Pagi ini terasa lebih cerah bagi Alisa. Entah kenapa bertemu dengan David yang sudah dianggap kakaknya sendiri perasaannya tiba-tiba menghangat dan seluruh candaan konyol David membuatnya seluruh beban pikirannya menjdi lebih ringan.
Dari dulu Davidlah yang selalu menghibur Alisa saat dia marah dan sedih. Bahkan di saat David pindah ke Belanda, orang yang dianggap kakak olehnya ini tidak pernah absen menemaninya saat sedih walau sebatas bertukar pesan text.
Saat perusahaan Papa Alisa diambang kebangkrutan beberapa tahun lalu, tak luput dari bantuan keluarga David, hampir seluruh kerugian dibayar oleh keluarga David sehingga perusahaan mulai bangkit kembali.
Namun sayang, orang kepercayaan Yuhan sang Papa ternyata adalah dalang dibalik semua ini. Saat semua sudah membaik, Hartono, orang yang masih kerabat jauh Papanya malah asyik menggelapkan dana untuk kepentingan pribadinya sehingga menimbulkan masalah besar. Partner dan Klien bisnis Yuhan banyak yang tertipu dengan permainan Licik Hartono yang berujung mengalami banyak kerugian terhadap project yang dilaksanakan, hingga berujung perusahaan Yuhan kembali kolaps dan lebih parah dari selanjutnya, sehingga semua habis tak bersisa.
David, tak henti-hentinya menawarkan bantuan berupa dana segar maupun badan hukum kepercayaannya secara cuma-cuma.
Namun Alisa benar-benar tidak enak hati jika sampai menerima bantuan David maupun keluarga Lewis. Hutang puluhan milyar dulu saja belum sempat terbayar walaupun keluarga Lewis tidak pernah menagih dan mempermasalahkannya.
"Alisa."
Suara parau Yohan terdengar oleh Alisa yang sedang asyik dengan pikirannya sendiri sambil menatap lalu lalang padatnya Jakarta di pagi hari dari jendela rumah sakit.
"Papa, udah bangun? Lisa suapin makannya ya?" Ucap Alisa sambil mengambil nampan berisi makanan yang baru saja diantar oleh petugas gizi rumah sakit.
Yohan meringis menahan sakit saat bangun agar tubuhnya berada pada posisi setengah duduk yang kemudian di bantu Alisa.
"Kamu gak berangat ke kampus?" Tanya yohan sebelum melahap makanan yang diberikan Alisa.
"Hari ini ada kuliah jam sepuluh Pa, nanti jam sembilan aja Alisa berangkatnya." Jawabnya sambil tersenyum.
Obrolan ayah dan anakpun berlanjut sampai akhirnya Alisa pamit untuk berangkat ke kampus setelah numpang mandi di Rumah sakit. Alisa tetap merahasiakan surat peringatan penyitaan aset dari papanya. Hari ini dia bertekad akan mencari jalan keluar agar rumahnya bebas dari sitaan bank. Terbesit dipikiran Alisa untuk meminta tolong pada David khusus masalah ini.
***
Alisa baru saja memarkirkan motornya, diparkiran kampus. Setelah merapikan dan menguncir kuda rambutnya yang tidak begitu panjang setelah berantakan tertutup helm, ia bergegas menuju kelasnya.
Sepanjang perjalanan Alisa merasa ada yang janggal dengan seisi kampus hari ini. Bagaimana tidak? Sepanjang dia berjalan dari parkiran motor menuju kelasnya dia merasa banyak mata memperhatikan gerak-geriknya sambil berbisik dan sesekali melihat ponsel di tangan masing-masing, tatkala dia memberanikan diri melihat ke arah segerombolan orang itu, dengan cepat mereka berpaling dan terkesan menutupi bahwa mereka sedang membicarakan Alisa di belakang. Namun Alisa tidak ambil pusing dengan keadaan tersebut, dia berfikir pasti karena gosip yang menerpanya akhir-akhir ini. Belum reda juga pikirnya.
***
Dosen wanita berusia separuh baya tersebut mengakhiri kelasnya yang dihadiri oleh Alisa. saat akan meninggalkan kelas, dosen tersebut menatap Alisa dengan tatapan dan senyum iba.
Alisa mulai merasa firasat buruk.
Benar saja, begitu dosen wanita itu keluar dari kelas Alisa, Diana yang kali ini mengambil kelas berbeda dengannya tiba tiba menyeruduk masuk ke dalam dan langsung menyeret Alisa keluar kelas dengan langkah terburu-buru. Alisa yang kaget sekaligus kebingungan melihat ekspresi marah pada Wajah Diana langsung diam dan menurut saat tangan mungil sahabatnya itu menariknya berjalan ke suatu tempat.
Sesampainya di rooftop Diana melepaskan gengamannya pada tangan Alisa, lalu membuka pasword ponselnya dan kemudian layar ponsel yang cukup besar itu ditunjukkan ke arah Alisa.
Alisa melotot melihat video yang menampakkan dirinya bersama David tadi malam. Video itupun berakhir saat tangan David terlihat hampir memeluk pinggang Alisa.
"Coba jelasin ini ke Gue sekarang Juga Lis!" Ucap Diana tegas dengan ekspresi marah dan kecewa yang bercampur jadi satu. Belum pernah Alisa melihat Diana semarah ini padanya.
Alisa mengembalikan ponsel milik Diana pada pemiliknya.
Iapun berjalan menuju railing pembatas rooftop dan matanya menyapu pemandangan kampus dari atas.
"Lis Plis" ucap Diana yang ternyata sudah mengikuti langkah Alisa yang tiba-tiba menjauh darinya.
Alisa merasa inilah saatnya Diana tahu semua permasalahan yang menghampiri dirinya hampir setahun ini. "Di, lo percaya ama gue kan?"
Diana mengangguk yakin.
Alisa, gadis itu akhirnya menceritakan semua lika-liku hidupnya mulai dari kebangkrutan ayahnya, penyakit dan kondisi ayahnya yang makin memburuk, Semua tentang David dan pekerjaan paruh waktunya yang selama delapan bulan ini disembunyikan dari Diana.
Diana syok mendengar setiap apa yang dikatakan oleh Alisa. Antara kaget, marah karena sahabatnya ini menyembunyikan selama itu beban hidupnya, menyalahkan dirinya karena tidak peka atas apa yang dialami sahabatnya, sekaligus simpati akan apa yang dialami oleh Alisa.
Dan benar tebakan Diana, Alisa menyembunyikan ini darinya karena sahabatnya itu tidak ingin membebani dirinya yang Alisa tahu seorang yang selalu overthinking terhadap banyak hal, dan Dianapun tau kalau Alisa adalah tipikal gadis mandiri yang tidak bergantung pda orang lain.
"Speechless Gue." Hanya itu yang diucapkan Diana setelah mengetahui semua.
Merekapun duduk di bangku beton yang ada di rooftop kampus. Hening, kedua gadis itu sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Oke, yang pertama lo harus klarifikasi nih gosip. Bersihin nama Lo!" Ucap Diana memecah keheningan.
Alisa menghembuskan nafasnya "Biarin ajalah paling juga bentar lagi ilang. Gak mau ambil pusing gue. Percuma jelasin panjang lebar sama orang yang udah ngecap buruk ke diri kita, ujung-ujungnya bakal makin dikorek lagi kehidupan gue.
Gue gak mau, sapa gue? Artis bukan, selebgram bukan, influencer apalagi." Kata Alisa dengan pandangan tidak berfokus pada objek apapun.
"Lis! Gara-gara gosip ini tuh elo udah jadi Artis tau gak? Mulai dari mamang siomay depan kamups sampe Rektorpun pasti uda kenal sapa lo."
"Gak usah lah Di. Lagian juga bukan gue doank kan satu-satunya orang dikampus ini yang nginjekin kaki di diskotik. Banyak malah yang emang niatnya ke diskotik buat hura-hura dan ngalakuin hal yang gak patut dilakuin" jawab Alisa
Diana merengut sebal mendengar jawaban sahabatnya itu "Plis deh Lis! Nama lo tuh uda buruk di sini. Lo harus bersihin kalo gak mai dicap cewek yang enggak-enggak!" Ujar Diana kesal.
"Oke, kita lihat seminggu ini, kalo nih gosip makin parah baru gue akan mempertimbangkan untuk klarifikasi ngebersihin nama Gue." Ucapnya
"Sekarang Gue mau urus sesuatu yang lebih penting daripada nih gosip.
Gue mau rumah gue disita bank." Ucap Alisa lembut pada Diana.
"Lis, gue akan coba bantu bilang ke Bokap gue untuk bantu kelurga lo sebisa mungkin." Ucap Diana sambil merangkul pundak sahabatnya.
"Thanks Di, Om Arman uda baik banget ama keluarga Gue, dan bukannya gue menolak kebaikan kalian, tapi gue mau berusaha dulu semampu gue buat mertahanin satu-satunya rumah yang nyimpen banyak kenangan di sana." Ucap Alisa lembut.
"Lis, Lo cewek terkuat yang pernah gue kenal" ucap Diana sambil menitikkan air mata. "BTW Lis, Dimas tau semua masalah ini?" Tanya Diana
Alisa menganggukkan kepalanya.
Entah kenapa di satu sisi Diana merasa tenang, ketika tahu Alisa tidak menyembunyikan ini pada Dimas, Kekasih Alisa yang sedang menuntut ilmu penerbangan di kota lain.