Chereads / BROTHERHOOD : Pengorbanan seorang Kakak / Chapter 20 - Rencana penangkapan kurir narkoba

Chapter 20 - Rencana penangkapan kurir narkoba

Di dalam mobil Mathew sedang mengendarai sendiri, melihat mi gelas di kursi yang ada di sampingnya, merasa cemas bisa bertemu dengan Sonia lagi.

"Jakarta ini luas, tapi kenapa aku bisa-bisanya bertemu dengannya lagi," ucap Mathew sambil memukul setir mobilnya.

Tiba-tiba ponselnya berdering panggilan dari James yang sedang ada di rumahnya saat ini. Mencari keberadaan Mathew yang tidak ditemukan olehnya.

"Anda dimana Pak? Saya sedang berada di rumah Anda saat ini, tapi saya tidak bisa melihatnya," tanya James kepada Mathew sedang fokus mengendarai mobilnya.

"Aku sedang berada di luar, nanti aku hubungi lagi kau ya," jawab Mathew mematikan panggilannya lalu meletakkan kembali ponselnya  di atas dasbor.

***

Malam hari pukul 20.00 tim kalong hitam sedang menyiapkan peralatan yang dibutuhkan saat melakukan operasi. Mereka mengecek peluru dipistol masing-masing, setelah itu Victor yang memimpin berjalan lebih dulu keluar dari ruangan diikuti anak buahnya.

"Ayo jalan," perintah Viktor dengan nada datar berjalan tegak melihat ke depan.

Andrew, Reni, Adit, Haris dan Ramon berjalan mengikuti komandannya untuk segera pergi ke klub malam Ninety. Sesampainya di parkiran Viktor memerintahkan untuk membawa mobil dua dan dibagi tiga orang dalam satu mobil.

"Sebaiknya kita bawa dua mobil Haris dan Adit ikut saya! Sisanya ikut dengan mobil Andrew," perintah Viktor sambil melihat semua anak buahnya.

"Siap komandan!!" jawab mereka serentak.

Andrew memimpin berjalan dulu menuju mobilnya diikuti Reni dan Ramon yang ada di belakangnya. Ramon melihat Andrew yang sangat cuek, membuatnya bertanya kepada Reni soal rekannya itu.

"Kalau kau bekerja dengannya sering begini dia?" tanya Ramon sambil berjalan cepat di samping Reni.

"Hus... Jangan banyak tanya. Lebih baik jalan saja," jawab Reni dengan wajah tidak suka terhadap Ramon yang cerewet.

Sesampainya di depan mobil Andrew langsung masuk dan memakai sabuk pengamannya, disusul Ramon yang duduk di sampingnya dan Reni di kursi belakang. Setelah dirasa semuanya sudah siap, Andrew langsung melajukan kendaraannya menyusul mobil dinas yang sudah keluar dari gerbang.

"Sampai disana kalian harus waspada ya, karena kemungkinan mereka menggunakan senjata tajam untuk melawan kita," perintah Viktor duduk di samping Haris yang sedang mengendarai mobilnya.

"Siap komandan," jawab mereka berdua serentak.

Adit yang ada di kursi belakang merasa jantungnya mau copot, dia tak pernah sebelumnya melakukan hal ini. Namun tidak ada cara lain selain mengikuti perintah dari komandannya.

"Huh... Jantungku terasa ingin copot. Ini kali pertama aku melakukan operasi seperti ini," keluh Adit sambil menenangkan dengan mengelus dadanya.

Viktor dan Haris melihatnya dari kaca spion, lalu Haris pun mengakui bahwasanya dia pun sama dengan Adit yang berdebar jantungnya karena takut.

"Sama aku juga, sudah seperti nonton di film-film. Rasanya sungguh mendebarkan," jawab Haris sambit tersenyum matanya fokus pada jalanan.

"Santai saja... Jangan terlalu tegang. Itu justru dapat membuat kalian tidak konsentrasi, lebih baik tenangkan diri kalian, dan berpikirlah bahwa semuanya akan baik-baik saja," sahut Viktor memberikan pengertian kepada mereka yang sedang gugup.

"Siap komandan," jawab mereka dengan lantang.

Berbeda sekali dengan suasana yang ada di mobil Ramon memperhatikan Andrew dan Reni tidak tegang dan justru sangat antusias. Membuatnya tiba-tiba tersenyum sambil menundukkan kepalanya.

"Ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba tersenyum seperti itu?" tanya Andrew yang sedang mengendarai mobilnya dan sesekali melihat ke arah Ramon.

"Tahu! Kau pasti sedang berpikiran kotor kan," tuduh Reni melihat Ramon yang ada di depannya.

"Eh, enak saja kau ini. Tidaklah... Mana mungkin," sangkal Ramon dengan wajah sedikit tersenyum.

"Lalu kenapa kau tersenyum tiba-tiba seperti itu?" tanya lagi Reni penasaran melihat Ramon yang tiada hentinya tersenyum.

"Jadi aku hanya sedang merasa heran saja dengan kalian. Kok bisa, ini kan bisa dibilang operasi pertama kalian, tapi tidak terlihat panik dan gugup seperti itu," jelas Ramon kepada mereka.

"Jika kau takut, ya maka jangan menjadi polisi. Masih banyak kan pekerjaan yang tidak menyangkut dengan penjahat," jawab Reni sambil melihat Ramon yang ada di depannya.

"Betul itu," jawab Andrew datar menyahuti perkataan Reni barusan.

"Iya betul memang perkataannya," jawab Ramon tertawa kecil melihat Andrew.

Reni menyembunyikan senyumnya, baru kali ini Andrew menanggapi perkataannya. Biasanya tidak pernah dan justru cuek kepadanya.

"Tumben sekali dia bicara, biasanya juga diam saja. Kaya patung Pancoran," gumam Reni sambil memperhatikan mereka yang sedang bicara.

Sonia selesai menutup minimarket tempat kerjanya, tidak seperti kemarin dia hari ini harus pulang naik angkot untuk sampai di rumahnya.

"Huh... Andrew sibuk dan tidak bisa menjemputku. Ini semua gara-gara motorku yang rusak dan lama sekali untuk diperbaikinya. Dasar menyebalkan!" gerutu kesal Sonia berjalan menyusuri jalan untuk berhenti di persimpangan.

Tiba-tiba kelima anak tadi siang menghadang jalannya, membuat Sonia sedikit takut dengan tindakan mereka yang menatap tajam ke arahnya.

"Wah kasir minimarket ini rupanya jalan sendiri! Mana pacarmu yang tadi!" ucap pemimpin geng itu sambil tersenyum meledek.

"Sudahlah kalian anak kecil, pulanglah ini sudah malam. Cuci tangan dan kakimu," jawab Sonia menyembunyikan rasa takutnya dengan bicara lantang.

"Hahahahaha."

"Hahahahhaha,"

"Hahahahahahaha,"

Suara mereka tertawa terbahak-bahak menertawakan Sonia yang baru saja memintanya untuk segera pulang ke rumah. Pemimpin geng itu maju perlahan mendekati Sonia, tanpa rasa takut kepada orang yang lebih dewasa.

"Kau pikir kau siapa!" teriaknya dengan menatap tajam Sonia.

Sonia tidak mundur selangkah pun, dia memberanikan dirinya untuk melawan anak-anak nakal yang sudah masuk dalam pergaulan bebas. Melihat beberapa ada yang sedang merokok di hadapannya, langsung menegurnya dengan lantang.

"Jauhi rokok! Itu hanya akan membahayakan kesehatan kalian saja," larang Sonia melihat ke arah tiga empati remaja di belakang pemimpin gengnya.

"Hei orang dewasa ideot! Kau pikir kau siapa! Berani sekali kau memerintahkan aku! Bahkan kedua orang tuaku saja tidak peduli denganku!" teriak remaja wanita dengan wajah kesal membuang puntung rokoknya.

"Itu bukan karena orang tua kalian yang tidak peduli, mungkin kalian yang tidak pernah mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh mereka," jawab Sonia memberikan pengertian kepada mereka.

"BERISIK LU!!!!" teriak pemimpin geng itu dengan menatap tajam Sonia

Mereka tidak tahan dengan tindakan Sonia yang melarang, pemimpin geng dengan cepat bertepuk tangan tanda memanggil merek yang ada di belakangnya untuk segera mengeroyok Sonia.

"Buk..."

"Buk..."

"Buk..."

Sonia dihajar babak belur, tak diberi kesempatan untuk melawannya. Dia diadili oleh kelima remaja itu, membuat tubuhnya kesakitan dibuatnya.

"Lepaskan aku! Beraninya kalian keroyokan!" teriak Sonia mengangkat tangannya ketika sedang dikerubungi oleh mereka yang sedang memukulinya.