Sinar mentari pagi mulai menerobos masuk ke dalam salah satu kamar rawat inap yang tidak tertutup tirainya. Reygan yang terbaring di atas ranjang rumah sakit tampak menggerakkan kelopak matanya setelah ia tertidur sangat lama.
Diamatinya ruangan yang asing ketika matanya terbuka. Ia lalu menolehkan kepalanya ke samping, dilihatnya Alisa duduk sambil tertidur dengan bagian atas tubuhnya telungkup di atas ranjang, dan satu tangan dalam genggamannya.
Hangat. Reygan merasakan kehangatan dan ketenangan saat tangannya menggengam tangan Alisa.
Apa istrinya yang menemani dan membawanya ke rumah sakit? Batin Reygan dalam hati.
Tak lama kemudian, tangan Alisa bergerak dalam genggamannya. Gadis itu mulai menggerakkan tubuhnya. melihat tanda-tanda Alisa akan bangun, Reygan sontak memejamkan kembali matanya. Ia memilih pura-pura kembali tidur karena bingung harus bersikap bagaimana nantinya pada Alisa.
"Euunggh,, jam berapa ini?" Alisa mulai bangkit dan mengerjapkan matanya, membuka perlahan. Dilihat suaminya masih tertidur pulas. Ia lalu menarik perlahan tangannya yang digenggam oleh Reygan hingga berhasil terlepas.
Dilihatnya layar ponsel menunjukkan pukul 7, dengan cepat ia menekan layar menghubungi seseorang "Di, absenin gue donk, gue gak masuk hari ini… em, iya ada urusan mendadak…. Oke, thanks Di."
"Mas Rey, aku tinggal dulu ya ke kantin." Bisiknya di samping Reygan sambil menanatap lembut suaminya yang sedang tertidur.
Saat dirasa Alisa sudah meninggalkan ruangan, Reygan membuka kembali matanya yang langsung tertuju pada tangannya yang terdapat selang infus. Dengan hati-hati ia mencoba mendudukkan tubuhnya. Diedarkan matanya mengelilingi ruangan, dan seketika netra hitamnya terhenti pada laptopnya yang masih menyala di meja.
"Hilang udah kesempatan gue buat menangin kompetisi desain." Desisnya lemah.
Lelaki itupun mencoba turun dari brangkar dan berjalan menuju meja dimana laptopnya berada sambil mendorong tiang infus.
Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat layar laptop yang menampilkan gambar 3 dimensi karyanya yang telah berubah dan ada beberapa penambahan tanpa sepengetahuannya.
"Apa angga yang ngerjain?" Reygan bergumam pelan.
"Mas Rey!" Panggilan gadis cantik yang sedang berdiri di pintu yang terbuka itu berhasil mengagetkan Reygan.
"Syukurlah." Tak lama kemudian gadis itu berlari ke arahnya.
Namun, "bruk." Reygan langsung berlari menangkap tubuh gadis itu yang tak lain adalah Alisa yang karena ketidak hati-hatiannya terpeleset sepatunya sendiri.
Hening….
Reygan menatap netra indah gadis di dalam pelukannya. Aroma tubuh Alisa berhasil memabukkan lelaki itu, pandangannya turun beralih pada bibir istrinya yang sedikit terbuka karena terkejut, dan berhasil menumbuhkan hasrat kelelakiannya di pagi hari. Tanpa disadari, Reygan makin mendekatkan wajah ingin menyapa bibir gadis yang ada didekapannya itu.
"Ma.. maaf mas Rey! Aku gak sengaja jatuh." Ucap Alisa berusaha mengalihkan kegugupannya saat mendapat signal bahaya dari suaminya dalam jarak sedekat itu. Ia berusa mendirong tubuh suaminya dengan pelan untuk melepaskan dirinya dari dekapan sang suami, tapi Reygan malah mengeratkan dekapannua dan makin mendekatkan bibirnya pada bibir gadis itu. Tak lupa tangannya kini mulai mengelus punggung Alisa.
Sedetik, dua Detik, bibir merek makin dekat.
"Daraah!" Teriak Alisa tiba-tiba setelah ia berusaha mengalihkan pandangan dari wajah suaminya. Tanpa sengaja ia melihat tangan suaminya yang berdarah karena infusnya tertarik paksa saat ia releks berlari menangkap tubuh Alisa yang akan terjatuh.
Reygan yang terkejut segera melihat tangannya yang bersimbah darah dan dengan terpaksa menghentikan aktivitasnya yang hendak mencicipi bibir manis istrinya.
"Maafin aku mas Rey." Ucap Alisa sambil berusaha menjauh dari suaminya, berlari menekan nurse bell untuk meminta pertolongan.
Gadis itu juga berusaha mentralkan jantunya yang berdetak gak karuan beberapa saat lalu saat tubuh mereka melekat intim. Hampir saja. Setelah ia menarik nafas dalam, Alisa membantu Reygan duduk di atas sofa, menekan lembut luka yang mengaganga dan berdarah itu denga ksa steril yang ada di ruangan. Reygan hanya terdiam sambil terus memandang wajah panik istrinya
Tak lama kemudian, seorang perawat datang dan segera mengambil tindakan saat mengetahui infus pasiennya terlepas.
Setelah perawat selesai membenarkan lagi infusnya, lelaki itu bangkit dari sofa, berjalan menuju laptopnya.
Melihat suaminya berjalan dengan tertatih, Alisa hanya mengikuti perlahan di belakang lelaki itu.
"Apa Angga yang mengerjakan ini semua?" Tanya Reygan tanpa basa basi dengan suara dinginnya.
Alisa terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba dari Reygan.
"Ehmm, pak Angga kemarin yang mengantar Lisa dan mas Rey ke rumah sakit." Jawabnya pelan.
"Pertanyaanku, Angga yang kerjakan ini semua?" Suara Reygan makin menggema saat gadis itu memberi jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaannya.
'Mati gue' batin Alisa
"Sa..saya pak yang mengerjakan itu." Ucap gadis itu memberanikan diri.
Reygan langsung membalikkan tubuhnya menghadap Alisa dengan sorotan matanya yang tajam.
'Mampus lo Lis' batin Alisa sambil menundukkan wajahnya. Takut melihat tatapan dingin suaminya yang menandakan sebentar lagi lelaki itu akan marah.
"Beraninya kamu! Siapa yang kasih ijin hah?! Kamu tau ini desain sangat berarti buat saya?!"
Alisa hanya menundukkan kepalanya tanpa menjawab seatah katapun.
Reygan berdecak "ck.. apa maksud kamu mengotak atik tanpa ijin dariku?!" Kemarahan lelaki itu makin menjadi saat melihat Alisa diam seribu bahasa. Tidak berani menjawab apapun, takut suasana akan makin mencekam.
"Gue yang minta tolong ke dia buat beresin desain Resort itu." Reygan dan Alisa terkejut dengan jawaban tiba-tiba seseorang yang baru saja memasuki kamar rawat inapnya. Angga.
"Hah.." Alisa bernafas lega saat mengetahui Angga datang. Dengan cepat, ia mengambil bingkisan dari tangan Angga sambil mengucapkan terima kasih dan meletakkannua di nakas samping brangkar.
"Gue yang minta istri lo buat bantu kita viar tetep bisa mengumpulkan desain itu tepat waktu. Lo tau kan kalau na kita bakal diblacklist kalo ga masukin?"
Reygan terdiam.
"Saya permisi dulu pak."
"Tetap di sini! Jangan ke mana-mana." Titah Reygan pada istrinya.
Alisa yang berniat untuk menjauh pun akhirnya hanya bisa menurut sambil berdecak pelan karena sebal.
"Kenapa dia? Lo tau kan dia gimana? Kuliah aja gak becus." Lanjut Reygan bertanya pada Angga.
Alisa langsung melebarkan matanya dan berdecak pelan saat mendengar pernyataan dari suaminya.
"Gak becus gimana maksud lo? Buktinya di mata kuliah gue dia memuaskan." Ralat Angga. "Dan gue gak ada pilihan lain. Gila aja ngerjain segitu banyaknya dalam semalam sendirian. Harusnya lo berterimakasih sama istri lo uda rela gak tidur sampe jam 5 pagi buat nyelesein tugas lo."
Reygan terdiam, ditatapnya gadis itu menunduk sambil sedikit merengut.
tak lama kemudian terdengar ketukan pintu. Alisa langsung membuka dan masuklah seorang perawat mengantarkan sarapan untuk Reygan.
"Gue ke kampus dulu, bentar lagi ada kelas." Pamit Angga pada sahabatnya. "Lis, kalau ada apa-apa hubungi gue ya!" Lanjutnya kemuadian
"Trimakasih pak. Hati-hati di jalan." Balas gadis itu.
Setelah mengantar Angga dan menutup pintu kamar, Alisa langsung menghampiri suaminya.
Membuka penutup pada piring Reygan dan menggesernya ke ranjang lelaki itu.
Reygan menatap istrinya dengan tatapan dinginnya.
"Maafkan saya Mas Rei, karena sudah lancang."
"Keluar kamu" ucap lelaki itu.
"Saya permisi dulu, tapi saya mohon mas Rey haviskan makanan ini agar perut mas Rey terisi." Ucapnya kembali sambil berlalu keluar meninggalkan suaminya dengan gontai.
"Aarrgh.. apa gue uda keterlaluan?" Gumam Reygan pelan sambil mengacak rambutnya saat menangkap mata gadis itu yang mulai berkaca-kaca saat akan meninggalkan kamar. Jujur Reygan bingung dengan dirinya, dengan perasaannya pada Alisa. Apakah ia masih membenci gadis itu? Tapi kenapa ia merasa sebal dan uring-uringan saat aksinya ingin mencium bibir gadis itu gagal.
Sementara itu. Sesak! Itulah yang dirasakan oleh Alisa. Dia hanya berniat membantu, tapi apa yang didapat? Perkataan kasar Reygan yang meremehkan dirinya.
"Hah,, gue butuh bakso pedes! Biar bisa lupain omongan pedesnya." Alisa bergumam pelan sambil berjalan pelan menyusuri lorong rumah sakit. "Sabar Lis, jangan masukin hati. Kayak lo gak tau dia aja." Ucapnya kemudian menghibur diri.