"Baiklah, kalian berdua." Eiireen menundukkan pandangan mata, tersenyum tipis menatap tanah berlapiskan rumput hijau. Dua detik setelah memandang tanah, Eiireen mengangkat kepala hingga bola matanya melihat Aarav dan Erina yang sudah berkumpul.
"Serang aku sekarang juga!" teriaknya mengangkat pedang kayu di depan dada, memasang kuda-kuda mantap bertahan. Seringai mengerikan masih terpasang pada wajah, seakan bersemangat dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mendengar seruan Eiireen untuk memulai pertarungan. Aarav dan Erina tidak menyia-nyiakan banyak waktu. Mereka berdua segera berlari dengan buas menuju tempat Eiireen berada. Bola mata keduanya terlihat bergerak begitu cepat ke segala arah, berusaha menjaga jika terdapat serangan dadakan yang akan dilakukan Eiireen.
Sedangkan Eiireen yang menjadi target oleh dua orang, hanya berdiam diri sambil tersenyum aneh. "Aku tidak menyangka dapat melihat teknik itu. Apalagi orang yang berhasil menguasainya adalah Erina, putriku sendiri. Tentu saja aku akan sangat bersemangat untuk pertarungan kali ini," batinnya menatap Erina dan Aarav bergantian.
"Apa kau sudah siap, Aarav?" tanya Erina dengan wajah serius. Raut wajah yang diperlihatkannya saat ini, sangat berbeda dengan Erina yang dikenal oleh Aarav.
Menjawab pertanyaan Erina, Aarav tersenyum tipis sembari menganggukkan kepala. Terpaan angin yang begitu lembut, membelai setiap jengkal kulit mereka. Keringat yang sebelumnya bercucuran ke semua badan, mulai mengering terkena terpaan angin.
Beberapa saat kemudian, Erina mengangkat pedang tinggi-tinggi. Ujung pedang kayu yang usang, seketika bersinar begitu terang. Sinar yang dikeluarkan pedang kayu, membuat seluruh sinar matahari yang menyebar langsung berkumpul menjadi satu.
"Celaka!" Eiireen mundur beberapa langkah, memasang kuda-kuda mantap. Dia mengangkat tangan tinggi-tinggi, memasang sikap menangkis serangan dengan sangat hati-hati.
Belum selesai memasang kuda-kuda bertahan, sebuah suara menyilaukan menusuk bola matanya. Bagaikan bom cahaya yang diarahkan agar membutakan lawan sementara.
Cahaya yang dikeluarkan Erina, tidak sepenuhnya menguntungkan dirinya dan Aarav. Karena cahaya itu juga, mereka berdua tidak dapat menyerang Eiireen begitu saja. Jarak pandang yang tidak menguntungkan, membuat mereka harus menemukan celah agar dapat menyerang dengan kekuatan mengerikan.
"Sekarang, Aarav!" teriak Erina tepat setelah cahaya pada ujung pedang kayu mulai memudar.
Tanpa menyia-nyiakan banyak waktu, Aarav langsung menerjang ke arah Eiireen begitu cepat. Kakinya berlari dengan sangat lincah, menghindari berbagai macam rintangan yang ada di sana. Batu besar serta tanah berlubang, tidak menghentikan gerakan Aarav dalam menyerang.
"Sialan!" umpat Eiireen dengan mata terpejam. "Jika terus seperti ini, aku akan dikalahkan mereka berdua." Tanpa dapat menggunakan mata, Eiireen mengangkat pedang sembari merapalkan mantra dari mulut.
Rapalan yang dikeluarkan Eiireen tidak begitu terdengar oleh Aarav. Bahkan Aarav tidak menyadari jika sesuatu yang buruk akan segera terjadi pada dirinya.
"Matilah kau!" teriak Aarav ketika jaraknya dengan Eiireen hanya tinggal satu langkah. Pedang kayu semakin dicengkram dengan erat, energi sihir dialirkan pada pedang kayu begitu banyak. Membuat bilah pedang bervahaya merah darah.
Erina yang berada di bagian belakang, merasakan getaran pada dadanya. "Skakmat," ucapnya lirih. "Sekarang pasti berhasil."
Sebelum melancarkan serangan kepada Eiireen, Aarav melompat dengan pedang kayu di samping kepala. Kedua tangannya menggenggam pedang begitu erat, seakan tidak ingin melepaskannya. Udara yang ada di dalam paru-paru Aarav ditahan agar tidak keluar, kemudian diedarkan ke seluruh tubuh secara berkala.
"Apa yang kau lakukan!" teriak Erina ketika melihat Aarav membuang kesempatan emas untuk menyerang.
Tubuh Aarav berjarak satu meter dari Eiireen. Meski jarak mereka cukup jauh, Aarav tetap saja mengayunkan pedangnya dengan sangat kuat. Udara yang ada di sekitar, terdorong oleh tekanan yang dihasilkan pedang kayu. Mengarah pada Eiireen yang masih belum menggerakkan tubuh sama sekali.
Melihat serangan yang dilakukan Aarav, bola mata Erina terbelalak bagaikan biji buah rambutan. Bukan hanya satu atau dua pedang angin yang mengarah pada Eiireen, melainkan puluhan pedang tajam yang siap mengoyak dan menghancurkan tubuhnya.
"Jadi, ini yang diincar Aarav sejak tadi," batin Erina mengangkat ujung bibir. "Jika dia menyerang satu kali, tidak akan ada kesempatan kedua dan seterusnya. Jadi, dia menggunakan udara sebagai senjata untuk menyerang Ayah."
Namun tepat sebelum bilah pertama mengenai tubuhnya, Eiireen telah mengangkat pedang dan menangkis bilah tersebut. Dua senjata yang sangat berbeda jenis tersebut saling bertabrakan, menciptakan suara kencang memekakkan telinga.
"Apa!" teriak Erina begitu kencang. "Bagaimana mungkin Ayah bisa melakukan hal itu?" Erina segera berlari begitu buas ke arah Eiireen, berniat membantu Aarav yang terlihat kesulitan.
Pedang angin dipatahkan begitu mudah oleh Eiireen. Bilah tersebut melewati tubuhnya begitu saja, kemudian menghancurkan tanah yang ada di belakang. Bukan hanya satu bilah saja yang dapat ditangkis, melainkan bilah kedua dan seterusnya berhasil dihancurkan oleh Eiireen.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aarav masih melayang di udara. "Gerakan apa yang dilakukan Eiireen." Bola matanya terbelalak lebar, melihat gerakan yang dilakukan Eiireen dalam menangkis serangan.
Kecepatan yang dilakukan Eiireen bahkan tidak dapat diikuti oleh mata Aarav. Padahal dia telah memfokuskan pandangan mata hanya pada satu arah dan mengalirkan sihir pada bola matanya. Hal itu dilakukan agar dapat membaca pergerakan yang akan dilakukan Eiireen.
Namun, dengan kekuatan itu saja belum cukup dalam membaca gerakan Eiireen. Kecepatan yang dikeluarkan Eiireen begitu gila.
Ketika kaki Aarav menyentuh tanah, dia segera mengalirkan sihir pada telapak kakinya. Kemudian mendorongmya dengan sekuat tenaga ke arah Eiireen. Serangan Aarav yang sebenarnya adalah sekarang ini, ketika dia menyerang Eiireen dengan tangannya sendiri.
Pada saat jaraknya dengan Eiireen hanya tinggal satu langkah saja, Aarav segera mengayunkan pedang. Mengarah pada leher Eiireen yang terbuka celah sedikit lebar.
Namun, hal itu masih saja disadari. Sebelum serangan Aarav mengenai lehernya, Eiireen mundur dua langkah. Kemudian mengangkat pedang ke samping kepala, mengayunkan pedang tersebut berlawanan jarum jam secara horizontal. Serangan Aarav mengenai udara kosong, menciptakan celah yang begitu lebar.
"Celaka," batin Aarav mencoba menghentikan gerakan. Akan tetapi, pedang milik Eiireen telah berada di samping kepala. Bersiap menghantam dengan sangat kencang.
Aarav mengangkat kaki kanan, menghantamkannya begitu kencang. Tekanan yang dihasilkan, membuat tubuh bagian atasnya menerima rangsangan. Aarav segera memanfaatkan hal tersebut untuk menundukkan tubuhnya, menghindari serangan yang dilakukan Eiireen.
"Ooh ... kau boleh juga rupanya," kata Eiireen ketika pedangan melewati kepala Aarav. "Tidak kusangka kau sanggup menghindari serangan tadi."
Aarag menggigit ujung bibir, memaksa tubuhnya bergerak kembali. "Bergeraklah!" teriaknya begitu kencang memekakkan telinga. Seakan mendapatkan tenaga tambahan, Aarav berhasil menggerakkan tangan ke arah Eiireen.
Erina juga telah sampai di belakang Eiireen, bersiap melakukan serangan gabungan bersama dengan Aarav. Apakah serangan tersebut berhasil untuk mengalahkan Eiireen, atau justru sebaliknya.