"Tuuuhhh kan Umi bohong, katanya banyak jamaah seusia Vio yg hadir di acara itu... tp mana ?? Nda ada kan.. Semuanya sudah berumah tangga, Vio kan malu Umi.."
Ujar Vio, ia langsung memprotes bundanya padahal ia baru saja sampai di gerbang pagar rumah. Namun sang bunda hanya tersenyum sambil terus melangkah masuk ke dalam rumah seraya mengucapkan salam, hal demikian tentu saja membuat Vio jadi semakin kesal terhadap bundanya.
"Ummmiii... jangan pura-pura nda dengeer deehhh... Vio kesal sama Umi.." rengeknya lagi sambil setengah berlari menghampiri sang bunda yang sudah masuk kedalam rumah, namun Vio sedikit terkejut karna ternyata di ruang tamu sudah ada Ayahnya yg menyambut kedatangan mereka berdua.
"Wa alaikum salam.. subhanallah, Vi sudah pantas ya jadi ustadzah muda. Kapan bisa berdakwa di majlis sekitar sini.. ??" Sindir Ayah Vio yg sedari dulu memang sangat menginginkan anak gadisnya itu menjadi mubaligha yg senantiasa bersyiar dijalan Allah Swt.
"Alhamdulillah Abi... In Sya Allah ini awal yg baik tuk Vi kedepannya. Semoga Vi bisa menjadi seperti yang Abi dan Umi harapkan.. In Sya Allah, Aamiin." Ujar sang bunda menyela perkataan Vio tatkala dirinya hendak menjawab perkataan Ayahnya tersebut, dan sang Ayah hanya ikut mengamini doa sang istri. Vio hanya tersenyum hambar sambil mencium kedua tangan orang tuanya tersebut dan berlalu meninggalkan keduanya kemudian masuk kedalam kamar. Vio membanting tubuhnya diatas kasur, ia merasa kesal namun kekesalan tersebut seakan sirna tatkala ia teringat akan sosok ustadz yang ia lihat di majlis ta'lim tadi. sudut bibirnya berkedut, matanya terpejam.. sepertinya Vio sedang menikmati pemandangan indah wajah sang ustadz. Namun yang paling membuat Vio berkesan adalah senyum sang ustadz yang begitu manis dengan gigi gingsulnya yang terlihat sedikit, sama seperti miliknya. "Apakah kita berjodoh... ??? hihihi..." kikiknya pelan seraya menutup muka malu-malu dengan kedua tangannya. Vio membalikkan tubuhnya dan kemudian mengambil handphone.
Setengah jam kemudian, bunda Vio menghampiri putri kesayangannya tersebut yg saat itu sedang asyik memainkan handphone di kamarnya.
"Assalamualaikum Vi.. Umi boleh masuk.. ??"
"Wa alaikum salam.. NgGiihh Umi.." jawab Vio masih dengan nada bicara yang sedikit kesal. Wanita itu kemudian masuk dan duduk di samping Vio, sedang Vio tetap tengkurap sambil terus mengutak atik handphone nya.
"Vi.. masih kesal sama Umi ??" Tanyanya lagi. Namun Vio tidak menjawab pertanyaan sang Bunda, ia tetap asyik dgn posisinya.
"Iya sudah, Umi minta maaf karna sudah buat Vi kesal. Namun maksud Umi berbuat demikian hanya ingin membuat Vi sadar bahwa betapa mirisnya majlis ta'lim kita itu yg hanya di hadiri para ibu-ibu saja, di mana Generasi mudanya ?? Generasi yg akan menjadi contoh dan panutan generasi berikutnya. Generasi yang berjiwa shaliha, yg berjuang di jalan Allah.
Kita hidup di dunia ini hanya sementara.. ibarat perjalanan kita hanya singgah sebentar karna tujuan yg sesungguhnya adalah Allah dan syurga nya yakni Akhirat. Lalu bekal apa yg sudah kita dapatkan selama singgah di dunia ini, jabatan kah.. ?? Title atau harta berlimpah ?? Bukan itu Vi, tapi Amalan.. Amal shalih dan ilmu yg bermanfaat yang akan menyelamatkan Vi di akhirat kelak. Ingat Vi, dari dulu Abi dan Umi nda pernah meminta Vi tuk berpendidikan tinggi kemudian bekerja dengan berpenghasilan jutaan, yang Abi dan Umi minta.. Vi sukses dalam belajar akidah islam yang sesungguhnya, menjadi anak shaliha, akhwat yg senantiasa beristiqomah dan berilmu. Hingga ilmu itu bermanfaat, khususnya tuk Vi, Abi dan Umi sendiri dan umumnya tuk org lain.
Umi harap Vi mengerti... dan kehadiran Vi di majlis tadi mampu menyadarkan hati Vi. syukur-syukur Vi justru bisa membawa teman-teman Vi tuk bisa mengikuti kegiatan tersebut.." ujar bunda Vio menasehati putrinya itu, kali ini Vio terdiam.. Ia sudah tidak memainkan handphone nya lagi namun tidak sedikitpun Vio beranjak dari posisinya. Sebenarnya ini bukan kali pertama sang bunda menasehatinya, justru hampir setiap hari kata-kata itu terucap bahkan di setiap waktu hanya saja Vi tak mau menggubrisnya.
"kalo memang Vi masih kesal, iya sudah Umi keluar. Tapi pikirkan baik-baik ucapan Umi tadi dan jangan lama-lama ya sayang ngambeknya.." ujar wanita itu lagi seraya mengusap rambut Vio dan kemudian keluar dari kamar tersebut.
Kekesalan Vio sebenarnya sudah hilang, saat ini ia justru merasa bersyukur karna berkat ajakan ibundanya Vio bisa melihat laki-laki yang mampu menggetarkan hatinya itu. Entah kenapa disaat melihat wajah sang ustadz jantung Vio seakan bergetar dengan hebat. Hanya saja ia merasa gengsi dengan sang bunda. Meski terkesan nakal Vio sebenarnya sangat menghormati kedua orang tuanya, ia tetap menjalankan kewajibannya meski belum bisa menjadi seperti yang kedua orang tuanya inginkan.
* * *
Acara di majlis yang kemarin Vio ikuti itu ternyata merupakan acara penutupan sementara sekaligus menyambut bulan suci ramadhan yg kala itu akan tiba satu minggu lagi, karna seperti biasa acara pengajian akan di tutup selama bulan ramadhan dan akan di mulai lagi pada bulan syawal mendatang. Namun ketika menjelang satu hari sebelum bulan suci itu tiba, di sekolah Vio sang kepala sekolah mengumumkan bahwa seluruh murid kelas 3 wajib mengikuti kegiatan pesantren kilat satu bulan penuh selama bulan ramadhan yg akan di adakan di sekolah tersebut dengan bimbingan beberapa ikhwan muda dari sebuah pesantren luar daerah yg sedang melakukan pelatihan syiar.
Bapak kepala sekolah langsung memperkenalkan Ikhwan-ikhwan muda yg berjumlah 4 orang tersebut kepada seluruh anak didiknya yang pada saat itu beliau kumpulkan di sebuah Aula. Sontak kehadiran empat ikhwan muda nan rupawan itu sanggup membuat para siswi histeris, usianya yg rata2 baru berkisar 20_21 tahun dgn postur tubuh dan aura yg mumpuni menjadikan suasana berisik tak terkendali. Tak terkecuali Tere yg seakan kelabakan dan berkoar koar tak jelas tatkala bertanya pada Vio,
"AAAAAA... VIIOOO... GANTENG GANTENG BINGIIITT, ELO PILIH YG MANA ..??"
Sementara Vio seakan terpaku melihat ikhwan muda yg berkemeja abu2, hingga tak menjawab pertanyaan Tere.
"KALO GUE YG ABU2 DONG... SO SWEET..!!" Celotehnya lagi.
"GUE YG BIRU DONG, HHHMMM.. GANTENG BANGETZ.." ujar Oliv seakan tidak mau ketinggalan.
Sedangkan Emil justru terlihat bingung memperhatikan Vio yg masih dengan tatapan lekatnya pada sosok ikhwan yang berkemeja abu-abu itu. Dari keempat gadis ini Emil lah yg paling Alim dari mereka, ia sosok gadis tegar yg berasal dari keluarga tidak mampu dan broken home, ia juga yg paling dekat dgn Vio.
Melihat keadaan Vio yg demikian, Tere dan Oliv malah mengejutkan gadis itu. "Dooorrrrr !!!"
"ABU ABU.." jawab Vio terkejut, ia tak menyadari apa yg sudah ia ucapkan.
Mendengar ucapan Vio seperti itu Tere langsung merengut..
"Ga usah ikut-ikutan gue deehh, kan masih ada dua lagi tuh !!" Sergah Tere dengan sangat ketusnya. Vio hanya tersenyum, mereka berempat tak menyadari karna kegaduhannya itu ternyata mampu memancing berpuluh pasang mata berpusat padanya. Begitu juga dgn ikhwan muda berkemeja abu-abu tersebut, ia seperti terkejut melihat Vio bahkan nampak bingung. Ia seakan senang namun mengerutkan dahinya tanda tak percaya.