Rey, bagaimana persiapanmu? Mama sudah mengurus semua kebutuhan untuk pernikahan kalian. Semua sudah siap, dan sesuai permintaanmu, pernikahan ini hanya akad saja dan hanya dihadiri oleh keluarga inti." Ucap bu Ambar setelah meneguk air putihnya mengakhiri kegiatan makan siang setengah sore ini.
"Sudah siap semua Ma, dokumenku dengan Alisa sudah diurus oleh Satya untuk diserahkan ke KUA. Oh ya, satu lagi. Aku ingin tinggal di rumahku sendiri setelah kami menikah. Aku tidak mau ada penolakan dari Mama." Ucap Reygan Tegas dan penuh ancaman pada Mamanya.
"Baiklah, kalau itu maumu, tapi mama ingin Alisa menginap di sini setiap akhir pekan. Pasti kamu tak keberatan kan Rey? tanya bu Ambar.
"Okay." Ucap Reygan sebelum meneguk minumannya. "Tapi aku ingin mama tidak mencampuri kehidupan kami nantinya."
"Hihi,, baiklah, yang penting kalian segera membuatkan mama cucu saja, mama akan diam tidak mencampuri apapun urusan kalian." Jawab bu Ambar genit yang langsung disambut oleh hembusan nafas oleh anak lelakinya.
"Maaa, kami menikah bukan atas dasar cinta, kami menikah karena keadaan yang memaksa. Jadi tolong jangan paksa kami buat segera memproduksi keturunan." Jawab Reygan sambil memijit pelipisnya.
Bu Ambar langsung tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan putranya. "Okelah kalo begitu, tapi kali ini mama serius, jangan pernah kamu membuat Alisa menangis. Dia gadis yang baik Rey, jaga dia baik-baik. Mama yakin, suatu saat nanti cinta akan datang dengan sendirinya menghampiri kalian."
Reygan hanya terdiam melihat mamanya pergi meninggalkannya sendirian di meja makan.
Apa yang harus dia lakukan pada kekasihnya Carina. Gadis satu-satunya yang bisa membuat dosen tampan ini bucin setengah mati. Carina pasti akan meninggalkannya jika tau dia menikah. "Baiklah, aku akan sembunyikan hal ini dari Carina." Batinnya.
***
Terdengar sayup-sayup langkah beberapa orang berpeci hitam dengan mengenakan baju formal memasuki salah satu ruangan Suite di sebuah rumah sakit ternama. Di dalamnya sudah ada seorang yang terbaring di atas tempat tidur, seorang pria muda tampak, dua orang wanita cantik paruh baya yang sudah siap melakukan moment sakral untuk menyatukan sepasang anak manusia yang sayangnya tidak dilandasi oleh cinta.
"Bagaimana, apakah calom mempelai sudah siap?" Tanya penghulu kepada Reygan.
Reygan hanya menganggukan kepalanya dan duduk di kursi yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit.
"Saya Nikahkan, anak saya…" sayup terdengar suara lemah Yuhan yang menihkahkan langsung anak gadisnya sebelum ia beranjak menuju ruang operasi, yang belum diketahui apakah ia akan keluar hidup-hidup ataukah hanya menyisakan jasadnya saja.
Alisa yang menunggu di salah satu ruangan di dalam kamar suite itu tak terasa meneteskan air mata saat ia mendengar akad yang diucapkan Reygan dengan sekali tarikan nafas. Air matanya makin mengalir deras saat semua orang yang ada di ruangan itu meneriakkan "SAH" dengan sangat amat tegas.
"Gua gak ngira lo bakal nikah muda kak." Suara Alina menyadarkan Alisa dari kecamuk pikirannya. "Dan gue gak nyangka juga kalo lo sapet jackpot spesial pake telor. Apa dia gak punya adek? Ato temen yang bisa gue gaet?" Lanjut Alina.
Alisa hanya diam saja tidak menanggapi cuitan adek samata wayangnya itu.
Ia segera mengambil tissue, dengan pelan ia menekan air mata yang membasahi wajah ayunya yang semakin cantik dengan riasan tipis.
"Alisa, ayuk keluar nak, hampiri suamimu." Bu Ambar menyerahkan tangannya untuk digandeng Alisa, mengajaknya ke tempat Reygan berada. Sedangakan sesepria tampan yang menggunakan setelan jas putih dengan peci putih itu nampak tercengang saat pintu ruangan yang menyembunyikan Alisa dibuka. Matanya tidak berpindah pada sosok gadis yang terlihat semakin cantik dengan balutan kebaya sederhana dan riasan tipis diwajahnya. Ada semacam aura kecantikan yang tidak main-main yang terpancar dari diri Alisa, walau gadis itu hanya menampilkan wajah sendunya.
Sesampainya di dekat Reygan, Alisa langsung mengambil tangan lelaki yang sekarang sudah sah menjadi suaminya, menciumnya hormat, dan lalu tersenyum tipis. Senyum yang dipaksakan karena ia berusaha untuk membendung air matanya.
Reygan segera memasukkan cincin ke jari Alisa, begitu juga sebaliknya. Sepanjang prosesi Alisa hanya menundukkan kepalanya. Setelah semua selesai, tim medis meminta ijin untuk membawa Yohan ke ruang operasi. Alisa tidak sanggup lagi membendung air matanya. Ia menangis saat melihat ayahnya perlahan menghilang dari pandangannya.
"Papa… papa harus berjuang ya di dalam sana. Alisa juga akan berjuang dengan doa, agar kita bisa bertemu lagi. Ucapnya lirih sambil sesenggukan menahan air matanya agar tidak jatuh lebih deras.
Entah apa yang menguasai hati Reygan hingga ia terenyuh mendengar gadis yang sudah menjadi istrinya itu berguman lirih. Tanpa sadar ia membawa Alisa ke dalam pelukannya. "Semua akan baik-baik saja. Aku yakin pak Yohan orang yang hebat." Ucapnya tiba-tiba.
Alisa yang terkejut hanya diam membeku dengan perlakuan dosen yang kini sudah sah menjadi suaminya itu.
Ada yang aneh menurut Reygan, dilihatnya yang merasa kesedihan terdalam hanya Alisa, sedangkan Mama dan adiknya? Tidak sama sekali Menurut Reygan.
Alisa hanya diam tak berdaya dengan perlakuan suaminya itu.
***
"Jeng, saya titip Anak saya ya yah di rumh jeng. Terimakasih atas semua yang jeng lakukan untuk keluarga saya. Saya tidak tahu bagaimana harus membalasnya." Ucap Mia, ibu Alisa basa-basi kepada ibu Ambar.
"Sama-sama jeng, saya yang harusnya berterima kasih karena sudah melahirkan dan membesarkan gadis cantik dan berhati malaikat seperti Alisa. Dan terimakasih sudah merestui Alisa untuk menjadi bagian dari keluarga saya." Balas ibu Ambar. "Kalau begitu kami pamit dulu ya jeng, jangan lupa untuk sering mampir ke rumah kami, kami, dengan senang hati kami akan menyambut jeng Mia dan Alina.
"Terimakasih jeng, kami juga akan senang hati menerima undangan jeng Ambar."
Sepasang suami istri yang sudah berada di dalam salah satu mobil mewah melihat interaksi kedua wanita paruh baya itu. Alisa menghembuskan nafasnya keras, entah mengapa jiwa dan raganya sangat amat lelah kali ini, mengalahkan lelahnya saat ia harus kuliah, kerja sambilan dan menunggu ayahnya di ruang rawat inap kelas 3.
Reygan yang mendengar hembusan keras nafas Alisa pun menoleh. Ia mengalihkan pandangannya pada istrinya yang sendari tadi menampilkan wajah sendunya.
Tak berlama-lama lagi Reygan segera melajukan pelan mobilnya menuju rumah sang mama.
***
"Ini kamar Mas Reygan, Non. Silahkan masuk." Ucap salah satu asisten rumah tangga sambil menunjukkan dan membuka salah satu pintu kamar di kediaman bu Ambar.
"Terimakasih bik." Balas Alisa sambil tersenyum.
Sesampainya di rumah bu Ambar, Alisa turun dari mobil seorang diri. Reygan memilih memarkir sendiri mobilnya di garasi yang terletak di samping bangunan rumah utama. Ia datang disambut oleh bik Asih, yang kemudian menyuruh salah satu anak buahnya untuk memandu Alisa menuju kamar Reygan.
Alisa memasuki ruangan luas bergaya maskulin. Satu-satunya ruangan yang desainnya minimalis industrial di rumah bergaya klasik eropa ini.
Ia urungkan niatnya duduk di tempat tidur, sebagai gantinya ia menuju sofa yang terletak di sudut ruangan. Tak lama kemudian pintu terbuka menghadirkan sosok suaminya yang berjalan sambil membuka jas dan beberapa kancing kemaja atasnya.
Suasanya menjadi kikuk dan canggung, apalagi ditambah dengan ekspresi Reygan yang sedingin kulkas.
"Aku akan mengambil koperku." Alisa memecahkan keheningan, dan seketika itu ia berjalan cepat menuju pintu kamar.
"Asisten akan mengantarkan kopermu kemari." Jawab Reygan dingin. "Dan di wardrobeku sudah ada baju yang sudah disiapkan mama buatmu."
"Oh, terimakasih. Aku ijin mau mandi dulu." Hanya itu yang terucap dari bibir Alisa. Tanpa pikir panjang dia langsung menuju area wardrobe yang terlihat jelas dari tempatnya sekarang. Setelah memilih setelan piyama panjang, Alisa langsung mempercepat langkahnya menuju kamar mandi. Rasanya Alisa ingin segera menghindar, tidak mau berlama-lama satu Ruangan dengan manusia kulkas itu.