengusap pipinya.

Mobil Andrew baru saja tiba di depan rumah Sonia, lalu dia meminta Sonia segera turun. Karena dia harus segera kembali ke tempat kerjanya.

"Sonia kamu hati-hati ya di rumah, jangan lupa kunci pintunya ya," pesan Andrew kepada Sonia yang sedang membuka sabuk pengamannya.

"Hm... Tenang saja memangnya kau pikir aku ini anak kecil," jawab Sonia sambil bercanda kepada Andrew lalu membuka pintu mobilnya.

"Kalau ada apa-apa secepatnya kabari aku," perintah Andrew kepada Sonia yang sudah keluar.

"Siap Pak Polisi," jawab Sonia sembari hormat lalu tersenyum melihatnya yang sedang menggelengkan kepalanya. "Kau tidak pulang ke rumah malam ini." tanya Sonia sembari memegang pintu mobilnya.

"Aku harus kembali ke kantor untuk menulis laporan, aku pergi ya sekarang," pamit Andrew kepada Sonia yang sedang berdiri di depan pintu.

"Ya sudah kamu hati-hati ya," ucap Sonia lalu menutup pintu mobilnya.

Sonia berdiri melihat mobil Andrew yang melaju pelan untuk keluar dari gang yang ada dua pintu keluarnya, jadi tidak perlu memarkirkan mobilnya lagi. Baru saja mobil Andrew pergi, tak lama mobil mewah melaju melewatinya membuatnya bingung dengan mobil mewah memasuki gang rumahnya.

"Siapa ya? Mobilnya mewah sekali. Apa ada orang yang tinggal di gang ini yang menjadi pejabat, kok mobilnya bagus sekali, itu pasti mahal," gumam Sonia sambil melihat mobil itu berhenti tepat di rumah Andrew. "Lah kok berhenti di rumah Andrew, apa dia rekan kerjanya ya," Sonia bertanya-tanya dengan begitu penasaran.

Mathew hanya membuka kaca mobilnya, melihat rumah yang ada di depannya begitu sederhana dan hangat membuatnya begitu merindukan segalanya yang dia tinggalkan di rumah ini, termasuk adiknya yang masih berusia sepuluh tahunan.

"Rumah ini membuat aku benar-benar merindukannya, bagaimana dia sekarang. Aku sangat ingin melihatnya," batin Mathew lalu terkejut saat seseorang orang datang di depan kaca mobilnya.

Sonia menghampirinya lalu melihat pemilik yang sedang melihat ke arah rumah Andrew itu dengan menatap dekat wajah Mathew yang ada di dalam jendela.

"Cari siapa ya?" tanya Sonia sambil melihat wajah Mathew dari dekat membuatnya terkejut melihat ketampanan Mathew. "Tampan sekali, seperti orang bule," batin Sonia sambil tersenyum malu melihat pria yang ada di depannya.

Mathew terkejut saat melihat wajah Sonia yang samar-samar dilihatnya, dia seperti mengenalnya tapi memorinya terlalu sulit untuk diingat.