"Salam aku, Tuan Putri Cerllynda.
Aku tidak tahu harus mengatakan apa kepadamu. Aku hanya ingin mengatakan padamu, jangan pernah berlebihan dan juga jangan menyalahkan dirimu sendiri dengan semua yang telah terjadi pada kita. Jika memang kenyataannya kita tidak dapat bersatu, maka aku dan kau tidak akan dapat melakukan apa pun lagi.
Aku sangat mencintaimu Tuan Putri, ini adalah kelancanganku kepadamu. Aku tidak ingin sampai Raja Carlin menyakitimu seperti tamparannya tadi pagi. Hatiku terasa sakit seperti sesakit pipi putihmu yang memerah karena tamparan Raja Carlin, aku tahu rasanya pasti sakit sekali bukan? Begitu juga dengan hatimu.
Aku juga ingin mengatakan jika mengijinkanmu untuk berharap jika aku yang akan menang besok pagi di pertarungan. Tapi, aku takut kau kecewa oleh harapan yang kau buat Tuan Putri, aku akan melakukan yang terbaik untukmu. Sekarang, hapuslah air matamu dan tersenyum. Jangan biarkan dirimu menangis Tuan Putri, air matamu yang menetes itu hanya akan membuat hatiku terasa sakit, aku tidak ingin melihatnya. Aku mencintaimu Tuan Putri.
Salam aku Gressylia."
Putri Cerllynda terdiam saat membaca surat balasan dari pujaan hatinya. Air matanya kembali meluncur bebas membasahi pipinya. Rasanya membuatnya sesak, semua kalimat yang tertulis pada kertas tersebut seakan menggambarkan jika Gressylia ingin menyerah tetapi tidak bisa karena dirinya memaksa untuk berjuang.
"Apakah kau akan mengalah Gress?" lirih Putri Cerllynda yang langsung menangis tersedu-sedu.
Dia tidak dapat menghilangkan harapannya untuk menikah dengan Gressylia. Karena dia hanya inginkan Gressylia seorang diri, tidak dengan lain.
"Baiklah Gress. Jika kau hanya berjuuang karena melihatku yang berjuang saat ini. Maka, saksikanlah aku yang akan berjuang untuk cinta ini, karena hanya ini yang membuatmu ikut berjuang. Maafkan aku jika terlalu egois Gress," gumam Putri Cerllynda sambil menghapus air matanya dengan kasar. Dia berusaha tidak menangis agar tidak membuat Gressylia sedih karenanya.
"Mina, tolong buatkan aku teh manis," pinta Putri Cerllynda kepada Mina, pelayannya.
Dia ingin menenangkan pikirannya yang kini terasa kacau. Antara ingin menyerah karena seakan tidak ada harapan di depannya, tapi dia tidak ingin kehilangan pemuda pujaan hatinya itu.
Mina keluar dari kamar Putri Cerllynda menuju dapur untuk meminta pelayan yang bertugas di dapur untuk membuatkan teh Putri Cerllynda.
Sedangkan Putri Cerllynda kini hanya diam dengan pikirannya yang kacau. Dia berbaring lemas di atas kasurnya tanpa berniat melakukan aktifitas apa pun. Dia terlalu pusing dan lelah dengan persoalan cinta ini.
Tapi, cinta ini telah merengut mata dan telinganya. Dia memang dibutakan oleh cinta, tapi hatinya tidak salah memilih. Dia telah memilih pria yang baik yang akan membawa kajayaan untuk negerinya. Hanya karena persoalan beda kasta dan ayahnya yang tidak menyetujuinya tentu itu membuatnya merasa sedikit setres jika trus memikirkan hal demikian.
"Tuan Putri, ini tehnya," ucap Mina dengan suara pelan.
Dia menaruh teh hangat itu di atas nakas, melirik sekilas sang putri yang kini hanya meringkuk lemas, dia tidak sedang menangis, tapi dia lebih persis seperti orang yang tidak memiliki semangat untuk hidup.
Mina akhirnya memilih keluar dari kamar sang putri, membiarkannya sendirian di kamar. Dia membutuhkan ketenangan agar dapat melalui hari-harinya dalam memperjuangkan cintanya dengan Gressylia.
Waktu terasa sangat lamban. Entah kapan hari ini akan berakhir dan tergantikan dengan hari esok yang penuh dengan harapan. Putri Cerllynda menghela napasnya berulang kali, dia sudah cukup merasa penat dengan apa yang terjadi belakangan ini juga dengan seluruh keputusannya untuk menentang sang kasta yang membuatnya tidak dapat memikiki sang pujaan hatinya dengan seutuhnya.
"Bunda, jika Ibunda tahu aku mencintai pemuda miskin dan ingin menikahinya, apakah Ibunda akan marah padaku sama seperti Ayahanda. Bunda, aku merindukan Bunda, aku ingin memeluk Bunda," rengek Putri Cerllynda lagi dengan air matanya yang kembali menetes. Dia cukup cengeng, sangat mudah untuk menangis.
Dia kembali menghapus air matanya dengan kasar. Dia tidak ingin terlihat kacau esokan hari di depan seluruh orang dengan mata memerah karena menangis juga sedikit membengkak, bahkan kantung matanya sedikit menghitam karena tidur terlalu larut.
Semua orang mengatakan jika dialah gadis tercantik di Carvandalle, jadi dia pula harus mempertahankan kecantikannya ini. Tapi, untuk saat ini dia tidak terlalu memedulikan semua itu.
Seharian penuh Putri Cerllynda berdiam diri di dalam kamarnya. Ia sama sekali enggan untuk keluar meski untuk makan malam bersama ayahnya. Dia hanya meminta kedua pelayannya untuk mengambilkan makanannya ke dalam kamar. Dia ingin sendiri untuk menenangkan kegundahan yang ada dalam hatinya.
Raja Carlin pasti tidak menyukai tingkah Putri Cerllynda saat ini, tapi dia yang marah memilih diam dan membiarkan putrinya itu di dalam kamarnya seharian penuh setelah pertemuannya dengan pria bernama Gressylia yang telah membuat putrinya jatuh cinta dan berani menentangnya.
Kini Putri Cerllynda tengah berdiam diri di balkon kamarnya. Dia hanya diam sambil merasakan angin malam yang menerpa tubuhnya bagai belaian lembut seorang ibu. Langit sudah gelap sempurna, hanya ada bintang yang berkelap kelip sepanjang mata memandang langit malam itu, bersama sang bulan berbentuk sabit yang setia menemani sang bintang.
Dia tersenyum tipis melihat pemandangan malam yang memang selalu dia sukai jika melihatnya dari ketinggian. Dari balkonnya ini dia dapat melihat kerlap kerlip lampu-lampu di perkampungan di bawah sana. Sangat indah sekali, sesekali seekor kunang-kunang hilir mudik dalam kegelapan.
"Mina! Tolong ambilkan aku kertas dan pena!" pinta Putri Cerllynda pada pelayannya itu.
Mina menurut dan segera mengambilkan kertas dan penda untuk sang putri.
Putri Cerllynda terdiam sesaat, dia ingin mencurhkan hatinya saat ini, tadi siang dia ingin sekali membalas surat Gressylia, tapi dia terlalu bingung ingin membalas apa.
Malam ini, dia ingin membagikan setengah dari hatinya untuk pemuda pujaan hatinya. Dia mulai mengukir huruf demi huruf hingga menjadi kalimat. Setelah selesai menulis, dia langsung menggulung kertas tersebut, mengikatnya dengan pita merah dan memberikannya pada seekor burung merpati yang akan memberikan surat itu pada pujaan hatinya yang mungkin saja tengah menatap langit yang sama seperti dirinya saat ini.
Dia hanya diam melihat kepergian sang burung merpati yang selama ini selalu bepergian untuk mengirimkan suratnya ke orang-orang yang ditujukan. Dia tersenyum tipis, berharap Gressylia baik-baik saja dengan harapan esok akan menjadi hari yang bahagia.
Hari ini, dia hanya berharap. Dia menginginkan Gressylia menjadi suaminya. Dia ingin Gressylia menang dalan kompetisi esok pagi yang dilihat oleh seluruh orang.
"Jika, Gressylia gagal dan kalah. Apa yang harus aku lakukan?" gumam Putri Cerllynda kembali merasa gusar.
"Aku yang membuatnya seperti ini. Aku pula yang harus bertanggung jawab dengan ini semua. Tapi, bagaimana?"
Dia terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri sambil terus berusaha yakin dan tidak perlu cemas dengan hari esok.
Rasanya malam sangat panjang, lama sekali pagi tiba. Dia tidak sabar untuk melihat Gressylia. Dia ingin melihat kehebatannya lagi untuk kedua kalinya. Dia ingin kembali jatuh cinta pada kehebatan Gressylia hingga mencintai semua hal yang ada padanya.
"Tuhan, tolonglah aku. Aku sangat yakin hanya dialah yang terbaik untukku. Aku tidak ingin anak bangsawan ataupun Putra Mahkota. Mereka semua bukanlah orang yang aku cintai. Mereka pula bukanlah orang yang cukup baik di mataku, aku takut mereka menginginkan sesuatu dan tidak mencintaiku. Tuhan, jauhkanlah aku dari semua ini. Aku sangat takut, tolong kuatkanlah aku."
Tak henti-henti Putri Cerllynda bergumam mengucapkan keresahan hatinya pada sang angin yang berhembus, pada sang malam yang gelap gulita dan sang bintang dan bulan yang bercahaya indah.