Sepanjang perjalanan, Annchi tidak bisa menghentikan jantungnya yang kala itu berdegup dengan sangat kencang. Saking kencangnya, bahkan dia bisa tahu bahwa pria yang sedang menggendongnya kala itu, pasti bisa mendengarkan detak jantungnya itu.
"Astaga, apa yang harus aku lakukan? Apakah kau harus melompat saja ke jurang sekarang?" Rasa malu yang menyelimutinya kala itu, sama sekali tak bisa dia hilangkan. Apalagi dengan posisi yang digendong pria tampan yang sejak tadi masih saja mengerutkan dahinya kesal.
"Kenapa Annchi? Apakah sekarang kau sudah berubah menjadi wanita yang suka menatap orang lain?" Pria itu menggertakkan giginya. Dia masih memikirkan hal yang sudah terjadi pada wanita yang sedang dia gendong itu dengan seksama. Padahal itu adalah hal yang biasanya terjadi, tapi, dia sama sekali tak ingin hal itu terjadi pada Annchi. Kenapa? Kenapa?
Pertanyaan itu terus saja berputar di kepala Fengying yang masih terus berjalan lurus ke depan, pria itu hanya berjalan sambil menggendong Annchi.
Tak lama kemudian, Annchi pun mulai membuka pembicaraan di tengah malam yang sepi itu. "F-Fengying," katanya, ragu-ragu.
Pria yang memiliki nama lengkap Ji Fengying itu pun sontak melihat ke arah Annchi, saat namanya dipanggil oleh wanita yang sedang dia gendong itu. "Ada apa?"
Terlihat keraguan terukir sempurna di mata Annchi kala itu. Tapi, dia harus mengatakan apa yang ada di pikirannya kala itu. "Ma-maafkan aku. Ta-tapi, bagaimana ka-kau bisa datang ke sa ... na?" tanyanya ragu-ragu sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Pada saat yang sama, Fengying yang sama sekali tak mendapat tatapan mata Annchi kala itu, berhenti sejenak dan menduduki sebuah kursi yang ada di tengah jalan itu. "Baiklah, kita duduk disini sementara," ujarnya, sambil membiarkan Annchi menduduki pangkuannya pada saat yang sama.
Annchi benar-benar malu kala itu. Semua yang sedang mereka lakukan saat itu, sama saja dengan orang yang sedang menjalin hubungan. Itu sangat membuat Annchi risih, apalagi dengan semua kenangan masa lalu mereka yang pahit dan juga segala rasa dendam yang Annchi simpan dalam lubuk hatinya yang terdalam untuk Fengying kala itu, membuat semuanya jadi semakin rumit dan sulit.
"Apakah kau baik-baik saja? Katakan padaku, dimana saja tangan Pak tua brengsek itu menyentuhmu?! Aku akan membunuhnya kalau dia telah melakukan hal yang kurang ajar padamu."
Annchi menatap mata Fengying yang terlihat sangat serius. Pria yang sedang meremas bahunya, seakan dia sangat kesal saat itu, terlihat seperti sangat menyayangi Annchi. Dia seperti sudah kehilangan akal sehatnya jika itu menyangkut Annchi-wanita yang sudah menjadi Sekretarisnya belum sampai satu minggu itu.
"Fengying, kenapa kau melakukan semua hal ini? Kenapa kau memukul Pak tua itu, seolah-olah, sesuatu yang sangat berharga bagimu sedang dia rebut secara paksa? Kenapa? Kenapa kau tak bisa menampilkan hal itu pada Annchi yang telah kau bohongi itu? Kenapa kau malah terlihat sangat menjaga Annchi yang cantik, Annchi yang sekarang menjadi Sekretarismu ini? Kenapa Fengying, kenapa?" Annchi terus bertanya dalam hatinya, dengan tatapan bingung pada pria yang sedang menatap tajam padanya itu.
Perasaan kesal bercampurkan sakit hati, masih bisa dia rasakan dengan jelas. Memory dari kejadian yang sudah terjadi tujuh tahun lalu itu, seakan baru saja dia dapatkan kemarin. Dan itu sangat mengganggunya.
Di sisi lain, Fengying masih berusaha dengan sekuat tenaga untuk melepaskan amaranya yang meledak-ledak kala itu. Dia-pria yang menderita penyakit gangguan mental itu, perlahan melihat jam tangannya yang terpasang rapi pada pergelangan tangan kirinya itu. "Sialan, ini sudah waktunya untuk minum obat. Tapi sekarang aku masih harus mengantar wanita ini pulang ke rumahnya."
Fengying yang kala itu merasa bahwa dunia yang ditinggali wanita yang sedang dia pangku kala itu sudah tidak aman lagi, perlahan mengeluarkan ponselnya dan menyuruh Bai Jiming datang menjemput mereka berdua.
"Halo, Jiming. Sekarang juga kau harus menjemputku di Jln. XXX," pintanya. "Iya, aku akan menunggumu. Cepatlah datang!" lanjutnya yang kemudian langsung mematikan ponselnya setelah itu.
"Siapa?" tanya Annchi dengan tatapan bingungnya.
"Kau akan pulang denganku."
"Apa? Maksudnya?" Annchi membulatkan bola matanya dengan sempurna, dia sama sekali tak tahu bahwa Fengying akan mengatakan hal seperti itu, bahkan pada wanita yang baru saja dia kenal beberapa hari. "Jadi, aku akan pulang bersama denganmu, ke tempat tinggalmu?" lanjutnya, berusaha menjelaskan apa yang sedang terjadi kala itu.
Fengying mengerutkan dahinya. "Iya, ada apa? Apakah kau ada masalah? Sekarang juga kita harus pergi ke rumahku dan mencuci seluruh bagian tubuh yang sudah terkontaminasi oleh keparat sialan itu! Kalau tidak, maka aku pasti akan datang dan mencarinya bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun, untuk memotong tangan kurang ajarnya itu."
Mendengar hal itu, tentu saja Annchi sangat ketakutan. Dia tahu bahwa pria yang sedang berada di hadapannya itu sama sekali tak mengatakan hal omong kosong, dia sangat niat saat dia mengatakan bahwa dia akan membunuh Pak tua itu. Dan hal itu benar-benar membuat Annchi gemetar ketakutan.
Tak lama kemudian, saat mereka berdua sedang tatap-menatap satu sama lain, Bai Jiming pun telah tiba.
Fengying pun menggendong kembali tubuh Annchi dengan paksa dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.
"Lepaskan aku! Aku bisa jalan sendiri. Kenapa kau selalu saja memaksa, hah?" Annchi meronta-ronta dengan sekuat tenaga, akan tetapi dia sama sekali tak bisa melepaskan tangan Fengying yang kala itu memeluk tubuhnya dengan erat.
"Diam kau! Jangan banyak bergerak, nanti kau akan jatuh ke bawah dan tulangmu akan patah. Apakah kau mau hal itu sampai terjadi? Kalau kau mau, aku bahkan bisa melepaskan dirimu di pinggir jurang saat ini juga." Mendengar hal itu, Annchi pun berhenti meronta. Dia terpaksa berdiam dari saja dan menerima semua hal yang dilakukan Fengying itu padanya.
***
Tak lama kemudian, mereka pun sudah sampai di sebuah apartemen yang sangat megah, bahkan dia sama sekali tak bisa membedakan apakah yang sedang dia datangi itu adalah apartemen ataukah penthouse.
"Astaga, kau tinggal disini?" tanya Ancchi dengan mata yang berbinar-binar saat dia menatap ke depannya.
Bisa terlihat dengan jelas, dekorasi, bentuk, pernak-pernik, corak dan juga tumbuhan yang ada di dalam apartemen itu sangat luar biasa. "Bahkan ada taman juga disini?" lanjutnya terkejut pada apa yang dia lihat dalam apartemen Fengying.
Tanpa basa-basi, Fengying pun langsung menariknya untuk duduk di kursi ruang tamunya. "Jangan banyak omong! Sekarang juga kau diam disini! Aku akan mengambil kotak obat dan mengibati dahimu yang dipukul tadi," ujarnya, yang kemudian masuk ke dalam kamarnya sembari mencari kotak obatnya.
Pada saat yang sama, Annchi merasakan hal yang berbeda. Hal yang begitu manis dan membuat dirinya tak bisa berhenti tersenyum. "Ternyata, dia manis juga, yah."