*****
Di tempat yang berbeda, di sebuah perumahan mewah yang terletak tepat di ujung jalan perumahan. Ada sebuah rumah mewah berwarna cream berpadu dengan hitam, belantai tiga, berdiri di tanah seluas 1500m, berfasilitas lengkap dengan nuansa taman hijau di bagian depan dan mini golf di halaman bagian belakang.
Rumah dengan nomor blok E.72 ini, adalah rumah kediaman Saksena Al-Warits dan Sarita Al-Warits, adalah orang tua dari Hanif Al-Warits dan adik perempuan nya Meca Al-Warits. Sebenarnya Hanif memilikinseorang kakak Mega Al-Warits yang sudah menikah dan tinggal dirumah berbeda yang tak berjarak jauh dengan mereka.
Saksena adalah keturunan India dan Arab, ia adalah sosok ayah yang sangat menyayangi anak-anak nya terlebih lagi Hanif, maklum saja karna Hanif adalah anak laki-laki satu-satu nya di rumah itu.
Sarita sendiri merupakan seorang istri yang sangat percaya dan patuh kepada suami, Sarita merupakan ibu yang menganggap diri nya adalah teman bagi anak-anak nya.
Pagi hari seperti biasa, makanan sudah tertata rapi di meja makan yang mewah. Satu persatu anggota keluarga datang keruang makan dan duduk di tempat mereka masing-masing.
Seperti biasa Saksena duduk di kursi utama, tempat kepala keluarga. "Good morning" sapa nya kepada istri dan anak nya sembari membalikan piring nya untuk memulai sarapan pagi mereka seperti biasa.
Seleruh anggota keluarga pun membalas sapaan nya "good morning pi" kata mereka kembali sambil melemparkan senyum kearah nya.
"Hanif, bagaimana pabrik? Ada perkembangan atau keluhan ? Papi sudah lama tidak dengar kabar dari kamu" kata nya memulai percakapan pagi itu.
Sudah menjadi tradisi keluarga ini, meja makan dijadikan tempat untuk berdiskusi dan membicaran banyak hal. Karna hanya di meja makan anggota keluarga akan kumpul dengan lengkap dan tanpa handphone atau pekerjaan masing-masing, sehingga pembicaraan terasa lebih intens dan hangat.
"Pih nanti sore ada kosong gak ?" tanya Hanif kepada Saksena. "Nanti soreee…papi kosong nak, ada apa nak? Mau golf bareng papi ?" jawab nya sambil mengoleskan selai coklat keroti yang di pegang nya sembari tersenyum.
"Okey, perfect!nanti sore aku jemput mami dan papi ya" ujar Hanif dengan nada sangat bersemangat dan tersenyum.
"Mau kemana Nif ? Dinner ?" Tanya Sarita penasaran. Karna tidak biasa Hanif mengajak ia dan suami nya keluar bersama. Biasa nya justru Hanif yang paling sulit diajak keluar bersama keluarga.
Dengan semangat Hanif melanjutkan perkataan nya "aku mau ngelamar seorang gadis, anak nya cantik, nama nya Prisha, ayah nya penarik becak dan ibu nya biasa menitip-nitipkan kerupuk gorengan nya ke warung-warung" ujar nya dengan santai dan sambil tersenyum.
Sontak suasana pagi itu menjadi hening seketika. Semua mata menatap tajam kearah Hanif dengan tatapan terkejut, bingung, bahkan Saksena dan Sarita sendjri tidak bisa berkata-kata.
"Kenapa? Kok pada diem? Kaget? Jangan kaget dong! Harus nya bahagia, akhir nya tuntutan keluarga ini untuk aku agar menikah, akan segera ku penuhi, terutama kamu adiku tersayang Meca! akhir nya kamu bisa menikah kan setelah aku menikah, karna uda ga ada lagi penghalang buat kamu kan ?!" ujar nya lagi sambil tersenyum sangat renyah me arah si bungsu Meca.
Bagaimana seisi rumah tidak terkejut bukan kepalang, selama ini Hanif tidak pernah mengenalkan atau membawa pulang seorang wanita kerumah. Dan secara tiba-tiba bagaikan geluduk di siang bolong, Hanif mengatakan ingin melamar seorang gadis. Terlebih lagi dari penuturan Hanif gadis itu tidak berasal dari golongan pengusaha besar.
Maka tak heran, hal ini menimbulkan pertanyaan di benak anggota keluar " siapa Prisha itu? Bagaimana Hanif bisa mengenal wanita yang berlatar belakang jauh dari yang mereka bayangkan".
Di tempat yang berbeda,di rumah Caca baru siap mandi dan sedang bersiap untuk pergi berbelanja bahan dagangan ibu nya seperti biasa.
Saat Caca sedang menyisir rambut nya, tiba-tiba telfon nya berdering. Ketika Caca mengambil telfon nya untuk melihat siapa yang menelfon nya pagi-pagi, ternyata itu panggilan dari Hanif yang di simpan nya dengan nama Mr.Arrogant.
"Mau ngapain sih ni orang nelfon aku pagi-pagi begini?! Gak ada kerjaan apa ya!!" gumam nya sambil melihat panggilan itu.
"Hallo!! Lama bener si kamu angkat telfon ku!" ujar Hanif begitu telfon diangkat oleh Caca.
"Aku lagi sibuk ni, ada apa nelfon pagi-pagi ?" tanya Caca mengabaikan omelan Hanif tadi.
"Nanti sore keluarga ku akan datang melamar, tugas mu hanya satu, yaitu mengiyakan lamaran itu" ujar Hanif dengan nada lantang sangat tegas kepada Caca sambil langsung mematikan telfon diakhir perkataan nya.
Caca yang tidak sempat menjawab perkataan Hanif terdiam dan bingung. Menganggap Hanif bergurau di pagi hari, Caca meletakkan telfon nya dan melanjutkan siap-siap nya agar tidak terlambat berbelanja hari ini.
Setelah pulang berbelanja, Caca melanjutkan aktifitas hariannya dengan membantu ibu nya menyiapkan bahan-bahan untuk menggoreng kerupuk. Dan kemudian tugas Caca adalah memasukan kerupuk yang sudah di goreng ke dalam kemasan seperti biasa.
Tepat setelah dzuhur kerupuk selesai di goreng dan di kemas. Selanjutnya Naning memisah-misahkan kerupuk sambil membagi nya menjadi beberapa bagian dengan jumlah yang sama. Sedangkan Caca bersiap untuk mengantarkan kerupuk-kerupuk itu ke warung seperti biasa.
Memerlukan waktu kurang lebih dua jam untuk Caca menyelesaikan tugas nya menitipkan kerupuk-kerupuk ke warung karna jarak antara warung satu dengan warung lain lumayan jauh.
Tepat jam tiga sore Hanif sudah tiba di rumah nya. Setelah memakirkan mobil mewah nya, Hanif langsung turun dan bergegas masuk kerumah nya dengan langkah yang sangat terburu-buru.
"Assalammualaikum!" salam nya ketika memasuki pintu rumah mewah nya. Langkah kaki nya langsung menuju ke ruang keluarga mencari papi dan mami nya.
"Pi, mi, uda siap? Kita berangkat sekarang?" kata Hanif dengan nada semangat.
"Iya kita uda siap, tapi Nif, apa kamu sudah yakin dengan apa yang mau kamu lakukan? Masalah nya mami dan papi tidak mengenal siapa gadis yang mau kamu lamar dan jadikan istri nak" ujar Sarita kepada Hanif untuk sedikit meyakinkan tindakan putra nya itu.
"Iya nak, papi selalu percaya sama kamu dalam hal apapun yang kamu lakukan, jika kamu sudah memilih dan katakan ingin menikahi gadis ini, papi yakin bahwa gadis ini begitu baik dan layak bagimu sehingga kamu memilih nya, tapi yang papi mau kamu ingat, bahwa pernikahan bukan hal kecil, bukan satu hari atau satu tahun Nif, tapi ini akan seumur hidup mu" ujar Saksena menasehati dan meyakinkan lagi langkah yang di ambil oleh putra kesayangan nya itu.
"Yes mi, pi, aku paham semua nya, dan ini bukan keputusan yang ku ambil sejam lalu, tapi ini keputusan yang uda aku fikirkan berhari-hari lalu, dan aku yakin dengan keputusanku" kata Hanif dengan tegas meyakinkan kedua orang tua nya.
"Oke kalau begitu berarti beres, mari kita berangkat sekarang, nanti kesorean" kata Saksena sambil bergerak melangkahkan kaki dan tangan kanan nya tak lupa merangkul bahu Sarita istri tercinta nya.
Dan tak terasa waktu berjalan sangat cepat. Hari sudah mulai sore, dan tugas Caca selesai. Sore itu saat Caca pulang ke rumah nya, dilihat nya dari kejauhan ada pemandangan yang tak biasa di depan rumah nya. Terlihat ada satu mobil mewah Alphart berwarna putih terparkir di halaman depan rumah nya.
Dipercepat nya laju sepeda motor yang di kendarai nya. Lalu langsung di parkirkan nya sepeda motor milik nya di belakang mobil itu.
"Mobil siapa ini? Kenapa parkir disini ya ?!" fikir nya sambil berjalan masuk ke rumah nya.