Chapter 4 - KONFLIK

"Kenapa Vi... ??" Tanya Emil lagi, menyadarkan Vio yg sudah lama terdiam tidak menjawab pertanyaan Emil tentang perasaannya itu terhadap Faiz. Vio menghela nafas panjang, terlihat jelas ada kegelisahan diraut wajah cantiknya.

"Entahlah Mil.. sekalipun ku jawab "Nda suka" nyatanya sejak tatapan pertama di majlis itu sangat menganggu pikiran ku, namun jika ku jawab "iya".. pantaskah aku menginginkannya mil... ?? Salah Nda kalo aku yg Nda baik ini, yg Nda sempurna ini berharap berjodoh dengannya. sedangkan kamu tau sendiri, ustadz muda seperti Faiz pasti kriteria pasangannya Nda jauh-jauh dari lingkungan seperti dia. sementara aku .. ?? berhijab juga Nda, apalagi menjadi akhwat yg shaliha jauh dari kata sempurna. Jadi Aku harus sadar diri.. kalo aku ini Nda pantas untuk dia" jawab gadis itu lirih.

"Vi... Nda ada salahnya kita menginginkan yg terbaik, pasrahkan saja semuanya pada Allah.. jika Allah berkehendak semuanya bisa menjadi muda. Aku juga sadar, kita memang bukan wanita yg pantas untuknya dan mungkin juga bukan kriteria mereka. Tapi jujur Vi, kalo aku pribadi dari kecil aku memang sangat bercita cita ingin menjadi istri dari seorang yg meski bukan ahli agama, namun mengerti dan senantiasa menjalankan perintahNYA. imam yg mampu membawaku ke arah yg lebih baik, Yang bisa membimbing dan mendidik anak-anakku kelak dalam ukhuwah islam yg hakiki..." ujar Emil, namun ia terdiam sejenak.. sepertinya ada sesuatu yg melukai perasaannya, tak berapa lama kemudian ia berkata lagi dengan suara yg pelan dan berat.

"Aku Nda ingin seperti ibuku Vi... yang pernikahannya gagal karna menikahi laki-laki yg sama sekali Nda mengetahui sedikitpun tentang ilmu agama hingga membuat hidup beliau menderita dan....."

belum sempat Emil melanjutkan perkataannya Vio malah memegang tangan Emil dengan begitu erat, ia menggelengkan kepalanya pertanda bahwa Emil tak harus melanjutkan perkataannya tersebut. Sedang mata Emil sudah mulai berkaca-kaca, ada tangis yang tertahan dalam hatinya. Gadis itu memang sangat sensitif jika sudah berbicara tentang keluarga yg memang menjadi kenangan buruk dalam hidupnya. Vio sudah tahu bagaimana terlukanya Emil tentang prahara keluarganya, oleh sebab itu Vio menghentikan ucapan Emil tersebut.

"Apa itu artinya kamu juga menyukai Faiz.. Mil ??" Tanya Vio berusaha mengalihkan pembicaraan, karna ia tak ingin gadis itu lebih larut dalam kesedihannya, Emil langsung menyeka Airmatanya seraya berkata:

"Hanya wanita bodoh yg Nda menyukainya Vi.."

Sementara Vio langsung melepaskan genggaman tangannya terhadap Emil, ia terlihat shock dan kaget.

"Tapi aku Nda akan sebodoh itu tuk menyakiti sahabatku sendiri.." ucapnya lagi, sambil tersenyum dan menarik tangan Vio tuk kembali menggenggam tangannya. Sedang Vio langsung memeluk tubuh Emil sembari berkata:

"Bahkan tuk seorang sahabat seperti mu aku rela membagi apa pun yg aku miliki sekalipun seorang suami, karna ku yakin kamu akan lebih bijak dalam berbagi... sungguh Mil aku berharap berjodoh dengannya.." ucap Vio dengan airmata yang tertahan hingga Emil sedikit terkejut.

"Istighfar Vi, apa yg sudah kamu ucapkan.." tegurnya mengingatkan. Namun Vio tetap memeluk tubuh gadis itu, tanpa memperdulikan ucapan Emil.

* * *

Keesokan harinya, tepat di hari pertama kegiatan pesantren kilat itu berlangsung nampak suasana sekolah berbeda dari biasanya, semua siswa serentak memakai busana muslim hingga menciptakan kesan sejuk layaknya tempat pesantrenan. Mereka semua berkumpul di sebuah aula tuk pembagian kelas, yakni kelas laki-laki dan perempuan. Vio yang kala itu mengenakan hijab warna pink yang ia Selempang kan di kedua bahunya masih terlihat modis dengan tetap mempertahankan celana jeans dan kaos lengan 3/4 nya, hingga masih menampakkan lekuk tubuhnya. Busananya mengikuti trend muslimah Gaul. Penampilannya tidak sama seperti saat dirinya menghadiri pengajian di majlis kemarin yg terlihat sederhana dan feminim. Berbeda dengan Emil yang mengenakan baju longgar dengan hijab putih panjangnya, apalagi Tere dan Oliv yang astaga penampilannya seperti badut sirkus. Medok dan berwarna warni šŸ˜‚ seperti pelangi berjalan.

"Astagfirullah.. ihya memang Nda seperti kemarin, kenapa Vio..." gerutu Faiz membatin.

"gimana iz... sama Nda ama akhwat yg anta maksud kemarin.. ??" Tanya Haris.

"memang dia orangnya hanya saja..." Faiz terdiam, dia merasa sulit tuk menjelaskan kekecewaannya itu kepada Haris.

"mas Haris liat sendiri aja, tuh yang memakai jilbab pink disebelah akhwat yang berkerudung putih panjang itu.." jawab Faiz sedikit merengut.

"Hhhmmm... cantik sih Iz, pantesan aja anta sampe segitunya. Tapi kalo menurut ana penampilannya itu masih perlu diperbaiki.. itu tugas anta iz kalo memang mau serius Ama ihya.." Saran Haris yang usianya memang dua tahun lebih tua dari Faiz.

"Kalo yang pake hijab putih itu siapa iz .. ??" tanya Haris terkesima, ia seperti kagum pada sosok Emil.

"Ana Nda tau mas, kenapa mas Haris Nda langsung kenalan saja sama orangnya." jawab Faiz datar. Haris hanya tersenyum, ia menundukkan wajahnya seakan memikirkan sesuatu.

Singkat cerita di hari-hari kegiatannya, Faiz justru semakin penasaran dengan Vio. Ia semakin menunjukkan ketertarikannya pada gadis itu dengan cara selalu menunjuk Vio di setiap tesnya dalam menguji pelajaran yang ia berikan. Meski rasa kecewanya masih menggebu, namun ia berharap Vio bisa berubah lebih baik lagi. Namun Hal demikian justru semakin memperkeruh hubungan Vio dengan Tere, yang memang sangat menyukai Faiz.

"Vio.. gue mo ngomong sama Lo ??" cegat Tere ketika berpapasan dengan Vio.

"Ada apa lagi sih Re... ???" Tanyanya.

"Maksud Lo pa sih ngedeketin ka Faiz terus ?? kan udah gue bilang ka Faiz itu gebetan gue kenapa Lo masih ngeyel sih.. !!" ucap Tere ketus.

"Astaga Re... siapa yang ngedeketin siapa sih ?? yang ada juga ka Faiz sendiri yang nyamperin gue, nunjuk-nunjuk gue kalo minta sesuatu. secara gue kan ketua OSIS disini, ya harus gue ladenin lah, Trus salah gue dimana ??" sanggah Vio.

"ya ga usah disamperin lah... kan masih ada gue yang bisa bantuin ka Faiz. Lo nya aja yang kegatelan... Dasar munafik !!!" bentak Tere lagi. Vio hanya tersenyum ia berlalu meninggalkan Tere, gadis itu sama sekali tak membalas ocehannya. Al hasil persahabatan mereka pun renggang dan VioLet bubar.

Di penghujung kegiatan mereka yang satu hari lagi menjelang hari raya, pihak sekolah mengadakan acara buka bersama sekaligus acara perpisahan tuk ke empat ikhwan yg sudah membimbing anak didiknya dalam mengikuti kegiatan pesantren kilat itu. Bahkan Bapak kepala sekolah mengizinkan mereka tuk memberikan cinderamata pada masing-masing Ikhwan tersebut. Dari banyaknya murid yg mengikuti kegiatan tersebut hanya Vio dan Emil lah yg mendapat kado balasan dari kedua ikhwan muda itu yakni Faiz dan Haris.