"Jessie apa kamu yakin baik-baik saja?" tanya Nyonya Elin dengan wajah yang cemas.
Walaupun merasa sedang merasa dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, namun Putri Azaela yang kini berubah menjadi Jessie pun menganggukkan kepalanya perlahan.
"Baiklah, kita akan pulang," ucap Nyonya Elin sambil mengemasi barang-barang milik Jessie yang ada di rumah sakit, dan memasukkannya ke dalam sebuah tas yang besar.
Mata Nyonya Elin melirik ke arah wajah Jessie. Entah kenapa dia sedikit khawatir tentang putrinya tersebut. Bagaimana tidak? Jessie tang terkenal keras kepala dan selalu berbicara kasar kepada kini telah berubah.
Kini sifat Jessie lebih suka berdiam diri, daripada selalu mengomel seperti ysnyg biasa dia lakukan. Bersikap sopan pada Ibunya sendiri, yang bahkan sangat jarang dia lakukan sebelum kecelakaan terjadi.
Sebuah senyum terlukis pada bibir Nyonya Elin, dia berpikir bahwa kecelakaan itu mungkin adalah sebuah anugerah untuk merubah sifat buruk putrinya tersebut.
Karena jarak antara rumah sakit dan rumah Jessie terbilang cukup dekat, sehingga mereka pulang hanya jalan kaki saja.
Sesampainya di rumah, rupanya sudah ada kejutan yang menunggu Jessie kembali. Pada rumah yang bisa di bilang sangat sederhana itu, terlihat beberapa hiasan dan balon yang menempel. Tidak lupa ada kue tart yang berada di atas meja dengan beberapa lilin yang sedang menyala.
"Kejutan!" Suara teriakan beberapa orang pun menggema di ruang tamu yang cukup sempit itu.
Hampir saja Putri Azaela berteriak kembali karena terkejut. Di sana sudah ada seorang pria paruh baya yang tersenyum hangat menyambut kedatangan mereka berdua, yang tidak lain adalah ayah Jessie. Dan seorang anak laki-laki yang masih berumur 12 tahun. Dia adalah adik Jessie, bernama Sion.
"Kakak, aku sangat merindukanmu," ucap Sion langsung memeluk tubuh kakaknya tersebut.
"Merindukanku?" gumam Putri Azaela lirih.
Perasaan sedikit terharu mendengar kata tersebut. Karena selama ini, di kerajaan Adanrille tidak ada satu yang menyukai kehadirannya yang terlahir sebagai anak selir sang Raja, apalagi untuk merindukannya. Itu adalah sesuatu yang sangat mustahil.
"Tentu saja, Jessie. Kami semua sangat merindukanmu. Maafkan Ayah karena tidak bisa ikut menjagamu di rumah sakit, Nak," ucap pria paruh baya yang sekarang sedang duduk di sebuah kursi roda.
Walaupun terasa sangat asing, namun Putri Azaela sangat menikmati suasana tersebut. Suasana yang begitu menyenangkan, di penuhi oleh gelak tawa. Sangat berbeda dengan kehidupannya ketika berada di dalam istana kerajaan. Yang ada di sana terasa sangat menegangkan, hanya membahas masalah kedudukan dan kekuasaan wilayah kerajaan.
Putri Azaela tidak bisa berbohong, jika dia menikmati kehidupannya sekarang. Walaupun berada pada tubuh orang lain, dia masih bersyukur bahwa memiliki keluarga yang baik kepadanya. Paling tidak, dia akan menikmati hal ini, sampai semua akan kembali seperti semula.
****
Keluarga Jessie pun, tampak merasakan perubahan yang amat drastis yang terjadi pada Jessie. Sekarang, mereka tidak mendapati lagi Jessie yang kasar dan prilaku lainnya yang menyebalkan. Mereka senang dan menerima saja walaupun Jessie tidak bisa mengingat dengan baik apa yang menjadi keseharian dia sebelum terjadi kecelakaan.
Sion sudah tahu, bahwa kakaknya mempunyai sedikit gangguan pada ingatan dari Ibunya. Dia pun ingin mengajak Jessie untuk ke tempat yang biasa di datangi oleh gadis tersebut.
"Taman bunga," ucap Putri Azaela kepada Sion.
Sion pun mengangguk perlahan dan langsung menarik tangan kakaknya tersebut, tanpa keraguan. Dia tidak tahu yang dia tarik itu bukanlah sang kakak, Jessie. Melainkan seorang Putri Raja, yakni Putri Azaela.
"Apa tempat ini tidak berbahaya? Apa tidak ada orang jahat atau mata-mata Kerajaan disini?" tanya Putri Azaela dengan cemas.
Mendengar hal itu, tentu saja Sion langsung tertawa terbahak-bahak. Dia mengira bahwa kakaknya itu, sudah terlalu sering menonton film yang bertema kerajaan, sehingga dibuat sangat takut oleh imajinasinya sendiri.
Tidak lama berjalan, mereka telah sampai pada tempat yang di sebutkan oleh Sion. Sebuah taman yang cukup luas, dengan hamparan berbagai jenis dan warna bunga. Di tengah-tengah rumput hijau tersebut ada sebuah kolam cukup luas, dengan air mancur yang mencuat ke atas.
Putri Azaela yang baru pertama kali melihat hal tersebut, tentu saja merasa sangat takjub. Tanpa memikirkan takut akan pemberontakan atau mata-mata lagi, dua sudah terlebih dahulu berlari ke taman itu.
"Wah ... apa dia benar-benar lupa pada tempat ini?" tanya Sion kepada dirinya sendiri.
Sebelum menyusul sang kakak yang sudah terlebih dahulu berada di taman. Matanya terpaku pada sebuah kedai yang menjual es krim. Dia pun bermaksud membeli dua buah es krim untuk dia nikmati bersama kakaknya.
Sebaliknya, tanpa mengingat Sion. Putri Azaela berlari-lari kecil di luasnya hamparan bunga. Senyum indah terukir pada wajah Jessie yang terlihat sangat cantik dengan rambut kemerahan yang tergerai.
'Andai di istana ada taman seindah ini. Aku pasti tidak akan merasa sedih dan kesepian lagi," ucapnya tersenyum manis.
Karena terus berlari, Putri Azaela tidak begitu memperhatikan apa yang ada di depannya. Dia pun menabrak beberapa pria yang juga sedang mengitari taman tersebut. Dengan cepat, Putri Azaela meminta maaf sambil menundukkan kepala pada pria itu.
"Maafkan aku," ucapnya sedikit takut.
Pria yang dia tabrak, bergerak mendekat kearah Putri Azaela. Pria itu memiliki postur badan tinggi dan atletis serta wajah yang cukup tampan.
"Apa kamu pikir tempat ini adalah milikmu?" tanya Pria itu dengan nada yang keras.
"Maafkan aku. Maafkan aku ...," ucap Putri Azaela berulang kali, tanpa berani menatap mata pria tersebut. Bagaimana seorang pria adalah manusia yang sangat menakutkan.
Rupanya perkataan Putri Azaela yang berulang-ulang tersebut, malah membuat sang pria naik pitam. Dengan kasar meraup wajah Putri Azaela dengan satu tangannya. Tampaknya dia sedikit terkejut dengan siapa dia sedang berbicara. Perlahan pria itu membuka kacamata hitam yang sejak tadi menggantung pada wajahnya.
"Jessie," lirihnya perlahan.
Putri Azaela perlahan membuka matanya yang tampak sudah digenangi oleh basahan air mata. Dia sedikit terkejut, jika pria itu ternyata mengenal orang yang menjadi raganya sekarang.
Putri Azaela berharap jika pria itu melepaskan tangannya sekarang. Namun, tidak seperti yang dia duga, pria itu justru semakin menguatkan cengkeramannya pada dagu Putri Azaela.
Pria itu bernama Erick, seorang pria yang menjadi musuh bebuyutan Jessie di sekolah. Bukan hanya adu mulut, mereka juga sering terlibat baku hantam satu sama lain.
"Apa ini? Air mata tipuan? Jangan coba-coba menipuku, hanya karena kamu baru saja mengalami sebuah kecelakaan!" Pria itu berteriak tepat di depan Putri Azaela.
Hal itu semakin membuat Putri Azaela ketakutan dan terisak dengan sangat menyedihkan. Sedangkan Erick, tampak merasa bingung akan hal tersebut.
"Kamu ... benar-benar me-menangis?" Sambil melepaskan cengkeramannya perlahan dan menggaruk-garuk kepada sendiri.
Bersambung ....