Chereads / Diandra Bagaskara / Chapter 8 - Pikiran

Chapter 8 - Pikiran

"Oh baiklah" Ucap Dion yang kemudian memasang senyum indahhnya.

"Sepertinya aku akan menutup saja perusahaan ku pada bidang teksil itu, aku juga sudah tidak berminat melanjutkannya" Ucap Dion yang kemudian mendapatkan tatapan dari Riandi.

"Pak, kumohon aku hanya bisa bekerja pada bidang teksil. Jika kau menutupnya bagaimana bisa aku bekerja memenuhi kebutuhan kami?" Ucap Riandi.

"Kau adalah lulusan terbaik pada kampusmu, bukan? pasti banyak perusahaan tekstil yang akan menerima mu. Perusahaan kita ini sudah banyak mengalami kebangkrutan, bisa bisa aku yang akan rugi jika harus kulanjutkan"

"Pak, tapi aku akan berjanji untuk menaikkan kembali nama perusahaan ini." Mohon Riandi, dirinya sama sekali tidak bisa diandalkan dalam bidang apapun kecuali teksil. Dirinya memang lulusan kampus terbaik dengan predikat cumlaude. Namun, ia tak ingin jika harus mengulang dan menjadi bawahan kembali.

"Aku tidak bisa jamin, tapi kau usahakan saja dulu. Ini semua akibat ulah Teman mu itu, andai saja dia tidak menggelapkan uang perusahaan ku"

"Baik pak, aku akan usahakan segalanya" Ucap Riandi biarpun dirinya sendiri tidak yakin perusahaan tekstil itu bangkit kembali, karena sudah mengalami kerugian yang amat sangat banyak.

"Aku hanya bisa memberimu waktu satu bulan" Tegasnya

"Jika sama sekali tidak ada kemajuan, terpaksa aku harus menutup perusahaan. Kerugian ku sudah sangat begitu banyak"

"Maaf menggangu waktu makan kalian, kau ingin memesan apa Dian?" Ucap Dion, mengalihkan percakapannya pada Diandra. Seolah olah tidak ingin ada bantahan lagi dari Riandi.

"Pak, tiba tiba selera makan ku hilang. Aku pesan minum saja" Ucap Diandra yang dari mendengar semua perkataan antara pamannya, dan juga Dion. Hati kecilnya seperti teriris, seharusnya dikeadaan seperti ini ia tidak membebani sang paman. Namun, kini ia merasa bahwa takdir begitu kejam.

"Tidak tidak, kau harus makan Dian" Ucap Dion, ia tidak mungkin membawa wanita pergi tanpa memberikan makanan, laki laki macam apa dia.

"Dian, benar kau harus makan. Kau belum makan" Sambung Reni yang berpura pura baik pada Dian.

"Baiklah" Ucap Dian pasrah, hatinya memang tidak enak pada keluarga kecil yang ada dihadapannya ini. Namun, ia juga tidak sampai hati jika harus menentang Bibinya itu.

"Silahkan pesan Dian" Ucap Riandi yang kemudian mendapatkan anggukan dari Diandra.

35 menit berlalu akhirnya mereka selesai dengan makanan yang dipesan masing masing, tampak kini wajah Diandra sangat begitu kelelahan, bagaimana tidak dari mulai membereskan rumah, mengerjakan tugas sepupunya dan juga ikut kerumah sakit bersama Dion.

"Kau terlihat begitu lelah sayang" Ucap Reni yang duduk tepat berada disamping Diandra, seraya mengelus rambut gadis itu begitu lembut.

"Iya Bi, aku sudah sedikit mengantuk" Jawab Diandra yang sejujurnya.

"Kalau begitu, kita pamit pulang saja. Agar dirimu bisa beristirahat. Lusa adalah hari pertamamu masuk sekolah baru, kita harus mempersiapkan segala kebutuhanmu" Ucap Reni

Diandra hanya diam tanpa berani berkata sepatah katapun, bagaimana mereka menyiapkan kebutuhan Diandra, sementara sang paman kini tengah mati Matian untuk membangun kembali perusahaan yang berada diambang kehancuran. Seandainya Diandra bisa membantu mereka, namun kini Diandra hanya bisa menambah beban mereka.

"Diandra sudah membantuku, dan aku sudah berjanji padanya untuk menyekolahkannya. Dia tanggung jawab ku sekarang" Ucap Dion yang kemudian mendapatkan tatapan dari semua org yang kini duduk bersamanya.

"Benarkah pak?" Tanya Riandi meyakinkan dirinya sendiri, rasanya kini bagai terbang melayang. Itu artinya mereka bisa menggunakan uang pendidikan Dian untuk kebutuhan mereka sendiri.

"Tentu saja, kau tau aku bukan orang yang suka berbohong. Bukan?"

"Terima kasih pak, terima kasih" Ucap Riandi merasa sangat begitu bahagia, begitu juga dengan Reni. fikiran dan perasaannya sama dengan apa yang dirasakan oleh suaminya itu.

"Pak, tapi aku hanya membantumu hal kecil." Ucap Diandra yang merasa apa yang diberikan oleh Dion adala sesuatu yang berlebihan

"Tidak Dian, pasti setelah ini. Ibuku akan selalu menanyaimu, dan aku akan selalu merepotkan dirimu"

"Dian ini rezeki, kau tidak dapat menolaknya begitu saja. Kau tau itu adalah sesuatu hal yang tidak baik bukan?" Sambung Reni, kini Dian hanya tidak bisa berkata kata lagi, selain hanya menerima semua apa yang dikatakan mereka, rasanya apa yang diberikan oleh Dion adalah sesuatu yang berlebihan. Kebetulan juga sang ibu sudah memikirkan biaya pendidikannya.

Ingin rasanya menolak semua pemberian ini, ia sama sekali tidak ingin membebani siapapun. Apalagi Dion yang notabenenya baru saja ia kenal beberapa jam yang lalu, namun melihat kondisi keluarga sang paman yang mengkhawatirkan, tiada pilihan lain selain menerimanya saja, dan terus terusan membohongi Mama Dion.

"Mungkin, uang yang aku punya bisa untuk membantu meringankan beban paman dan bibiku" Batin Dian.

Dirinya selama ini tidak begitu tahu bagaimana kesusahan, namun kini ia harus belajar menerima segalanya.

"Ya sudah kalau begitu, kami pamit dulu pak" Ucap Riandi, sedari tadi dirinya tidak banyak bicara setelah Dion memutuskan untuk memberi waktu hanya satu bulan pada perusahaan yang di ambang ke kebangkrutan tersebut.

"Biarkan aku pulang bersama Dian" Ucap Dion, hal itu sontak membuat semua mata tertuju padanya.

"Pak, tidak usah. Kami takut merepotkan mu"Ucap Reni

"Aku yang membawanya kesini, jadi aku juga yang harus mengantarkannya pulang" Tegas Dion.

"Pak, benar kata bibiku. Aku pulang bersama mereka saja"

"Tolong Dian jangan membuat aku seperti pecundang, aku menjemputmu maka aku pula yang akan mengantarkanmu" Ucap Dion dengan tegas, entah mengapa Dion merasakan hal yang mengganjal dihatinya tentang karyawan perusahaannya ini

"Sudah nak, pulang saja bersama bapak ini. Lagi pula kita searah kau tau rumah megah didepan rumah kita? Yang mengarah tepat dibalkon kamar mu? Itu rumah pak Dion, jadi kau tidak perlu khawatir" Ucap Riandi mencarikan suasana, ia sangat mengenal baik bosnya itu. Apapun ucapannya tidak bisa dibantah.

"Baiklah paman"

15 menit berlalu, Dian dan Dion sudah berada di mobil yang sama. Dion sesekali mencuri pandang kearah gadis yang berada disampingnya itu. Begitu jelas wajah gadis itu seperti orang yang memiliki banyak fikiran

"Kau baik?" Tanya Dion, namun sudah hampir 5 menit jawaban dari bibir gadis itu tak kunjung ada.

"Dian" Panggil Dion seraya menepuk bahu Diandra, yang sedari tadi masih sibuk dengan fikirannya.

"Eh iya pak, maafkan aku. Aku sama sekali tidak fokus, mungkin aku sudah kelelahan" Ucap Dian berbohong, dirinya tidak ingin siapapun tau tentang penderitaan yang dialaminya ini.

"Maafkan aku karena terlalu merepotkan mu Dian"

"Tidak pak, aku seharusnya berterima kasih padamu karena mau menyekolahkan aku" Ucap Dian sambil tersenyum manis menatap wajah tampan milik Dion.