Sepanjang perjalanan menuju kampus Caca melihat banyak warung-warung makanan berjejer di sepanjang jalan, namun tidak ada tanda-tanda kalau Hanif akan menghentikan mobil nya di salah satu warung-warung tersebut.
"Ini orang sebenar nya serius gak sih mau ajak aku sarapan?! Hmmm kalo dari tampang-tampang nya si mr.arrogant ini sih kayak nya emang ga mungkin deh dia mau ngajak aku sarapan! Mana perut lapar banget nih! Duh Caaa, nasip mu kok ya malang bener sih!" itulah gumaman yang keluar dari mulut Caca yang tak kuasa menahan lapar nya namun juga tak ada nyali untuk bicara ke mr.arrogant.
Setelah menempuh perjalanan lumayan lama, tiba-tiba Hanif menghentikan mobil nya di sebuah hotel berbintang yang tinggi bangunan nya hampir mencapai langit. Caca menurunkan kaca mobil nya untuk melihat langsung betapa gagah nya gedung yang ada di hadapan nya.
"Kau mau turun atau hanya mau menatap gedung ini dari sini saja?!" kata Hanif tiba-tiba kepada Caca.
"Ha?! Iya mas iya, aku ikut, aku mau turun! Udah dari tadi nahan lapar aku mas!" kata Caca yang langsung bergegas membuka pintu mobil dan langsung berdiri tepat di belakang Hanif.
Hanif berjalan memasuki loby hotel. Caca mengikuti setiap langkah Hanif dengan penuh kehati-hatian, jangan sampai ia berbuat kesalahan yang akan membuat mood Hanif berantakan. Di depan loby hotel Hanif tampak memberikan kunci mobil nya kepada seorang petugas keamanan tanpa berkata apa-apa.
Caca yang baru pertama kali melihat nya merasa aneh. Caca melihat ke arah orang itu dan berbalik badan memperhatikan kemana orang itu pergi dengan kunci mobil itu. Ternyata orang itu bertugas menggeserkan mobil milik suami nya ke parkiran yang semesti nya.
"Wih keren bener deh! Gaya-gayaan nya sih, hidup aku sekarang ini mah uda mirip-mirip nih seperti bos-bosa besar atau tuan-tuan muda di drama-drama korea yang sering aku tonton, tinggal kasi kunci aja, eh uda ada yang langsung markirin mobil nya!hahaha!" gumam Caca sendiri sambil senyum-senyum sendiri.
Saat Caca sedang terhenti dan hanyut dalam hayalan nya, tiba-tiba Hanif menarik tangan Caca. Caca terkejut dan langsung mengikuti kemana Hanif membawa nya. Caca dan Hanif masuk ke dalam lift hotel dengan tujuan lantai 125.
Lagi-lagi Caca yang melihat lantai yang di tuju adalah lantai 125 terkejut bukan kepalang. Seketika tangan dan kaki nya jadi dingin karna sangking terkejut nya.
"Ini kita mau ke lantai 125 mas?! Buat apa? Buat makan mas?!" tanya Caca kepada Hanif dengan suara yang terbata-bata.
Hanif tidak menjawab pertanyaan Caca. Hanif hanya merespon pertanyaan dari Caca dengan sekali lirikan tajam mata nya kepada Caca.
"Ini sebenar nya mau di ajak sarapan atau mau di ajak bunuh diri dari ketinggian sih sebenar nya?! Mau sarapan aja kok ya mesti naik sampe gedung 125 sih?!" gumam Caca sendiri yang merasa aneh.
Tak lama pintu lift terbuka. Hanif langsung berjalan keluar lift dan Caca mengikuti nya. Saat memasuki restoran nya, Caca kembali terkejut hingga di buat melongo tak mampu berkata-kata lagi.
Di tempat itu Caca melihat ada beberapa pejabat besar yang biasa hanya dilihat nya di berita-berita televisi saja. Belum lagi ada beberapa artis ternama yang menggeluti dunia bisnis besar ada di situ juga sedang menyantap hidangan sarapan pagi itu.
Caca berlari kecil mendekati Hanif. Tanpa sadar Caca langsung menarik dan menggandeng tangan Hanif. Hanif dibuat terkejut dengan apa yang dilakukan Caca, karna selama mereka kenal, baru kali ini Caca mau manyentuh diri nya. Namun Hanif membiarkan nya dan terus berjalan menuju meja yang sudah disiapkan untuk nya.
"Mas!mas!mas! Sebenar nya kamu ngajak aku sarapan bareng atau kondangan sih mas?! Sarapan aja kok ya tempat nya semewah ini toh maaaaas?!" kata Caca berbisik kepada Hanif sambil tangan nya terus menggandeng erat tangan Hanif.
Langkah mereka terhenti di sebuah meja yang letak nya di pojok tepat di dekat dinding kaca yang dari tempat mereka menyantap menu sarapan nya ini, mereka disuguhi pemandangan seluruh kota dan taburan awan-awan putih yang bertebaran di langit bagaikan kapas-kapas kapuk putih yang bertebaran dibawa oleh angin.
Hanif langsung duduk dan meminum segelas air putih mengawali sarapan nya. Caca mengikuti nya dengan duduk dan meminum air milik nya. Mata nya terus melihat sekekeling. Caca masih merasa tak percaya dengan apa yang dilihat dan dialami nya hari ini. Hari ini Hanif benar-benar membuat Caca bagaikan menjadi seorang cinderella yang hidup di negeri dongeng.
"Mulai hari ini sadari posisi kedudukan mu! Kau bukan lagi pedagang kerupuk keliling dengan sepeda motor pink! Jadi jaga sikap mu jangan sampai membuat martabat ku dan keluarga ku jelek!" kata Hanif kepada Caca sambil menyantap sarapan nya.
Caca hanya mengangguk meski ia sebenar nya masi sulit mempercayai apa yang ada di hadapan nya saat ini. Dalam waktu singkat ia menikah dengan orang yang baru dikenal nya. Dan sekarang Caca menjalani kehidupan mewah dengan lingkungan dan gaya hidup yang tak pernah terbayangkan oleh nya selama ini. Jangankan membayangkan semua ini, mimpi pun rasa nya Caca tak pernah untuk memiliki kehidupan seperti ini.
"Dan satu lagi, aku sudah membereskan semua perihal berkas untuk kuliah mu, nah ini ATM yang bisa kau gunakan untuk segala keperluan mu, jadi tidak perlu menungguku untuk hal-hal kecil, password nya tanggal pernikahan kita" kata Hanif kepada Caca sambil mengeluarkan dan memberikan sebuah ATM dengan limit tanpa batas kepada Caca.
Lagi-lagi Caca hanya mampu menganggukan kepala nya dan menghabiskan sarapan nya. Setelah selesai sarapan Hanif langsung membawa Caca meninggalkan tempat itu dan kembali ke mobil untuk menuju ke kampus tempat Caca berkuliah.
Dijalan Hanif tidak mengatakan apa-apa, ia hanya diam dan fokus menyetir mobil nya dengan memakai kaca mata hitam yang sudah menjadi ciri khas nya. Dan tak berjarak begitu jauh dari hotel tempat mereka makan, Caca dan Hanif pun sampai di kampus tempat Caca akan berkuliah.
"Turun dan masuk. Kau hanya perlu keruang TU untuk mengambil identitas mahasiswi mu dan ikuti semua pelajaran mu, dan jangan sampai mendapat nilai yang buruk atau aku akan menghajar mu!" kata Hanif sebagai kata-kata penghantar untuk sang istri memulai perkuliahan hari pertama nya.
Caca pun perlahan turun dari mobil. Ketika Caca baru saja turun dari mobil nya, Hanif langsung membawa mobil nya meninggalkan Caca tanpa sepatah kata pun. Caca hanya terdiam menatap mobil Hanif yang perlahan hilang dari pandangan mata nya.
Caca mengalihkan pandangan mata nya ke gedung tinggi yang sekarang menjadi tempat nya melanjutkan pendidikan nya. Dan ini semua benar-benar seperti mimpi yang menjadi nyata bagi Caca.
"Dia sudah di tempat nya! cukup awasi dia, jangan mencampuri apapun urusannya atau melakukan sesuatu yang akan menyulitkan nya! Apapun itu cukup laporkan saja pada ku!" kata Hanif yang sedang berbicara kepada seseorang di telfon sambil menyetir mobil nya.