Malam semakin larut, angin semakin dingin. Hanif pun perlahan bangun dan berjalan menuju mobil nya untuk pulang. Hanif sadar bahwa perihal hati dan perasaan tidak ada yang bisa di paksakan. Terlebih lagi orang yang dicintai oleh Afia adalah Hadi, sepepu jauh Hanif dari ibu nya.
Sejak SMA mereka bertiga sangat akrab, jika dilihat kedekatan dan kekompakan antara Hanif, Hadi dan Afia mereka sudah seperti saudara. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama-sama, baik itu di sekolah maupun saat diluar sekolah.
Mereka seperti tak memiliki temam lain selain antara mereka satu sama lain. Hanif tau sejak dulu Afia menyukai Hadi, hanya saja ia tidak menyangka kalau Hadi akan menerima perasaan Afia. Karna selama ini diantara mereka bertiga Hadi adalah yang paling sering berganti pasangan.
Saat Hanif sedang betarung melawan hati nya yang begitu sedih karna cinta pertama nya harus berakhir bahkan saat ia belum sempat memulai. Hidup memang selalu punya cara nya sendiri untuk memberikan kejutan. Takdir mempertemukan Caca dan Hanif.
Hari itu saat Hanif dalam keadaan fikiran yang sangat kacau entah bagaimana takdir menghadirkan Caca dalam hidup Hanif. Tak lama berselang setelah pertemuan antara Caca dan Hanif, ternyata Hanif mendapat kabar bahwa Afia akan segera kembali dari Malaysia karna perjalanan bisnis nya sudah usai dan ia akan segera melangsungkan lamaran nya dengan Hadi.
Inilah yang menjadi alasan mengapa Hanif begitu menggebu untuk melangsungkan pernikahan. Tak ada yang tahu hal itu adalah alasan Hanif menggebu ingin menikah. Itulah sebab nya Hanif tak ingin ada perayaan istimewa dalam pernikahan nya, karna ia sudah pernah ingin menciptakan momen istimewa dalam hidup nya, namun kisah cinta nya kalah oleh waktu.
"Tega kamu ya Nif, tidak memberitahuku saat kamu menikah! Padahal selama ini gak ada satu moment penting dalam hidup mu yang tidak kau lewati bersama ku, bahkan aku yang selalu ada saat kamu mendapatkan momen penting dalam hidup mu! Apa ini arti persahabatan kita bagi mu Nif?" cecar Afia kepada Hanif sangking kesal nya ia kepada sahabat nya itu.
"Ya sorry lah Fi, udah lewatkan?! Gak akan bisa juga buat di ulang kan?!" kata Hanif yang tidak mau memperpanjang pembahasan itu lagi.
"Ya emang sih, yauda deh buat kali ini okey aku maafin kamu! Tapi lain kali, awas aja kalo kamu sampe berani ngulangi ini lagi! Dan segera perkenalkan aku pada istri mu, okey?!!" kata Afia yang kembali ramah kepada sahabat nya itu.
"Hmm iya oke, liat nanti kalo ada waktu kosong, aku akan atur pertemuan kalian biar bisa saling kenal" kata Hanif dengan nada dan wajah datar.
"Oke deh kalo gitu, aku mau pergi dulu, aku sama Hadi ada janji sama orang decoration buat acara lamaran kita nanti, see you Nif" kata Afia mengakhiri percakapan mereka sambil berjalan kembali ke mobil nya.
Hanif hanya menganggukan kepala nya kepada Afia dan Afia pun langsung bergegas pergi meninggalkannya di pinggir jalan itu. Hanif duduk di dalam mobil nya. Setelah bertemu dengan Afia, Hanif membutuhkan waktu untuk memperbaiki mood nya yang mendadak berantakan karna bertemu Afia dan ia kembali mengingat patah hati nya.
Waktu terus berjalan, tak terasa senja pun tiba. Hanif menghidupkan mobil nya dan perlahan meninggalkan tepi jalan yang rindang karna banyak pepohonan disekitar sisi jalan itu.
Hanif sampai didepan pintu gerbang rumah nya, ia menekan klaksom mobil nya untuk memberitahu satpam rumah agar segera membukakan ia pintu.
Hanif turun dari mobil dan langsung masuk kerumah. Seperti biasa saat dirumah satu-satu nya tempat yang dituju Hanif adalah kamar nya.
Begitu sampai dikamar nya, Hanif meletakkan tas kerja nya di tempat yang biasa, dan ia pun langsung menuju kamar mandi untuk menghilangkan segala rasa gerah yang melanda tubuh dan hati nya.
Hanif memutar keran shower dikamar mandi nya. Perlahan rintik air dari shower jatuh megalir membasahi seluruh tubuh Hanif dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Hanif membiarkan rintikan air membasahi tubuh nya. Hanif diam dan terbayang akan semua momen-momen indah nya bersama Afia yang membuat nya begitu menyukai sahabat masa kecil nya itu.
Hanif seolah berharap segala kenangan itu akan hanyut dan hilang terbawa oleh air yang jatuh dan mengalir. Ditemani dingin nya air Hanif terus menyesali kisah cinta nya yang harus dikalahkan waktu.
Andai ia lebih berani dan cepat memberitahu tentang perasaannya kepada Afia, mungkin ia tidak akan kehilangan cinta pertama nya.
Kini antara Hanif dan Afia hanya akan ada persahabatan untuk selamanya. Untuk itu Hanif harus bisa bekerja sama dengan hati nya untuk cukup menganggap Afia sebagai sahabat kecil nya saja.
Selesai mandi Hanif memakai baju kaos santai dan celana ponggol dan berjalan keluar kamar untuk turun menuju ruang dapur. Hanif selalu mengambil minuman kaleng dingin setiap selesai mandi sepulang kerja.
Saat Hanif memgambil minuman nya ia melihat Caca yang duduk termenung di tepi kolam seorang diri. Hanif membiarkan Caca dan langsung menaiki tangga lagi menuju kamar nya.
Caca menoleh dan melihat Hanif sudah ada dirumah. Ia langsung bangun dan berlari kecil mengejar Hanif ke kamar mereka. Saat sampai di depan pintu kamar nya, Caca tidak langsung masuk. Ia berdiri sejenak untuk mengatur nafas nya yang tersengal-sengal karna berlari saat menaiki tangga.
Caca masuk kamar dan melihat Hanif sedang duduk bersandar di kasur nya sambil menonton televisi. Caca berjalan perlahan mendekati kasur dan duduk dipinggir kasur sambil terus menatap ke arah Hanif. Mulut nya ingin bicara namun hati nya ragu dan takut.
"Eeeee, mas aku mau minta izin, besok mau pulang kerumah ibuk bole gak?" tanya nya sambil menunduk harap-harap cemas dengan jawaban sang suami.
"Gak!!!" jawab Hanif singkat tanpa ekspresi dan tanpa melihat kearah Caca sama sekali.
"Loh?! Sebenar nya hantu apa sih yang marasuki kamu mas?! Masak aku Cuma mau kerumah ibuk aja tidak di bolehin?!" kata Caca yang sedikit geram karna sikap Hanif.
Hanif tidak bergeming, ia tidak memperdulikan ocehan Caca. Ia memilih mematikan televisi dan tidur sejenak melepas penat nya. Sebelum tidur Ia meminta Caca untuk membangunkannya saat jam makan malam tiba.
"Ga usah banyak omong, berisik! Bangunkan aku saat jam makan malam nanti!" ujar Hanif kepada Caca. Caca yang geram pindah duduk ke kursi tempat biasa ia tidur sambil terus menatap geram ke arah Hanif yang sudah nampak tertidur.
Saat hanyut dalam lamunannya menatap Hanif yang terlelap, terbesit pertanyaan dalam benak Caca, perihal apa sebenarnya yang membuat Hanif begitu memaksa dirinya untuk menikah. Padahal ia dan Hanif tahu bahwa mereka sama-sama tidak memiliki perasaan satu sama lain.
Namun Caca tidak ada keberanian untuk mempertanyakan hal itu kepada Hanif. Caca malas memulai pertengkaran antara mereka. Caca selalu mengingat pesan ibu nya bahwa sekarang Hanif adalah suami nya, dan syurga bagi nya ada pada ridho suaminya itu.