"Apa? Kenapa mereka sangat menyebalkan? Aku harus memberi mereka pelajaran!" tegas seorang gadis berbicara melalui sambungan telepon genggamnya.
Setelah sambungan terputus, lalu dengan kasar melempar benda itu ke atas tempat tidurnya yang sederhana. Kakinya melangkah perlahan, membawa wajah cantik yang dia miliki ke hadapan cermin yang tergantung pada dinding kamar.
Gadis yang memiliki rambut panjang berwarna kemerahan itu adalah Jessie. Seorang gadis cantik yang baru berusia 17 tahun. Iris mata yang berwarna cokelat terang milik Jessie, menjadi daya tarik sendiri bagi para pria yang melihatnya.
Saat ini suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana tidak? Jessie baru saja mendapatkan kabar dari temannya Celien, bahwa ada orang yang berani menantangnya untuk tawuran. Orang itu tidak lain adalah Erick, pria yang memang selalu menjadi musuh bebuyutan Jessie.
Jarum jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Itu adalah waktu dimana Jessie selalu menyelinap untuk keluar rumah. Tanpa di ketahui oleh kedua orang tua dan adiknya, gadis itu keluar rumah melalui jendela kecil yang ada di kamarnya. Dengan sangat hati-hati dan teliti seperti biasanya, dia pun berhasil keluar rumah kecil tersebut.
Jessie melakukan hal itu bukan tanpa alasan. Selain sebagai seorang gadis yang masih sekolah, di juga seorang pembalap motor ketika malam datang. Bukan hanya wanita, namun kebanyakan yang menjadi lawannya adalah para pria. Dia melakukan yang berbahaya itu, karena hadiah uang yang di janjikan sangatlah besar, daripada gajinya satu bulan sebagai pelayan restoran.
Kini, Jessie sudah berada di halte bis, yang berada tidak jauh dari rumahnya. Perlu waktu setengah jam untuk sampai ke tempat adu balap motor yang biasa dia datangi.
"Harusnya sudah ada bis sekarang? Kenapa terlambat? Apa para sopir bis itu sudah malas untuk bekerja?" gerutu Jessie kesal.
Dia berbicara dan mengutuk pada dirinya sendiri, karena hanya dia yang berada di tempat itu. Menggigit bibir, sambil memanjangkan leher untuk mendeteksi kedatangan alat transportasi yang sesang dia tunggu. Dia takut akan terlambat untuk mendapatkan hadiah besar yang di pertaruhan pada malam ini.
Tidak lama kemudian, matanya tertuju pada seekor anak anjing berwarna putih yang tiba-tiba lari ke tengah jalan raya. Bukan hanya itu, seorang gadis kecil pun terlihat berlari mengejar hewan peliharaan tersebut. Berlari ke tengah jalan raya tanpa memperhatikan keselamatannya sendiri.
"Hei! Gadis kecil!" teriak Jessie yang mulai khawatir.
Namun, gadis itu tidak memperdulikan teriakan dari bibir Jessie, di terus mengejar anak anjing tersebut. Mata Jessie berkeliling di sekitar tempat tersebut, untuk melihat siapa orang dewasa yang membawanya kemari. Akan tetapi, tidak ada siapapun di sana, selain dia sendiri.
"Agh, anak ini apa sudah bosan hidup?" tanya Jessie dengan kesal, sambil berjalan perlahan menuju tempat anak tersebut.
Dan apa yang dikhawatirkan oleh Jessie pun benar-benar terjadi. Ada sebuah mobil berwarna hitam yang melaju dengan cepat ke arah gadis tersebut. Jessie tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada malam ini. Dengan cepat dia berlari sesegera mungkin menuju gadis tersebut.
Jessie memang sempat menyelamatkan gadis itu. Dia mendorong dengan kuat anak yang sedang memeluk anak anjing tersebut ke pinggir jalan raya.
Akan tetapi, Jessie tidak bisa menghindari jika sekarang dia adalah pengganti gadis tersebut untuk menjadi korban dari mobil tersebut.
Mobil itu dengan keras menghantam tubuh Jessie yang sedang berdiri tepat di hadapannya. Tubuh gadis malang itu pun berguling-guling beberapa meter di atas jalanan yang kasar. Cairan kental berwarna merah segera menghiasi seluruh wajah cantiknya.
"Da-niel," Sebuah nama yang disebut lirih Jessie dengan terbata-bata dan hampir tidak terdengar.
Mata Jessie masih sedikit terbuka, masih bisa melihat cahaya dari lampu mobil yang menabraknya. Hingga cahaya itu mulai meredup dan hanya gelap yang tersisa.
****
Perlahan kelopak mata yang sangat berat untuk terbuka pun, sedikit demi sedikit mulai merenggang. Kibasan cahaya yang masuk terasa sangat menyilaukan pupil mata yang seakan-akan sudah lama bersembunyi.
Kini mata Jessie telah terbuka sepenuhnya untuk kembali melihat dunia. Namun, suasana yang sangat berbeda dari apa yang dia lihat sekarang. Mata Jessie berkeliling melihat keadaan yang tampak sangat asing baginya.
Terbaring di atas tempat tidur yang megah bak seorang bangsawan kelas kakap. Kamar itu pun sangat luas dengan desain sedikit kuno, namun tidak mengurangi kemegahan yang terpancar sedikitpun.
Melihat itu semua, Jessie kembali menutup matanya. Kedua sudut bibirnya terangkat, melukiskan sebuah senyuman yang sangat menenangkan. Dua berpikir bahwa dia sudah berada di surga yang paling indah setelah kematian.
'Apa aku sudah mati? Mungkin ... tenanglah Jessie, setidaknya kamu berada di dalam surga dan tidak perlu bekerja sebagai seorang pelayan restoran lagi, balapan liar, hidup susah dan ....'
Sebelum sempat menyelesaikan seluruh keluh kesahnya di dalam hati. Telinga Jessie mendengar perkataan pelan seseorang yang terasa sangat dekat dengannya. Dia pun kembali membuka matanya perlahan.
"Tuan putri Azaela sudah sadar," lirih suara seorang perempuan yang berada di samping Jessie.
'Siapa yang disebut? Az- Aza ... ah kenapa sulit sekali nama itu disebut! Apa perempuan ini salah kamar? umpat Jessie di dalam hati.
"Syukurlah jika Tuan putri sudah bangun, aku hampir saja dihukum karena ini," ucap perempuan itu, sambil mengelus tangan Jessie dengan lembut.
Saat ini, Jessie belum menyadari apa yang sebenarnya telah terjadi. Namun, beberapa saat kemudian dia baru sadar bahwa dia bukan berada di surga, melainkan tempat lain yang mungkin lebih jauh daripada surga sekalipun.
"Apa? Apa kamu bercanda? Siapa namaku?" Pertanyaan beruntun keluar dari bibir Jessie.
Jessie menghadap dirinya pada sebuah cermin besar yang ada di sudut kamar antik tersebut. Matanya terbelalak, hampir keluar setelah melihat sendiri bahwa dia telah menjadi orang lain. Pantulan cermin itu bukanlah Jessie, dengan rambut yang kemerahan dan mata cokelat terang yang selalu dia banggakan. Namun seorang gadis berambut hitam pekat, dengan iris mata berwarna biru.
"Tuan putri, apa Tuan putri kehilangan ingatan akibat benturan yang telah terjadi beberapa hari yang lalu?" tanya perempuan itu kembali. Wajahnya terlihat sangat cemas menatap ke arah Jessie.
"Tidak, Tidak!" teriak Jessie histeris.
Memukul-mukul wajahnya sendiri tanpa belas kasihan sedikitpun. Dia terlihat sangat panik, mengetahui bahwa hal yang dia alami bukanlah sebuah dongeng belaka, yang sering dia dengar. Dia benar-benar berpindah tubuh pada seorang gadis yang tidak dia kenal, dan entah berada di tempat seperti apa.
Tanpa memperdulikan perempuan yang tadi bersamanya, Jessie berlari ke luar kamar lewat jendela yang sedikit terbuka. Memanjang dinding yang sering dia lakukan di rumahnya.
Jessie ingin memastikan bahwa dia hanya di selamatkan oleh rombongan sirkus kerajaan, dan diluar pagar tersebut ada kota kecil yang menjadi tempat tinggalnya. Namun, harapannya pupus setelah tahu bahwa dia benar-benar sedang tersesat di tempat tersebut.
"Apa aku tertabrak lagi?" tanya Jessie kepada dirinya sendiri.
Bersambung ....