Baru saja membuka pintu rumah, Diandra dibuat sangat terkejut ketika sudah melihat sang bibi berada disana.
"Sudah pulang, Dian?"
"Sudah bi, maaf jika lama. Jakarta sungguh macet" Ucap Diandra merasa tidak enak. Karena sang pemilik rumah yang terlebih dahulu sampai dirumah dibandingkan dirinya.
"Tak apa sayang, jangan sungkan. Anggap saja ini rumah mu, dan lakukan semuanya sesukamu, meskipun sekarang kau harus belajar hidup lebih sederhana lagi" Ucap Reni, sambil tersenyum manis kearah Diandra.
"Terima kasih bi" Jawab Diandra yang merasa begitu terharu dengan apa yang dikatakan oleh sang bibi.
"Kalau begitu, kau mandi dulu. Setelah itu aku akan memberikan buku buku untuk pelajaran mu besok" Suruh Reni sambil mengelus kepala Diandra. Hal itu sangat membuat Diandra merasakan kenyamanan.
"Baik bi" Ucap Diandra sambil tersenyum manis, lalu berjalan menuju anak tangga meninggalkan Reni sendirian.
Kicauan burung mulai bermunculan, itu tanda sebentar lagi sang malam akan menggantikan sore. Diandra Bagaskara wanita cantik itu kini sudah selesai dengan balutan piyama berwarna pink kesukaannya. Ia memilih keluar dari kamarnya untuk menemui sang Bibi.
"Bi" Panggil Diandra pada wanita paruh baya yang tengah duduk di sofa sederhana itu.
"Sudah siap sayang?" Tanya Reni berbasa basi, berusaha mengambil hati Diandra.
"Sudah bi" Ucap Diandra sambil tersenyum, lalu mendudukkan bokongnya, tepat disebelah Reni. Reni segera mengeluarkan paper bag yang sedari tadi ia bawa.
"Ini adalah seragam sekolah mu yang baru, dan ini adalah buku buku untuk keperluan mu" Ucap Reni sambil memberikan paper bag yang berisikan keperluan Diandra itu.
"Wah, terima kasih banyak Bi. Bibi sudah sangat banyak membantuku" Ucap Diandra merasa sangat begitu gembira. Akhirnya ia bisa bersekolah lagi setelah sekian lama dirinya harus mendekam dirumah terus, karena tak diizinin orang tuanya sebelum mereka pergi. Dengan alasan dunia luar saat itu tidak bersahabat bagi mereka.
"Bi, bagaimana bisa bibi menyiapkan seluruh surat pindah ku hanya dalam waktu dekat?" Tanya Diandra yang terheran heran.
"Itu semua berkat, kau adalah murid berprestasi. Maka sekolah tidak mempersulitmu. Dan kau tau kau dapat beasiswa di sekolah yang baru, jadi uang yang akan diberikan pak Dion, bisa kau manfaatkan untuk kuliah mu nanti" Terang Reni, dirinya sudah berfikir menceritakan saja tentang beasiswa yang didapatkan Diandra, lagi pula ia telah menemukan rencana baru.
"Benar kah bi?" Tanya Diandra tak percaya, dirinya sangat bangga pada dirinya sendiri.
"Benar sayang, selamat ya. Oh iya ini ATM mu, bibi pakai untuk membeli seragam dan perlengkapan mu."
"Tidak usah bi, bibi pegang saja. Bibi lebih tau keperluan Diandra, dan kalau mau bibi pakai juga tidak apa apa" Ucap Diandra merasa takut membebani keluarga ini, biarlah dirinya membagi sedikit uangnya pada Reni.
"Dian, tidak usah kau pegang saja." Ucap Reni berbasa basi, biarpun sesungguhnya dirinya berharap Diandra tetap kekeuh untuk memberikan ATM itu pada Reni.
"Tidak Bi, aku sudah menganggap mu seperti ibu ku sendiri. Tolong pegang saja ini, lagi pulak aku tidak mengerti bagaimana menjalankan uang ini dengan baik. Selama ini aku hanya memintanya pada Mama" Ucap Dian sambil menyerahkan kembali kartu ATM miliknya itu. Lagi pula ia sudah memilik ATM sendiri untuk keperluannya jika membutuhkannya nanti.
"Baiklah sayang, kalau begitu kau istirahat saja dulu. Besok adalah hari pertamamu untuk bersekolah" Suruh Reni seraya memberikan senyuman manis pada Diandra.
"Iya Bi, oh iya Paman dan Rayan dimana? kenapa aku tidak melihat mereka dari tadi?" Tanya Diandra, biarpun Rayan memperlakukan dirinya dengan sangat tidak baik. Namun, ia sangat begitu peduli pada sepupunya itu.
"Paman mu masih bekerja, kalau Rayan biasalah anak muda." Jawab Reni sambil tertawa kecil.
"Oh, baiklah Bi. Dian pamit keatas dulu" Ucap Diandra sambil membawa paper bag yang berisikan keperluannya, untuk sekolah besok.
Malam semakin larut, Diandra sama sekali tak kunjung bisa memejamkan matanya. Cacing cacing diperutnya seakan akan berdemo meminta untuk segera diisi. Mata Diandra beralih kearah jam weker yang berada di meja samping tempat tidurnya.
"23.00 sudah larut malam ternyata, aku lupa belum memakan apapun. Pantas saja perut ku berbunyi" Ucap Dian sambil mengelus perut ratanya itu. Diandra berjalan menyusuri tangga rumah milik pamannya itu, tidak ada seorang pun yang terlihat dalam rumah ini.
"Mungkin, semuanya sudah tidur ya" Ucap Diandra, sambil melihat kiri kanan rumah itu, memastikan bahwa semua orang sudah tidur.
Diandra melanjutkan jalannya menuju dapur, betapa terkejutnya dia melihat Reni berada dimeja makan.
"Dian, kamu baru bangun?" Tanya Reni yang sama terkagetnya melihat kehadiran Diandra.
"Iya Bi, bibi belum tidur?" Tanya Diandra sambil mengambil gelas lalu mengisinya dengan air.
"Belum, paman mu belum pulang bibi khawatir sekali. Dari tadi bibi berusaha menghubunginya tapi tidak diangkat sama sekali" Terang Reni dengan wajah paniknya, matanya tidak beralih sedikitpun dari ponsel yang berada di genggamannya.
"Bi, apakah sebelumnya. Paman juga pernah pulang selarut ini?" Tanya Diandra yang kini juga merasakan khawatir yang sama. Diandra memilih duduk di bangku meja makan yang berada tepat disamping bibinya.
"Tidak nak, paman mu biasanya pukul 18.00 paling lama sudah akan sampai dirumah, tapi tadi dia memberitahukan bibi. Bahwa ada pekerjaan yang harus ia selesaikan" Ucap Reni sejujurnya.
"Mungkin paman masih kerja, dan ponselnya dalam keadaan mati" Ucap Diandra berusaha meyakinkan sang bibi. Reni kini hanya bisa berdoa bahwa apa yang dikatakan oleh Diandra adalah benar.
"Kalau begitu, biar Dian temani bibi. Untuk menunggu paman saja ya" Tawar Dian
"Tidak usah nak, kau harus sekolah besok. Sebaiknya kau istirahat saja. Kau akan pergi bersama Rayan, menggunakan Motor besok dia pasti tidak akan mau menunggu jika kau terlalu lama Dian, percayala Rayan pergi sekolah akan sangat cepat" Ucap Reni.
"Bi, tidak apa apa. Besok aku akan membuat alarm agar aku cepat bangun, sekarang biarkan aku menemani bibi" Mohon Diandra.
Tiba tiba seseorang membuka pintu rumah mereka, hal itu membuat keduanya bangkit. Berharap bahwa yang barusan adalah Riandi.
"Mas apakah itu kau?" Tanya reni
"Iya ini aku" Ucap Riandi, kedua wanita itu segera menghembuskan nafasnya dengan legah. Lalu berjalan menuju kearah ruang tamu untuk menemui Riandi.
"Mas, kenapa lama sekali?" Tanya Reni dengan wajah lemasnya.
"Maafkan aku, kerjaan sangat begitu banyak. Kau tau sendiri kalau aku tidak mengerjakannya maka sesuatu hal buruk akan terjadi pada karir ku" Ucap Riandi lalu mendudukkan bokong diatas sofa. Berharap bahwa sofa ini mampu meredakan rasa lelahnya sedikit.