Chapter 8 - PERJALANAN

Keesokan harinya, ketika Vio yang mau tidak mau harus menuruti keinginan sang Ayah tersebut merasakan sebuah ketenangan yg luar biasa, Hatinya perlahan lahan sudah mulai menerima keputusan itu bahkan Vio terlihat lebih semangat. Mungkin Allah Swt telah membuka pintu hidayah tuk Vio melalui masalah yang tengah menimpanya, terlebih lagi saat sang Ayah menelponnya pagi itu yang semakin memompa semangat Vio tuk belajar di pesantren tersebut.

"Vi sayaangg... maaf Abi nda bisa antar Vi ke sana, tapi Vi nda usah khawatir... Abi sudah urus semuanya dan kebetulan pengurus pesantren itu masih kerabat Abi, jadi Vi nda usah sungkan. Nanti kalo memang Abi menginginkan Vi balik ke sini, biar Abi sendiri yang jemput ke sana. Tapi Abi ada satu permintaan lagi, biar Vi belajarnya Nda terganggu semua alat komunikasi Nda usah di bawah ya termasuk handphone dan laptop. Di sana Vi harus benar-benar mandiri, nanti Abi menghubungi pak kyai nya saja kalo mau bicara sama Vi. Nda apa-apa ya sayang.. ini demi kebaikan Vi sendiri, nanti kalo waktunya sudah tepat Abi akan kembalikan lagi.." sepenggal nasehat itu selalu terngiang di telinga Vio, sepertinya saat ini Gadis itu benar-benar sudah ikhlas menuruti perintah sang Ayah.

"Hati-hati ya sayaangg.. baik-baik di sana, Abi dan Umi akan selalu mendoakan yang terbaik untuk Vi.." ujar sang bunda yang juga turut serta menguatkan hati Vio, meski suara beliau terdengar serak menahan tangis. Keduanya meminta maaf tak bisa menemui putrinya tersebut karna kondisi sang Ayah yang masih harus menjalani perawatan intensif.

Perlahan tapi pasti Vio melangkahkan kakinya dengan mantap menyusuri jalan yang akan membawanya pada sebuah kehidupan yang lebih baru, ia mencari angkot setelah keluar dari stasiun untuk menuju halte bis yang menurut petunjuk orang sekitar bis itu akan membawanya ke pusat kota. Dan dari pusat kota Vi harus naik angkot lagi tuk bisa sampai di tempat yang di maksud. Setelah menempuh jarak hampir seharian dengan singgah dulu di sebuah mesjid sampailah Vi di sebuah pangkalan tuk menunggu angkot tersebut, perjalanannya sedikit lebih lama karna harus berpindah pindah kendaraan umum padahal jika naik taxi tidak akan selama itu. Tubuhnya nampak lelah dan letih, Vio langsung duduk bersandar di sebuah kursi panjang, matanya terpejam menahan penat namun Ketika dalam keadaan demikian datanglah dua laki-laki yang berbadan kekar menghampiri dirinya. Vio pun terkejut, laki-laki tersebut kemudian menggoda Vio dan berusaha mengiming imingi Vio dengan uang ratusan lembar agar mau ikut dengannya. Ternyata penampilan Vio yang kala itu berhijab tapi masih dengan baju ketatnya mampu memancing perlakuan negatif terhadapnya, apalagi Vio gemar sekali menyelempangkan ujung hijab di kedua bahunya yang mana lekuk bagian depan sangat kentara.

Vio sudah sangat ketakutan namun tiba-tiba datanglah seorang akhwat cantik dengan busana yang lebih syar'i dan sederhana menghampiri mereka.

"Assalamualaikum ukhty, maaf ana terlambat pasti ukhty sudah menunggu lama ya. Permisi om.. mas.. kami pergi dulu.. Assalamualaikum.." ujar Akhwat itu seraya menggenggam tangan Vio, sementara Vio terlihat bingung.

"Oo... iya neng wa alaikum salam, lain kali di jaga ya ukhty nya.." ujar laki-laki itu dengan sangat sopannya. Kedua gadis itu pun berlalu dari hadapan mereka dan ketika di rasa cukup aman akhwat cantik itu melepas tangan Vio.

"Maaf ukhty kalo ana lancang, lain kali hati-hati ya.. di sini memang rawan.. ana permisi, Assalamualaikum.. " ucap akhwat cantik tersebut seraya berlalu dari hadapan Vio. Sementara Vio masih terlihat Linglung, ia mengerjapkan matanya berkali-kali.. seakan takjub melihat sosok akhwat muda nan elok itu. Wajahnya yang anggun dengan taksiran usia lebih mudah darinya, serta nada bicara yang lembut dan sopan menggetarkan hati Vio. bahkan sangat pantas jika kedua preman itu seakan ikut menghormati akhwat tersebut, Dari penampilannya Vio justru kembali teringat pada sosok Emil.

"Mil.. aku kangen, bagaimana kabarmu di sana.. ??" Ucapnya membatin. Tak berapa lama kemudian angkot yang di tunggu pun datang, Vio langsung masuk kedalam angkot tersebut. Setelah hampir satu jam menempuh perjalanan, gadis itu pun akhirnya sampai di pesantren. Baru saja memasuki gerbang depan, Vio langsung di sambut dengan siulan para santri Cowok, Sementara para santriawati saling berbisik melihat penampilan Vio seperti itu.

"Suuiittt wiittt !!" Duh neng s*xy bener, Ajak-ajak Abang napa..!!" Goda salah seorang santri disambut gelak tawa santri yang lain namun Vio tetap melangkahkan kakinya meski dengan perasaan aneh. karna menurutnya penampilan ia baik-baik saja dan dalam keadaan berhijab kenapa para santri itu malah mengejeknya, tiba-tiba salah seorang santri tersebut menghampiri dirinya dan berkata:

"Wahhh... maaf neng.. salah Alamat kayanya.. emang mau kemana ??" belum sempat Vio menjawab tiba-tiba suara seorang Akhwat terdengar.

"Heemmm.." sindirnya.. "Assalamualaikum.." ucapnya lagi.

"Wa alaikum salam.. mba, maaf.." ujar santri tersebut dengan malu-malu, ia pun pergi.

"Wa alaikum salam.." Vio ikut menjawab seraya membalikkan badan, namun gadis itu terkejut karna ternyata suara itu berasal dari Akhwat yang saat itu ia temui di pangkalan satu jam yg lalu yang ternyata ia juga baru sampai di tempat itu.

"Astagfirullah ukhty, mesantren di sini juga ya.. kenapa ga sekalian bareng aja tadi.." ucap Vio so akrab, namun akhwat itu hanya tersenyum sambil berkata dan mengulurkan tangannya:

"Eva Varihatul jannah.. panggil saja Riha, nama Ukhty siapa ??"

"Ooo... iya perkenalkan namaku Viola Letfitunnisa panggil aja Vio.." jawab gadis itu menyambut uluran tangan Riha.

"Kalo ana manggilnya Vi saja boleh... ??" Pinta Riha melepas jabatan tangan Vio,

Vio terdiam sejenak, ia lagi-lagi merasakan akhwat cantik itu seakan seperti jelmaan Emil.

"Viii... anti nda pa2.." tanya Riha khawatir.

"Ooo... iya Ri ga pa2 ko, terserah kamu... eh ukhty eh anti... aja... mau manggil pa.. hehe" ucap Vio gugup sambil mengusap usap tangannya sendiri. Riha kembali tersenyum dan berkata:

"Ya sudah.. ana pamit ke asrama dulu ya, kalo Vi mau ke pak Kyai itu rumahnya yang di cat hijau.." tunjuk Riha pada sebuah bangunan. Akhwat itu pun pergi seraya mengucapkan salam pada Vio.

Baru Vio sadari ternyata Pesantren itu sangat besar dan luas di lengkapi beberapa gedung yang berlantai dua mirip gedung sekolah yang memang pendidikan di pesantren tersebut sudah sangat terkenal. Setelah menemui pak Kyai, dan memberikan kabar kepada keluarga melalui telpon rumah milik pesantren, Vio kemudian di antar ke salah satu kamar yg berisi 3 tempat tidur bersama 2 orang santriawati lainnnya yang sudah lebih dulu tinggal di kamar tersebut. Sebenarnya pak Kyai ingin menempatkan Vio di kamar yang cukup luas tuk Vio sendiri, namun Ayah Vio ternyata sudah lebih dulu berpesan pada pak kyai untuk tidak mengistimewakan Vio. Sedang Vio sendiri tidak merasa keberatan tuk hal itu, bahkan ia berharap bisa satu kamar dengan Riha. Namun sesampainya di kamar itu Vio malah kembali di perkenalkan dengan 2 santriawati baru yg bernama Riris dan Ayu karna Riha ternyata tidak mendiami kamar tersebut.

Malam itu Pak Kyai menyuruh Vio tuk beristirahat dan tidak dulu mengikuti pengajian seperti yang lain lakukan karna beliau tahu bahwa Vio pasti kelelahan setelah seharian menempuh perjalanan jauh, oleh sebab itu Riris dan Ayu berniat meninggalkan Vio sendirian di kamar yang memang sudah tertidur pulas semenjak selesai magriban. Namun tidak berapa lama kemudian Vio terbangun, ia mengalami perasaan yang sangat tidak mengenakan.. rasa kangen yang amat sangat luar biasa menggebu, ia kangen akan bundanya, Ayahnya, orang-orang rumah bahkan pada Emil. ternyata Vio masih belum bisa jauh dari orang-orang yang ia sayangi, bahkan Ada perasaan ingin kembali pada malam itu juga. Vio pun sempat kalut hingga Riris hampir saja memanggil pak Kyai, Namun sosok Riha kembali hadir di hadapan Vio.

"Istighfar Vi.... basuh muka Vi dengan berwudhu, kerjakan empat rakaatnya dan berserah dirilah kepada Allah dengan demikian Vi akan merasa lebih tenang.." ujarnya.

Setelah menuruti anjuran Riha, hati Vio pun kembali tenang bahkan ia seakan merasa berat tuk meninggalkan tempat itu padahal sebelumnya Vio sudah bertekad ingin pulang. Senyum bijak Riha ternyata mampu membuat Vio bertahan, hingga Vio beranggapan bahwa Riha adalah peri dari surga yang dikirim Allah untuk menemaninya dalam kegiatan spiritual yang tengah dijalaninya tersebut.