Chereads / Diandra Bagaskara / Chapter 5 - Ditinggalkan

Chapter 5 - Ditinggalkan

"Dian bangun" Ucap Seorang wanita paru baya yang berusaha membangunkan Diandra, hal itu membuat wanita cantik itu membuka matanya yang sedikit memberat.

"Bibi, sudah pulang?" Tanya Diandra yang menyadari kini paman dan bibinya berada tepat didepannya.

"Kenapa kamu berada disini? Kamu kan ada kamar"

"Gak apa apa Bi, ini tadi ngebantuin Rayan untuk nyelesaikan tugasnya Rayan" Ucap Diandra sejujurnya sambil memasang senyum indahnya

"Dasar ya anak itu, bisa bisanya dia menyuruhmu untuk mengerjakan tugasnya. Biar aku beri dia pelajaran" Ucap Reni berbohong.

"Eh Bibi, gak apa apa kok. Sekalian Dian belajar juga kan, Dian udah banyak ketinggalan pelajaran beberapa hari ini Dian tidak sekolah" Ucap Diandra sambil menundukkan pandangannya.

"Ya sudah kalau kamu tidak keberatan. Maaf jika Rayan sudah lancang kepadamu" Ucap Reni

"Enggak kok bi, justru Dian senang hal itu pasti membuat Dian dan Rayan lebih dekat lagi. Bagaimana pun juga kini kami telah satu rumah" Ucap Diandra masih dengan senyumannya, menutupi rasa sakit hatinya pada Rayan. Ia sama sekali tidak ingin memberitahukan paman dan Bibinya tentang hal jahat yang telah diperbuat mereka, Dian sangat begitu tidak tega jika sepupunya itu dimarahin oleh kedua orang tuanya.

"Ya sudah Dian, kamu istirahat dikamar kamu saja. Tugas ini sudah selesai bukan?" sambung Riandi

"Sudah paman, kalau begitu Dian permisi keatas dulu" Pamit Dian pada paman dan bibinya lalu segera berjalan menyusuri anak tangga.

"Ma, bagaimana pendaftaran Dian?" Tanya Riandi pada sang istri yang terlihat sudah banyak membawa barang barang di paper bag yang memenuhi tangan kanan dan kirinya.

"Sudah, kamu tau tidak mas. Bahwa dia sama sekali tidak membayar sepeserpun untuk biaya pendidikannya" Ucap Reni tersenyum begitu puas

"Ha?! Bagaimana bisa?" Tanya Riandi sedikit terkejut mendengar kejujuran dari sang istri

"Jangan kenceng kenceng mas, nanti dia dengar. Jadi begini aku melihat nilai yang diperoleh olehnya sangat begitu bagus. Sehingga aku berniat memasukannya dengan jalur beasiswa dan ternyata karena dia juga anak yatim piatu, maka semua diterima dengan baik oleh pihak sekolah" Ucap Reni masih setia dengan senyum bangganya.

"Jadi kau sama sekali tidak memberitahu dirinya, bahwa ia kini mendapatkan beasiswa disekolah barunya?"

"Aku bingung mas, aku sama sekali tidak tahu apa yang harus aku katakan pada dirinya. Aku ingin tidak memberitahunya tapi pasti dia akan tahu"

"Kau serahkan saja padaku, kali ini aku bisa mengatasinya" Ucap Riandi berusha meyakinkan istrinya itu.

"Ma, Pa" Seseorang berteriak dari atas tangga sana membuat sepasang suami istri itu menoleh kearah sumber suara.

"Kamu bisa gak si, gak usah teriak teriak?!" Bentak Reni.

"Ma, Rayan laper" Ucap Rayan sambil berlari kecil menghampiri kedua orang tuanya.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Riandi

"Hmm, Sushi" Ucap Rayan sangat begitu bersemangat.

"Ya sudah cepat ganti pakaianmu" Ucap Reni, Rayan yang amat gembira mendengar perkataan kedua orang tuanya itu, dengan cepat menganggukkan kepalanya. Akhirnya setelah sekian lama tidak dimanjakan kini ia kembali merasakan kenikmatan itu.

"Pa, bagaimana dengan Dian? Apa kita, tidak mengajaknya?" Tanya Reni.

"Sudah lah, tidak usah pedulikan dia. Lagi pula kita sudah lama tidak menghabiskan waktu bertiga, dia biarkan saja dirumah. Nanti, kita bawakan dia makanan saja" Tegas Riandi, ia sangat ingin menghabiskan waktu hanya bertiga saja. Dirinya anaknya dan juga istrinya

"Terserah kamu lah mas. Aku ikut saja"

15 menit berlalu akhirnya putra kesayangan mereka telah selesai. Dengan jaket lie dan juga celana jeans robek yang menambah ketampanannya.

"Ganteng banget anak mama" Ucap Reni memuji putranya yang baru saja turun dari anak tangga.

"Mirip papa nya" Sambung Riandi tidak ingin terlewatkan.

"Pede banget kamu mas"

"Sudah ah, Ayo kita makan Rayan sudah tidak sabar" Ucap Rayan kemudian mendapatkan anggukan dari kedua orang tuanya.

***

30 menit berlalu Diandra yang baru saja terbangun dari tidurnya menggeliatkan badannya yang masih sangat begitu sakit. Bagaimana tidak, Diandra sama sekali tidak pernah memegang pekerjaan rumah. Namun, kini terpaksa harus melakukannya karena hidupnya yang harus berubah 180 derajat.

"Laper banget" Ucapnya setelah mendengarkan suara merdu cacing dari dalam perutnya.

Diandra memilih untuk turun, dirinya berharap bahwa ada sedikit makanan yang tersisa dimeja untuk menenangkan cacing cacing diperutnya.

"Kemana semua orang?" Tanya Diandra pada dirinya sendiri yang sedari tadi tidak menemukan siapapun.

Tok Tok Tok.

Terdengar suara pintu rumah yang berkali kali diketuk, namun Diandra sama sekali tidak berani untuk membukakan pintu. Bagaimana pun juga dirinya adalah orang baru disini, dan sepertinya tidak ada siapapun dirumah ini. Diandra harus lebih berhati hati.

Diandra tidak bisa membohongi dirinya, rasa takut kini menyelimuti dirinya, pintu masih saja terus menerus diketuk. Diandra hanya bisa diam duduk ditangga sambil memegang kedua lututnya.

"Ya Allah tolong Dian" Ucapnya sangat begitu lirih. Ia sangat yakin bahwa yang mengetuk pintu bukanlah paman dan bibinya, karena Diandra tau betul pasti mereka mempunyai kunci cadangan.

"Tolong bukakan pintu" Ucap Seseorang dengan sedikit berteriak dari balik pintu. Hal itu semakin membuat Diandra tidak karuan, dengan langkah kaki yang sangat begitu berat, Diandra memilih untuk mengintip dari balik jendela.

"Hah?! Dia kan yang tadi pagi kesini" Ucap Diandra yang tak asing pada pria yang sedari tadi berharap ada seseorang yang membukakan pintu untuknya.

"Buka atau tidak ya?" Tanya Diandra pada dirinya sendiri, jujur dirinya sama sekali tidak mengenal pria itu. Bagaimana jika pria itu melakukan hal yang tidak tidak, Tapi bagaimana jika ada pekerjaan penting yang akan dititipkan oleh pria itu untuk pamannya.

Dengan rasa takut yang masih saja menghantui dirinya Diandra memilih untuk membuka saja pintu rumah itu, ia takut jika pria ini memberikan tugas pada pamannya.

"Lama sekali membukakan pintu" Ucap Pria itu sedikit berkeringat, Diandra paham betul berapa lama pria itu menunggunya disana, sudah pasti pria itu sangat begitu lelah

"Ma- maaf pak. Tapi paman ku tidak ada dirumah" Ucap Diandra sambil menundukkan pandangannya, merasa begitu tidak enak pada pria dengan keringat yang bercucuran itu.

"Aku tidak mencari Paman mu itu." Ucap Pria itu to the point. Hal itu berhasil membuat mata Diandra membulat sempurna, fikirannya semakin entah keman mana. Terlihat jelas kecemasan yang ada pada wanita itu.

"La, lalu?" Tanya Diandra sangat begitu gugup

"Aku mencarimu, dan ingin meminta bantuan padamu" Ucap Pria itu.

"Bantuan?" Tanya Diandra begitu heran

"Iya bantuan, aku sangat membutuhkannya"

"Bantuan apa yang bapak harapkan dari saya?"

"Berkenalan dengan ibuku"