"Maaf pak" Ucap Diandra, kini rasa takut dihatinya mulai bergejolak, ingin sekali rasanya menghilang dari bumi. Ini mungkin akan menjadi kejadian pertama kalinya ia akan dimarahin dan dihukum guru.
"Kamu, ikut saya. Yang lain kerjakan buku paket halaman 30-32" Ucap pak Bram lalu beranjak meninggalkan bangkunya. Diandra hanya mengelus dadanya berulang kali Abelia memanggil namanya, karena tidak percaya dengan apa yang dikatakan Diandra, seingat abelia kemarin Diandra sudah mengerjakannya. Panggilan itu di abaikan oleh Diandra.
Diandra menyusuri koridor sekolah, tidak ada seorangpun berada diluaran ini. Bagaimana ada orang pelajaran Tenga berlangsung, hanya Diandra lah yang menyusuri koridor seorang diri.
"Permisi pak" Ucap Diandra seraya menundukkan pandangannya, rasa takut dirinya kini semakin menjadi jadi. Diandra berharap Tuhan menyelamatkan dirinya.
"Duduk" Ucap pak Bram begitu dingin. Diandra yang semakin takut memilih untuk duduk dengan masih menundukkan pandangan kebawah.
"Kamu tau kamu siswi baru, yang mendapatkan beasiswa di sekolah ini?"
Diandra hanya mengangguk seraya menundukkan pandangannya, dirinya sangat merasa begitu ketakutan, berada dikondisi seperti ini.
"Kamu tau, apa seharusnya siswa beasiswa harus melakukan apa?"
Lagi lagi Diandra menjawab hanya dengan anggukan.
"Kalau kamu sudah tau, mengapa tidak mengerjakan tugas? Kau tau efek dari perbuatan mu ini? Seharusnya, kau bisa menjadi teladan buat siswa siswi yang lain, aku tidak bermaksud merendahkan mu tapi kau murid yang dibiayai sekolah. Kau paham tugas dan kewajiban mu Dian? Ini adalah tugas pertamamu, kau sudah memberikan kesan yang buruk" Tegas pak Bram
"Ma maaf pak" Ucap Diandra, nafasnya memburu. Rasanya ingin sekali menghilang dari muka bumi.
"Saya sudah memberikan kamu peringatan pertama, jangan sampai hal ini terulang untuk kedua kalinya. Karena jika sudah tiga kali ada guru yang melaporkan kamu tidak mengerjakan tugas, beasiswa kamu akan saya cabut. Paham?"
"Baik pak, terimakasih" Ucap Diandra berusaha memberanikan diri menatap wali kelasnya itu.
"Kalau begitu, kamu boleh masuk. Ucapkan pada ketua kelas jika sudah selesai kumpulkan tugas dimeja saya"
"Baik pak" Ucap Diandra lalu memilih untuk bangkit dari duduknya, dan meninggalkan ruangan Pak Bram tersebut.
***
"Diandra" Panggil Dion yang baru saja keluar dari dalam ruangannya, ia melihat Diandra yang hanya menundukkan pandangan. Bingung akan pulang naik apa, sebab Rayan meninggalkannya begitu saja. Dan Diandra sama sekali tidak mengetahui atm di dekat sekolah barunya ini.
"Ya pak?" Tanya Diandra begitu heran, mengapa pria itu memanggil dirinya.
"Ibu saya akan pulang sore nanti, kamu mau menemuinya kan?" Tanya Dion. Diandra tersenyum Tuhan begitu baik padany, setidaknya Dion akan mengantarkan Diandra pulang nanti.
"Baik pak, tapi setelah itu. Ingatkan saya mengerjakan tugas" Terang Diandra sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia sangat begitu lupa tentang tugasnya jika sudah bertemu dengan Nia. Ibu Dion.
"Hanya itu saja? Tidak sulit" Ucap Dion sambil mengangkat sebelah alisnya, Diandra hanya tertawa kecil mendengar ucapan dion.
"Ya sudah, ayo pulang" Ucap Dion, Diandra memperhatikan sekitar. Memang teman temannya sudah pada pulang, Diandra memilih untuk mencari Dion disekitar sekolah yang ia kira menunggunya, ternyata sudah pulang terlebih dahulu. Hal itu membuat Diandra harus kehilangan sejam waktu pulang sekolahnya, hingga tidak ada lagi teman temannya yang tersisa.
"Saya fikir semua orang sudah pulang, mari kita pulang" Ucap Dion yang bisa merasakan kekhawatiran yang dirasakan Diandra, Diandra hanya mengangguk lalu segera mengikuti langkah kaki Dion yang berjalan dihadapannya.
***
Sepanjang perjalanan tak ada yang membuka suara, baik Dion maupun Diandra. Keduanya sibuk dengan fikiran masing masing. Diandra memilih untuk memikirkan bagaimana jika ia tinggal sendiri saja, tanpa paman dan bibinya. Namun, ia tidak memiliki pekerjaan untuk keberlangsungan hidupnya, tidak mungkin ia meminta ATM yang telah ia berikan pada bibinya
"Dian" panggil Dion memecahkan keheningan diantara mereka.
"Kenapa?"
"Kau dari pagi, belum makan?" Tebak Dion, tentu saja tebakan Dion benar. Tadi pagi karena takut terlambat keduanya belum sempat sarapan, dan Diandra yang tidak memilik uang cash pada sakunya juga memilih untuk tidak ke kantin.
Diandra hanya menggelengkan kepalanya, tanpa berniat menjawab dengan perkataan.
"Kau ingin makan apa?" Tanya Dion, sejujurnya sama seperti Diandra ia juga tidak makan dari pagi hingga saat ini dikarenakan kesibukan dan tugasnya yang menggunung
"Bagaimana, jika makan bersama Tante Nia saja?" Tanya Diandra, sambil memandang kearah pria tampan dengan badan yang ideal itu.
"Ide bagus, aku juga sudah lama tidak makan dengan mama" Ucap Dion sambil tersenyum puas mendengar jawaban wanita yang berada disampingnya itu.
***
"Tante" Panggil Diandra begitu ambisius, rasanya baru kemarin berkenalan namun, sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. Bahkan ia sering merindukan wanita paru baya itu.
"Sayaang, kamu akhirnya jemput Tante juga." Ucap Nia sambil membuka dua tangannya seakan akan memberi kode, ingin memeluk Diandra. Diandra yang sangat merindukan wanita itu segera memeluknya dengan begitu erat, merasakan kasih sayang wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.
"Bagaimana keadaanmu sayang?" Tanya Nia yang kini mencium hangat pucuk kepala Diandra.
"Tentu saja, baik Tante. Tante bagaimana?"
"Amat baik sayang, apa lagi karena sudah berjumpa dengan kamu"
"Ehem" Sindir Dion, yang merasakan bahwa kini kehadirannya seperti tidak dianggap oleh kedua insan bak ibu beranak ini. Keduanya tidak ada yang memperdulikan Dion. Dion hanya menghembus nafasnya kasar seraya memandang suster yang tengah merapikan pakaian ibunya itu.
"Kau tahu baju ini milik siapa?" Tanya Dion pada suster yang menjaga ibunya itu.
"Milik ibu Nia tuan" Jawab suster itu begitu polos, Sementara Nia sudah bisa menebak apa drama apa yang dilakukan oleh putra nya itu.
"Kau tahu ibu Nia itu siapa ku?" Lagi lagi Dion mengajukan pertanyaan yang sulit dimengerti oleh suster tersebut.
"Ibunya tuan" Jawab suster itu menatap aneh kearah Dion yang masih menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Tapi kini, sepertinya ia sudah menukarkan putranya dengan seorang gadis" Ucap Dion, seraya memasang wajah lemasnya. Sontak hal itu membuat Diandra dan Nia tertawa bersama sama.
"Oh, jadi ada yang cemburu ya" Ucap Nia yang menaik turunkan alisnya menatap putranya itu.
"Siapa yang cemburu?" tanya Dion, seperti tidak terjadi apa apa
"Coba kau tebak, siapa yang sedang cemburu?"
"Kau cemburu padaku Dian? karena telah menanyai suster ini?" tanya Dion sambil melirik kearah Diandra yang kini sudah salah tingkah akibat ulahnya.
"Kurasa kau tidak perlu cemburu, bahkan suster ini sudah memiliki pendamping hidup. Bukan kah begitu suster?"
"Iy iya pak"
"Heh, sembarangan. Tidak mungkin Diandra cemburu padamu" Ucap Nia, ingin menjahili putranya itu.