Vio memberikan Faiz sebuah benda berupa alat untuk pembatas buku yg bisa digunakan juga untuk pembatas kitab atau penunjuk ketika membaca al_qur'an. Benda itu terbuat dari bahan plastik yg bermotif kaligrafi dengan warna ungu muda dan berukir nama "Violet" yang khusus ia pesankan dari toko langganannya, sementara Emil memberikan Haris sebuah tasbih kecil yang berjumlah 33 butir biji kelengkeng yang ia rangkai sendiri. Meski tidak begitu menarik namun bagi Haris justru di situlah letak keistimewaan Emil yang selalu bersikap sederhana dan apa adanya, hingga Haris merasa yakin untuk mengutarakan maksud hatinya itu. Ungkapan perasaan tersebut ia tulis di selembar kertas dan diselipkan di sebuah buku terjemahan kitab "Risahlatul Mahidh" yang ia rangkum sendiri tuk ia berikan kepada Emil agar Emil mudah memahami isi kitab itu dan mau memanfaatkan waktu luangnya dengan membaca buku tersebut. Sebuah pengutaraan yang membuat hati Emil terharu hingga meneteskan airmata:
"Ukhty bidadari dunia yang tak bersayap.. namun yakinlah dengan hijab Ukhty mampu membawa kita dalam Mihrab Cinta Lillahi ta'ala, meredam khilaf yang berujung pahala. Ana Uhibbu Ilaik, tunggu ana kembali dua tahun lagi.. dengan membawa serta orang tua ana. In Sya Allah.. Haris.
"Masya Allah Vi... romantis sekali ka Haris itu" ucap Emil, hatinya bergetar sangat hebat bahkan nyaris tumbang dari posisinya. Mungkin karna saking bahagianya, jantungnya pun dag Dig dug tak karuan. Ia menatap wajah Vio yang duduk disampingnya, tangannya sibuk membuka sesuatu. Dia hanya menjawab perkataan Emil dengan kalimat singkat, "Aku turut bahagia mil !!?" Tanpa menengok sedikit pun. Ia masih sibuk dengan hadiah dari Faiz. Vio mendapat sebuah bingkisan yang berisi hijab panjang warna Violet yang di ujung kain itu bersulam sebuah huruf arab tak bertajwid namun jelas terbaca "Ahmad Faizul Ilham", yakni nama lengkap Faiz sendiri. Di lengkapi pula dengan sebuah catatan kecil didalamnya:
"Percayalah.. Bidadari dunia itu memang tak bersayap, namun ia pasti berhijab... pertahankan hijab Ukhty dengan busana yang lebih syar'i, dan hiasi hijab itu dengan akhlakul karimah. Barakallahu fiik.. In Sya Allah, semoga Allah mempertemukan kita lagi di saat yang lebih indah dengan ikatan yang lebih pasti"
Vio tersenyum bahagia, matanya tak lepas dari hijab itu.. bahkan kali ini perasaannya lebih menggebu, ia benar-benar berharap Faiz bisa berjodoh dengannya. Ia pun berniat memakai hijab itu tuk menyambut kedatangan Faiz dengan harapan indah menjadi tulang rusuknya. Ia langsung memeluk Emil tanda suka cita. Namun yakinkah Vio dan Emil akan berujung bahagia di akhir penantiannya,,, ?? hanya waktu yang bisa menjawab.
Keempat ikhwan muda itu pun pulang kembali ke tempat asal mereka menuntut ilmu, yakni sebuah pesantren yg cukup terkenal di jawa timur. Namun sebelum berangkat keempatnya sempat berpandangan dari kejauhan, Vio hanya bisa menganggukkan kepala pertanda bahwa ia sudah membaca isi suratnya. Sementara Haris tanpa canggung menghampiri kedua Akhwat tersebut.
"Ukhti bisa antar ana ke rumah Ukhti ?? ana ingin berbicara dengan kedua orang tua Ukhti". Pinta Haris kepada Emil, Sedang gadis itu hanya bisa menunduk sambil menganggukkan kepala, Ia tak kuasa menatap wajah Haris yang sangat membuat hatinya tak karuan.
* * *
Setelah tiba di pesantren, karna masih suasana lebaran maka para santri dari pondok pesantren itu pun mudik ke kampung halamannya masing-masing begitu juga dengan Faiz dan Haris yg memang mereka berasal dari daerah yg berbeda.
Kehadiran para ikhwan muda yg membimbing siswa siswi di sekolah itu ternyata memberikan kesan yang positif, meski keberadaan mereka hanya sebentar nyatanya mereka mampu mengubah pola pikir para siswi yang akhirnya banyak di antara mereka yang tetap mempertahankan hijabnya meski kegiatan pesantren kilat itu telah usai. Tak terkecuali Vio dan Emil yg sudah mantap tuk berhijab, Ada hikmah tersendiri bagi keduanya selama ia mengikuti kegiatan tersebut hingga Vio dan Emil berani mengambil keputusan itu. Namun penampilan Vio masih terlihat seperti dulu hijabnya ia Selempangkan di kedua bahu sehingga tidak menutupi bagian depan. Berbeda dengan Emil yang selalu memakai baju longgar dan hijab lebarnya hingga nampak sederhana dan sopan. Namun Kebencian Tere pada Vio justru semakin memuncak terlebih lagi ia harus menyaksikan Vio mendapatkan sebuah kado dari Faiz, sedang ia sendiri tak mendapatkan apa-apa padahal pemberiannya cukup mahal dan bermerk. Bahkan kebencian Tere seakan berlanjut meski Faiz sudah tidak ada lagi di kota itu, Oliv yg selalu berpihak pada Tere seakan menjadi racun dalam persahabatan mereka. Ia tak henti-hentinya menghasut Tere tuk bisa mengambil hadiah dari Faiz yang di gadang-gadang harusnya hijab itu menjadi miliknya, hingga pada suatu hari terjadilah pertengkaran diantara keduanya yang berujung perkelahian sampai Vio dan Tere harus di DO (Drop Out) dari sekolah.
Saat itu di pagi yg masih sejuk, Tere menghampiri Vio di kelasnya. Bermacam cacian dan hinaan terlontar dari mulut gadis itu, namun Vio tetap terdiam bahkan tak mengindahkan cemoohan Tere tersebut. Ia lebih memilih cuek dengan berusaha tetap mengajak Emil tuk bercanda, namun ocehan Tere semakin lama semakin terdengar panas di telinga dan sadisnya lagi kali ini ia malah menjelek jelekkan orang tua Vio. Emil yg sudah mulai gusar angkat bicara menasehati Tere, namun Tere malah berbalik menghina Emil.
"Ga usah so suci Lo, baru pake hijab sehari aja udah belagu. Ga mikir apa Lo juga dulu sama aja kaya gue, gue sih mending dari keluarga baik-baik dan kaya raya sedangkan Lo... ?? Pernah berpikir ga bokap Lo siapa... atau nyokap Lo ga pernah cerita Lo anak siapa... ?? Kebanyakan laki sih nyokap Lo, Sadar Mil .. Lo itu kalo ga karna dapet beasiswa ga bakal bisa masuk sekolah sini... hidup Lo itu ga berarti, makanya Lo selalu jadi parasit di antara kelompok kita.. ngaca dong Lo siapa so so nasehatin gue... ga ..." belum puas Tere memaki Emil, namun Emil langsung teriak.
"CUKUP... CUKUP RE.. AKU MOHON.." bentaknya, ia pun berlari keluar kelas dan pergi entah kemana.
"KENAPA.. MALU YA PUNYA BOKAP GA BERTANGGUNG JAWAB... DASARR..." belum sempat kata berikutnya terucap tiba2 "plakkkk.." tamparan Vio mendarat di wajah gadis itu,
"Lo boleh hina gue, tapi engga dgn sahabat gue.. lo pikir selama ini gue diem aja karna gue takut ama Lo, ga Re. Ga sama sekali, gue selama ini diam karna berharap Lo bisa berubah tapi ternyata gue salah.. Lo malah lebih brutal, Lo berbeda dari Tere yg gue kenal dulu. hanya karna masalah cowok, yang engga jelas, yg udah ga da di sini lagi.. Lo tega ngehina sahabat-sahabat Lo sendiri. Pikir Re.. pikir pake otak Lo.. !!" Bentak Vio yg sudah tidak bisa menahan emosinya lagi.
Merasa tak terima dengan perlakuan Vio seperti itu, Tere langsung menarik hijab Vio hingga terlepas dari kepalanya dan rambut panjangnya pun terurai, dengan keadaan demikian Tere malah langsung menjambak rambut Vio. Gadis itu pun tak tinggal diam ia balas menjambak rambut Tere hingga perkelahian tak bisa di hindari. Oliv berusaha melerainya, namun keduanya tak bisa di pisahkan. Teman-teman yang lain pun hanya bisa menyaksikan mereka berdua saling menjambak, Sedang Tere sangat bernafsu menarik rambut Vio, Hingga Pak Kepsek datang barulah mereka bisa di pisahkan. Vio dan Tere langsung di sidang di ruang Kepala Sekolah.
"Bapak kecewa dengan kalian berdua, kalian kan OSIS apalagi kamu Vio, sebagai ketua harusnya bisa bersikap dingin. Harusnya kamu bisa jadi contoh teman-teman dan adik kelas kamu, kenapa malah bisa bersikap anarkis seperti ini ?? Kalian mau jadi jagoan atau wonder woman disini ??" Bentak pak kepsek mengutarakan kekecewaannya.
"Maaf pak..." Ucap Vio. Sementara Tere hanya diam saja, raut mukanya masih terlihat Emosi.
"Seingat bapak kalian ini kan berteman baik,, kalo ada masalah dibicarakan baik-baik juga." Ucap pak kepsek lagi.
"Udah deh pak... ga usah bertele tele, trus bapak mau kita gimana ?? kalo suruh baikan sorry saya ga sudi.. !!!" Ujar Tere menolak.
Pak Kepsek hanya bisa menggelengkan kepala, seakan tau perilaku Tere itu seperti apa.
"Tere.. bapak harap kamu tidak menyesal, meski bapak tau orang tua kamu sangat berpengaruh di sekolah ini tapi bapak tidak akan segan-segan untuk mengeluarkan kamu dari sini."
"Terserah bapak, saya juga udah ga sudi lagi satu sekolah sama dia.." Celotehnya sambil berlalu meninggalkan ruangan. Dan pada saat itu juga keduanya di berhentikan dari sekolah padahal kelulusannya hanya tinggal tiga bulan lagi, Vio berusaha membujuk Bapak kepala sekolah agar mempertimbangkan keputusannya itu. Namun beliau tetap tidak memberikan toleransi sedikitpun kepada Vio dan Tere. Jika Tere tidak begitu mempermasalahkan hal tersebut maka berbeda dengan Vio, ia sangat terpukul bukan hanya reputasinya yang buruk bahkan nama keluarganya pun ikut tercoreng.