"Lo anak baru, yang berani beraninya jalan sama Rayan ya!" Teriak wanita itu sambil mendorong tubuh Diandra, Diandra yang kaget hanya menatap apa yang dilakukan wanita ini dengan mata yang membulat sempurna.
"Ha?"
"Gue ingetin sama lo ya, Rayan itu punya gue!" Ucap wanita itu semakin menjadi jadi, kini ia Malah menarik rambut indah milik Diandra. Hal itu hanya membuat sang empu merintih menahan sakit pada kepalanya.
"Lady lady, dia bukan dekatin Rayan. Dia itu sepupu Rayan" Teriak Abel yang sangat begitu kasihan pada Diandra. Hal itu membuat lady orang yang paling sering membuly di SMA Garuda ini langsung melepaskan tangannya.
"Eh beneran lo sepupu Rayan?" Tanya lady sambil menyembunyikan tangannya dibelakang.
"Iya bener, lain kali jangan main ngehakimi aja kalau enggak tau ceritanya!" Tegas Diandra lalu menarik tangan Abel pergi meninggalkan lady, dan tiga temannya itu. Lady yang berusaha memanggil Diandra dengan lembut, namun Diandra sama sekali tidak memperdulikan panggilan itu.
"Sial. Ini semua gara gara kalian ngasih info gak jelas!" Ucap lady marah pada kedua ketiga temannya yang memberikan informasi, bahwa Rayan pergi bersama wanita cantik.
Sementara kini Abel membawa Diandra ke toilet sekolah, untuk membenarkan rambut Diandra yang kini acak acakan akibat ulah lady.
"Diandra kamu engga apa apa?" Tanya Abel begitu khawatir dengan kondisi teman barunya itu.
"Enggak apa apa Abel, oh iya dia emg sering bully anak sekolahan sini ya?" Tanya Diandra, yang sedari tadi sangat penasaran dengan anak yang berani beraninya menjambak rambutnya.
"Dia hanya membully anak anak yang suka atau dekat dengan Rayan. Padahal Rayan dengan terang terangan menolak dirinya, Rayan juga sering mempermalukan dirinya di depan anak anak yang lain. Namun, tidak sama sekali membuat dirinya berhenti mendekati Rayan.
Mendengar penjelasan Abel, Diandra hanya menganggukkan kepalanya seraya merapikan rambutnya. Dia tidak habis fikir bisa bisanya seorang wanita mengejar ngejar pria. itu hal yang sama sekali memalukan tapi tidak dengan gadis tidak tahu malu itu.
Menit pun berganti kini para siswa berhamburan meninggalkan koridor SMA Garuda. Abelia dan Diandra yang tadi ingin keperpustakaan mengurungkan niatnya, karena sebuah insiden yang sangat tidak mendidik itu.
"Ya udah, besok aja kita keperpustakaan" Ucap Abelia yang kemudian mendapatkan anggukan dari Diandra.
Sepanjang perjalanan menuju kelas, mata Diandra tertuju pada pemuda yang ia kenal.
"Abel itu siapa?" Tanya Diandra, memastikan bahwa ia tidak salah orang.
"Oh itu pak Dion, Guru baru disini guru matematika. Katanya dia seorang pengusaha juga. Namun, kesenangannya menjadi guru membuat ia rela membagi waktunya antara pengusaha dan pengajar. Dia hebat ya" Ucap abel panjang lebar, Diandra yang sibuk memperhatikan Dion hanya mengangguk.
"Dia masuk kelas kita kok, sebentar lagi." Ucap Abel, lalu langsung menarik tangan Diandra menjauh dari ruangan Dion.
***
"Selamat pagi anak anak" Ucap Dion sangat begitu lembut.
"Pagi pak" Ucap seluruh siswa siswi SMA Garuda dengan sangat begitu bersemangat, apalagi siswi perempuan yang berada disana.
"Oh, jadi kelas ini juga kedatangan murid baru" Ucap Dion melirik kearah Diandra.
"Benar pak"
"Cantik banget kan pak"
"Dia punya saya pak"
"Bening kan pak"
"Pak jangan ganggu dia, dia ibu dari anak anak saya"
Begitulah kerusuhan anak anak laki laki yang berada dikelas 12 IPS dua itu. Tidak ingin sang pujaan hati mereka diambil oleh guru tampan yang masih sangat muda itu.
"Sudah sudah, kita mulai pelajaran saja ya. Saya akan menerangkan kembali pembelajaran kita yang tertunda Minggu lalu" Terang Dion yang tidak ingin melanjutkan perdebatan anak anak muridnya itu.
Jam berlalu menunjukkan hari sudah semakin sore, itu tandanya pelajaran akan segera berakhir. Diandra yang baru saja menyelesaikan PR itu segera membangunkan Rayan.
"Rayan, bangunn" Ucap Diandra sangat begitu hati hati, takut sang empu memarahi dirinya.
"Lo, kenapa bangunin gue? emangnya udah pulang?" Tanya Rayan masih dengan setengah nyawa yang terkumpul.
"Udah Rayan, udah dari tadi." Tegas Diandra, yang sedari tadi menunggu pria yang berada disampingnya itu untuk bangun. Namun tak kunjung bangun sampai Diandra bisa mengerjakan pr yang diberikan guru gurunya tadi hingga selesai.
"Kenapa gak bangunin?"
"Udah, tapi kamunya engga bangun"
"Oh, yaudah ayok pulang. Btw ada pr kan?" Tanya Rayan sebelum memilih bangkit dari duduknya
"Ada, yang pertama matematika, yang kedua bahasa Indonesia" Terang Diandra. Rayan hanya mengangguk tanpa ingin menjawab pertanyaan dari diandra, ia membuka tas ransel yang selalu setia menemaninya saat akan sekolah. lalu memberikan dua buku pada Diandra.
"Ini matematika, ini bahasa Indonesia. Lo harus kerjain!" Tegas Rayan sambil meletakkan kedua bukunya itu diatas tangan Diandra.
"Rayan, kalau aku terus yang kerjain gimana kamu bisa? Nanti kalau ujian gimana Rayan"
"Gue udah bawa lo pergi dan pulang sekolah sama gue. Lo kira didunia ini ada yang gratis?! Gak ada Diandra Bagaskara. Oleh karena itu Lo harus bayar dengan ngerjain tugas tugas gue. Jangan jadi anak yang ga tau diri Diandra! Paham?!" Tegas Rayan. Lagi lagi ucapan pria itu berhasil menyakiti hatinya, namun Diandra hanya memilih mengelus dadanya lalu mengejar pria yang meninggalkannya begitu saja.
Sepanjang koridor, tidak ada lagi terlihat siswa siswi yang berkeliaran. bagaimana tidak, jam sekolah sudah berbunyi dua jam yang lalu. Sepasang umat manusia itu menghentikan langkahnya ketika melihat Dion berada di depan keduanya.
"Diandra kau ikut saya, ibu saya mau bertemu dengan mu" Ucap dion. Rayan yang mendengar ucapan dion itu hanya memilih meninggalkan mereka berdua, karena Rayan telah mendengar semua cerita Diandra dan Dion yang memulai membohongi ibu Dion.
"Baik pak" Ucap Diandra hanya bisa pasrah.
Keduanya berjalan menuju mobil mewah milik Dion, mata Diandra menatap aneh, setiap kali ikut dengan pria ini. Maka pria ini akan berganti ganti mobil.
"Diandra, jadi ini sekolah baru mu?" Tanya Dion yang baru saja memasuki mobil miliknya.
"Iya pak" Jawab Diandra seadanya.
"Tapi disini kau adalah murid beasiswa. Maka bagaiman aku akan membalas kebaikanmu?" Tanya Dion.
"Mungkin dengan perguruan tinggi" Ucap Diandra, yang sangat ingin sekali melanjutkan pendidikannya hingga bangku kuliah. Namun, ia sadar kini tidak bisa karena harus hidup serba berkecukupan.
"Baiklah Dian"
5 menit berlalu, Diandra sibuk memegangi perutnya. Takut jika suara perutnya yang sedari tadi berbunyi terdengar oleh Dion. Hal itu akan sangat memalukan bagi Diandra.
"Turun" Ucap Dion. Diandra hanya memperhatikan sekelilingnya, ia melihat ini adalah pinggir jalan, apa Dion akan mengerjainya. Meninggalkan dirinya disini?
"Turun Diandra" Ucap dion mengulangi ucapannya