Chereads / The Lord of Warrior / Chapter 23 - Kerja Sama Tim yang Buruk

Chapter 23 - Kerja Sama Tim yang Buruk

Tepat sebelum tekanan udara yang dikeluarkan Eiireen menghantam tanah, Aarav berhasil menyadari serangan tersebut. Setelah mendorong tubuh Erina, Aarav segera mundur beberapa langkah agar serangan tersebut tidak mengenainya.

Baru dua langkah ke belakang, tekanan udara yang dikeluarkan Eiireen menghantam tanah yang sebelumnya dipijak Aarav. Ledakan besar dan kencang tercipta ketika tekanan udara bertabrakan langsung dengan permukaan tanah. Beberapa batu kecil yang sebelumnya ada di sekitar, berhamburan ke udara bagaikan peluru beterbangan.

Bukan hanya itu saja. Tanah kering yang sebelumnya baik-baik saja, tiba-tiba saja pecah dan melayangkan pecahan kecil ke segala arah. Beberapa pecahan tanah dan batu kecil menganai tubuh Aarav yang belum sepenuhnya menghindar. Sedangkan Erina, dia menahan rasa sakit karena bokongnya mendarat tepat di atas batu yang cukup tajam.

"Sialam, apa yang kau lakukan!" teriak Erina mengernyitkan kening, sudut bibirjya ditarik ke atas. "Kenapa kau tiba-tiba saja mendorongku seperti itu." Akibat terlalu fokus pada bokongnya yang kesakitan, Erina tidak menyadari ledakan besar yang baru saja datang.

Pada saat bola matanya melihat pemandangan mengerikan di depan. Kepulan asap tebal membumbung tinggi hingga langit, aroma tanah yang bercampur dengan cairan, serta beberapa batu kecil yang masih beterbangan menghiasi langit. Semua itu terlihat oleh bola mata Erina yang baru saja terbuka.

"A–apa yang sebenernya terjadi?" tanya Erina berwajah masam. Keningnya mengerut dengan mulut terbuka, serta bola mata yang tidak ingin terpejam.

Erina yang masih terkejut, memberanikan diri untuk bangun. Beberapa kali mengusap kening yang penuh dengan keringat bercucuran, serta tubuh gemetar ketakutan.

"Kenapa di depan sana terdapat kawah yang cukup dalam dan menyeramkan," ucap Erina setelah melihat keadaan tanah yang baru saja dihantam kekuatan Eiireen. Sebuah lubang berdiameter satu meter dengan kedalaman lebih dari dua meter.

Seluruh bagian dalam lubang mengeluarkan warna merah menyala disertai uap panas yang keluar dari sana. Bahkan batu besar yang ada di dalam lubang hancur hingga beberapa bagian, dengan bagian tengah meleleh bagaikan es yang mencair.

"Jangan mendekati lubang itu!" teriak Aarav begitu kencang hingga memperlihatkan urat pada leher. Detik berikutnya, dia memalingkan wajah ke samping kanan, mengangkat ujung bibir disertai umpatan yang keluar dari mulut.

Bola mata Eiireen begitu tajam menatap Aarav, pedang kayu pada genggaman tangan diangkat di atas bahu. Kemudian menempelkannya sambil memasang seringai mengerikan. Kepalanya sedikit diangkat, membuat raut wajahnya terlihat sedang merendahkan.

"Apa kau berniat membunjh kami berdua!" teriak Aarav kesal, kerutan pada keningnya terlihat jelas. "Kenapa kau menyerang kami seperti itu. Bagaimana jika hal buruk terja—"

"Itu memang rencanaku dari awal," potong Eiireen sebelum Aarav menyelesaikan ucapan. "Dari awal, aku memang berniat untuk menyerang kalian dengan niat membunuh. Bukankah sudah kukatakan sebelumnya, jika kalian harus menyerangku dengan sekuat tenaga. Seolah ingin membunuhku, itulah hal utama yang harus kalian lakukan."

Mendengar apa yang dikatakan Eiireen, mengejutkan hati Aarav. Tidak hanya akan serius dalam menyerang, dia bahkan harus menghadapi Eiireen yang akan menyerang dengan niat membunuh. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, tidak ada yang tahu semua itu.

"Kenapa? Apa kau tidak bisa melakukan hal itu," tanya Eiireen mengangkat pedang di depan dada, memasang kuda-kuda mantap. Bola matanya menatap Aarav begitu tajam, tekanan yang dihasilkan begitu mencekam.

Merasakan ketakutan yang mendalam, seluruh tubuh Aarav gemetar begitu kencang. Otaknya tidak dapat memikirkan apa yang akan dia lakukan, keringat dingin mulai keluar deras dari tubuhnya. Beberapa kali kepalanya menggeleng, perlahan kakinya mulai bergerak ke belakang agar sedikit lebih jauh dari Eiireen.

"Apa kau merasa ketakutan?" tanya Eiireen maju beberapa langkah, mendekati Aarav yang ketakutan. Tatapan mata yang dikeluarkan Eiireen sangat berbeda dari biasanya, niat membunuh yang saat ini dikeluarkan terasa begitu nyata.

Akibat tekanan yang diterima, membuat seluruh tubuh Aarav kaku dan tidak dapat bergerak. Tubuhnya hanya bisa berhenti dan bergetar, melihat Eiireen yang berjalan mendekati dirinya.

Tanpa diduga, Erina yang sejak tadi termenung seperti ketakutan, justru menyerang Eiireen begitu beringas. Kecepatan pergerakan yang dikeluarkan Erina sangat berbeda dengan karakternya.

Erina yang sebelumnya berada beberapa langkah di depan, tiba-tiba saja muncul di depan Eiireen dengan pedang kayu terangkat di atas kepala. Detik berikutnya, dia mengayunkan tangan hingga pedang kayu mengarah pada kepala Eiireen begitu cepat.

"Apa!" teriak Eiireen mundur beberapa langkah, mengangkat pedang kayu di atas kepala. Berusaha menangkis serangan yang dilancarkan Erina. Terlambat beberapa detik saja, pedang kayu Erina sudah mengenai kepala Eiireen saat ini.

Dua pedang kayu yang memiliki ketahanan dan kekuatan sama saling berhantaman. Udara akibat hantaman pedang, mendorong rambut panjang Erina yang tergerai ke belakang begitu kuat. Wajahnya terlihat sangat berbeda dengan sebelumnya.

Bola mata terbelalak lebar, seakan ingin keluar dari tempatnya. Seringai menyeramkan terlihat menghiasi wajah, diselingi dengan kerutan pada kening.

Erina yang ada di udara, memiliki ketahanan lemah. Hal itu dimanfaatkan Eiireen untuk mendorongnya sedikit kuat. Tubuh kecil Erina terlempar lima langkah ke belakang, terbanting bebarala kali hingga berhenti dengan kuda-kuda mantap.

"Kuda-kuda itu." Kening Eiireen mengerut, bola matanya terbelalak lebar. "Dari mana kau bisa menguasai teknik itu!" bentaknya sedikit keras, genggaman tangan pada pedang kayu semakin kencang dilakukan.

Mendengar pertanyaan Eiireen, seringai mengerikan dikeluarkan Erina. "Kenapa, Ayah?" tanyanya santai, ujung bibirnya ditarik ke atas. "Apakah aku bersalah jika menggunakan teknik yang ada dalam buku itu?"

" ... " Hening, tidak ada jawaban sama sekali yang keluar dari mulut Eiireen.

"Oi, Aarav!" seru Erina masih dengan kuda-kuda mantap terpasang, bola matanya terus saja menatap Eiireen tanpa berpaling sedetik saja. "Apakah kau akan menyerah begitu saja?" tanyanya dengan wajah menghina. "Jika memang itu yang akan kau lakukan, lebih baik kau duduk manis di sana untuk melihatku mengalahkan Ayah."

Aarav yang sejak tadi terduduk di atas tanah, segera mendorong tubuhnya menggunakan kedua tangan. Ujung mata yang berair oleh cairan bening asin, segera diusap agar segera mengering. Aarav membungkukkan badan, mengambil pedang kayu yang tergeletak di dekatnya.

"Kau pikir aku selemah itu, sehingga harus membutuhkan dirimu untuk mengasihaniku?" tanya Aarav sembari menepuk debu yang menempel pada baju. Detik berikutnya, Aarav mengangkat kepala hingga bola matanya menatap Eiireen begitu tajam.

"Akan diperlihatkan kepadamu, bagaimana aku akan mengalahkan Eiireen sekarang!" teriak Aarav begitu mantap.

Eiireen menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. "Baiklah kalau begitu. Sepertinya aku harus lebih serius dari biasanya. Apalagi, aku harus melawan teknik yang ada di dalam buku warisan itu." Ujung bibir Eiireen terangkat, mengeluarkan senyuman tanda semangat.