Chapter 9 - KEHIDUPAN BARU

Ketika malam berganti pagi, tibalah saat di mana Vio mengawali harinya tuk mengikuti kegiatan di pesantren tersebut. Hari pertama sekaligus langkah awal Vio tuk bisa membiasakan diri bersosialisasi dengan keadaan dan suasana di tempat itu, dengan mengikuti Riris dan Ayu sampailah Vio di sebuah ruang kelas yang ternyata sudah berkumpul puluhan santriawati yang akan mengikuti pelajaran pagi itu. Vio duduk bersama Riris, sedang Ayu di belakangnya tidak lama kemudian datanglah Riha mengucapkan salam. Para santriawati serentak menjawab salam Riha begitu juga dengan Vio, namun gadis itu langsung berseru:

"Ri sini... bareng aku ya duduknya..!!" Pintanya.

"Apa apaan Ukhty ini, beliau kan ustadzahnya. Guru kita.. !!" Ujar Riri setengah berbisik.

"Hahh !!??" Vio pun terkejut, sementara Riha hanya tersenyum dan tetap berjalan menghampiri mejanya. Setelah cukup berbasa basi Akhwat cantik itu pun memulai pelajarannya, ia menjelaskan tentang adab seorang istri kepada imamnya berdasarkan kitab "Adabul Mar,Ah" yang ia baca. Namun Vio justru masih terlihat bingung, bahkan nyaris tak percaya. Ia pandangi wajah nan teduh itu, ada perasaan malu yang tak terkira karna dari kemarin ia sudah bersikap tidak sopan pada Akhwat tersebut yang ternyata Gurunya sendiri. Namun siapa sangka jika ternyata Riha sudah bergelar seorang Guru sementara usianya di prediksi masih belasan bahkan Vio berpendapat lebih muda darinya. Saking khusyuk nya Vio memandangi Akhwat itu, ia pun tak menyadari ternyata saat itu pelajaran telah usai. Satu jam waktu yang berlalu ia habiskan hanya tuk mentela'ah Riha, bahkan ia pun tak mendengar ketika Akhwat tersebut mengucapkan salam pamit dan keluar dari ruangan tersebut.

"Kita ke dapur umum dulu yuu Ukhty.." ajak Ayu menyadarkan lamunan Vio.

"Oo.. iya.. ayo.. tapi belajarnya gimana.. ?? Loh.. ko ga da.. ustadzah tadi kemana ??" Ucap Vio gelagapan.

"Astagfirullah ukhty.. dari tadi pikirannya kemana saja ?? Ustadzah sudah keluar dari tadi ko nda tahu.. ckckck" ujar Riris tak percaya.

"Tadi ustadzah bilang mau ada keperluan, jadi belajarnya sejam saja. Mungkin mau ke pantinya lagi untuk mengajar, biasanya juga begitu.." ungkap Ayu menjelaskan.

"Sepertinya nda mungkin yu, beliau kan kalau ke panti biasanya siang.." sergah Riris.

"Pantinya.. ?? Emang beliau punya panti apa ??" Tanya Vio penasaran.

"Panti asuhan ukhty, menurut senior yang ana dengar katanya ustadzah seorang yatim piatu yang kecilnya tinggal di panti asuhan. Namun karna kecerdasannya sudah terlihat meski masih kecil akhirnya sang pemilik panti menitipkan beliau ke pesantren ini agar kelak setelah dewasa beliau bisa mengajari anak-anak panti tuk belajar Agama, namun belum genap usianya 16 tahun beliau sudah menunjukkan eksistensinya hingga pak kyai terkagum dan langsung menjadikan beliau tenaga pengajar di pesantren ini. Baru tahun kemarin beliau di izinkan mengajar di panti asuhan, itu pun atas permintaan pemilik panti. padahal pak kyai belum tega melepas Ustadzah yang harus bolak balik ke sana sendiri. Dan baru tahun kemarin juga Pak kyai mengangkat Ustadzah menjadi pengurus Asrama putri, beliau di percaya mengemban amanah itu karna pengurus yang sebelumnya yakni putri pak kyai sendiri telah menikah dan ikut bersama suaminya yang kebetulan punya pesantren juga di sana. Pak kyai sangat menyayangi ustadzah dan sudah di anggap seperti anak sendiri, saking sayangnya beliau pada ustadzah pak kyai sering menyuruh supir tuk mengantar jemput ustadzah ke panti. Namun lama kelamaan beliau lebih memilih naik angkutan umum saja, dan pak kyai mengizinkan nya meski kadang suka panik kalau ustadzah pulang terlambat. O iya ukhty... pemilik panti itu orangnya baik dan dermawan lho, beliau merupakan donatur terbesar tuk pesantren ini yang memang masih teman karib pak Kyai sendiri. Beliau juga sangat menyayangi ustadzah bahkan pas kunjungannya kemarin, tersiar kabar pemilik panti itu berkata pada pak kyai bahwa beliau ingin menjodohkan ustadzah dengan putranya namun pak kyai justru ingin menjodohkan ustadzah dengan putranya sendiri. Subhanallah... beruntung sekali ya ustadzah, di inginkan oleh dua keluarga yang sudah pasti baik akan bibit bebet dan bobotnya. Hhmmmm..." ungkap Ayu dengan penuh dercak kagum.

Vio terkesima mendengar penjelasan Ayu, matanya seakan tak berkedip sedikitpun. Ia benar-benar takjub mendengar kisah Riha, yang ternyata menyedihkan di masa kecil namun sungguh sangat mengagumkan.

"Emang berapa usia Ustadzah sekarang.. dan putra siapa yg akhirnya di jodohkan dengan beliau ?? Tanyanya penasaran.

"Usia Ustadzah kalo Nda salah baru 19 tahun ukhty.. ana dulu sempat berpikir kalau beliau masih berusia 17 tahunan hihihi" jawab Riris cekikikan.

"Hhah.. !! Lebih tua dua tahun dari usiaku, tapi ko seperti seumuran ya.. ??" pekik Vio kaget. "Hhhmmm, trus kapan beliau menikah.. ??" Tanya Vio lagi, ia tak menyangka karna fisik Riha ternyata lebih muda dari usia Riha sendiri.

"Hhmmm.. itu baru rencana ukhty, belum pasti. Biasalah obrolan orang tua..!!" Ujar Ayu seraya keluar dari ruang kelas dan kemudian di ikuti Riris dan Vio, mereka bertiga akan menuju dapur umum. Namun baru setengah perjalanan tiba-tiba Vio kembali bertemu santri yang kemarin mengganggunya, dan kali ini santri itu pun melakukan hal yg sama. Mungkin karna Vio masih mempertahankan penampilannya kemarin yang masih terlihat bagian depan dan lekuk tubuhnya, berbeda dengan penampilan para santriawati di pesantren tersebut yang rata-rata memakai kain sarung, baju longgar dan hijab lebar hingga lebih terlihat sederhana dan sopan. Namun lagi-lagi Riha datang menghampiri, akhwat cantik itu bak peri yg selalu tahu kapan Vio membutuhkan bantuan.

"Vii... bisa ikut ana sebentar..??" Tanya Riha, sementara Riris dan Ayu pamit karna keduanya harus pergi ke dapur umum.

"NgGiihh ustadzah.." jawab Vio kali ini lebih sopan.

"Nda usah sungkan Vi, biasa saja. Panggil namanya saja seperti kemarin nda papa ko.." ujar Akhwat itu dengan lembut, ia berjalan menuju sebuah rumah yang masih berada di sekitar pesantren tersebut namun lebih jauh dari rumah pak kyai bahkan dari tempat semula keduanya berdiri.

"Ya nda mungkinlah.. ustadzah kan gurunya Vio.." ucap Vio sembari mengikuti Riha. Namun Akhwat itu hanya tersenyum dengan tetap melangkahkan kakinya, tidak berapa lama kemudian sampailah keduanya di rumah yang di maksud, Rumah dengan dua kamar didalamnya. Riha pun angkat bicara.

"Masuk Vi... ini gubuk ana, nda usah sungkan ya.. yu kita langsung ke kamar saja" ajaknya, Vio pun masuk kedalam rumah dan mengikuti Riha menuju kamarnya. Sesampainya di kamar tersebut Riha langsung membuka lemari pakaiannya sementara Vio duduk di sebuah kursi dengan posisi membelakangi cermin.

"Ana nda pernah merasa jadi guru ko Vi, kita kan lagi belajar bersama, berdiskusi bareng-bareng. Kalo pun ana bisa jawab suatu pertanyaan, mungkin itu hanya kebetulan saja ana tahu jawabannya.." ujar Riha menjawab pernyataan Vio tentang statusnya, ia kemudian menghampiri gadis itu setelah menemukan apa yang ia cari.

"Ana boleh buka hijab Vi.. ??" Tanyanya, Vio terlihat bingung namun tetap menganggukan kepalanya. Mendapat persetujuan itu, Riha langsung membuka hijab Vio dan menggantinya dengan hijab miliknya sendiri yang lebih panjang dan lebar. Setelah selesai, ia membalikkan badan Vio tuk bisa melihat bayangan dirinya di cermin.

"Subhanallah... Vi itu sangat cantik, lebih cantik lagi dengan berhijab seperti ini. Apalagi jika busananya lebih panjang dan longgar.." ujarnya seraya menatap bayangan gadis itu di cermin. Vio ikut memandangi cermin tersebut, ia melihat perbedaan yang sangat kontras. Tiba-tiba matanya mulai berkaca-kaca, Vio baru menyadari bahwa ternyata penampilannya belum sesuai dengan yang di anjurkan. Pantas saja kemarin ia mendapat cemoohan bahkan tindakan pelecehan dari sudut pandang laki-laki, Vio pun menundukkan wajahnya.

"Vii... kenapa.. marah ya ?? Maaf .." ucap Riha seraya berlutut dan memegangi kedua tangan Vio, raut kekhawatiran itu mulai nampak di wajah akhwat tersebut.

"Vi boleh manggil ustadzah mba.. ??" Pinta Vio memelas, kali ini ia memanggil namanya sendiri dengan sebutan Vi seperti yang biasa Ayah dan bundanya, serta Emil sebutkan bahkan di sini Riha pun melakukan hal yg sama hingga semakin membuat Vio merasa nyaman dengan sebutan itu.

"Tentu saja sayaangg... Vi boleh memanggil Ana mba atau apa saja senyaman Vi mau.. anggap saja Ana atau mba ini keluarga Vi sendiri" ucap Riha seakan lebih memanjakan gadis itu, ia pun ikut hanyut dalam suasana kekeluargaan yang dari kecil ia memang akrab dengan panti asuhan.

"Vi kangen Umi dan Abi mba.. hiks hiks.." isak Vio tak kuasa menahan tangisnya, Riha pun ikut menitikkan airmata dan langsung memeluk Vio. Namun tiba-tiba ia melepaskan pelukannya dan berdiri menghindari gadis itu, Vio pun menghentikan tangisnya dan menghampiri Riha yang tengah bersandar di kusen jendela kamarnya seraya memandangi pemandangan diluar.

"Jika Vi yang baru saja sehari di sini sudah sangat merindukan Umi dan Abi.. apalagi mba Vi, yang dari kecil Nda pernah tau bagaimana Abi dan Umi mba.. padahal hati ini sangat merindukannya, rindu yang Nda pernah berujung.." ujar Riha berusaha menahan air matanya. Ia berusaha tegar supaya Vio tak larut dalam kesedihannya. Vio terkejut ia lupa bahwa kisah Riha ternyata lebih memilukan darinya.

"Maafkan Vi mba.. Vi nda bermaksud begitu.." ucap Vio mencoba menenangkan Riha, akhwat itu pun membalikkan badannya seraya menyeka Airmata dan berkata pada Vio:

"NgGiihh Vi, nda papa.. Allah memberikan kita suatu ujian karna memang Allah sayang kepada kita. Dan mba bersyukur masih di berikan anugerah sejauh ini hingga bisa mengirimkan doa tuk kedua orang tua mba di sana.." ujarnya, subhanallah ternyata Riha memang benar-benar Akhwat yang istiqomah mungkin ia lah yang di sebut dengan "Bidadari dunia"..