Chereads / Diandra Bagaskara / Chapter 24 - Sesak

Chapter 24 - Sesak

Setelah hampir dua jam berada direstoran mewah itu, Mereka pun memutuskan untuk beranjak dari tempat duduk masing masing memasuki mobil BMW milik Dion.

Sepanjang perjalanan tidak ada yang membuka suara sama sekali, Dion yang sibuk menyetir dan Dian yang sudah kekenyangan membuatnya malas untuk mengeluarkan kata kata, begitu pula dengan Nia, yang memilih untuk merebahkan badannya diatas kasur. Nafas Nia begitu teratur membuat kini hati Dion merasakan ketenangan karena ibunya itu sudah baik baik saja.

"Hm, pak sepertinya aku pulang saja. Nanti jika ada waktu aku akan berkunjung, untuk saat ini aku harus pulang. Tidak enak jika harus meninggalkan rumah paman begitu lama" Ucap Dian memecahkan keheningan diantara mereka. Dion meliriknya sekilas menghembuskan nafasnya perlahan. Benar kata wanita yang berada disampingnya ini.

"Baiklah, mama ku juga pasti mengerti" Ucap Dion, setelah 15 menit dalam perjalanan. Akhirnya mereka tiba dikediaman paman Diandra.

"Aku antarkan kedalam, sekalian memberikan penjelasan pada pamanmu" Ucap Dion, namun Diandra dengan cepat menahan tangan Dion, sambil menggelengkan kepalanya. Tentu saja hal itu membuat Dion memberhentikan pergerakannya.

"Kasihan tante nia, dia sangat begitu kelelahan." Ucap Dian, hal itu membuat Dion segera melirik kearah sang mama, benar saja wajah wanita paru baya dengan rambut yang mulai memutih seluruhnya itu tampak begitu kelelahan.

"Ya sudah, nanti jika sempat akukan berkunjung untuk memberikan penjelasan pada pamanmu"

"Aku rasa tidak usah repot repot" Ucap Dian, lalu segera membuka pintu mobil dan pergi meninggalkan Dion dan Nia.

"Hati hati" Teriak Dion, hal itu membuat Dian menoleh kearah belakang sambil tertawa kecil, Padahal rumahnya sangat begitu dekat dengan jarak mobil Dion yang baru saja di berhentikan. Namun, pria itu mengatakan hati hati padanya.

"Dian, kau baik baik saja?" Tanya Reni, sambil berlari mendekati Dian lalu memeluk tubuhnya begitu dalam.

"Baik baik saja Bi, maaf jika membuat menunggu. Ada sebuah inseden yang membuat Dian harus pulang lebih lama" Ucap Diandra sambil merekatkan pelukannya.

"Iya, tidak apa apa . Bibi udah diberi tahu soal itu. Bibi sudah masakan kamu makanan yang spesial mari kita makan" Ucap Reni, lalu menarik tangan Dian dan segera menuju meja makan sederhana milik keluarganya itu.

Diandra yang merasa tidak enak jika harus menolaknya, memilih untuk menuruti saja, padahal sejujurnya kita ia sudah sangat begitu kenyang.

"Bibi juga makan ya, Diandra tidak enak jika harus makan sendirian"

"Ini untukmu, kau pasti sangat begitu lapar. Tidak apa apa makanlah, tadi bibi paman dan Rayan sudah makan" Ucap Reni seraya mengelus rambut Diandra, dan segera mengambilkan makanan untuk keponakannya itu.

Setelah selesai menyantap makanan yang di masak oleh bibinya, Diandra menguap ia sudah sangat begitu kelelahan.

"Kamu kekamar aja, besok juga sekolah kan. Kata Rayan ada ulangan" Ucap Reni seraya tersenyum manis kearah Diandra.

"Tidak, Bi. Biar aku bereskan terlebih dahulu" Ucap Diandra seraya menahan tangan Reni yang bergerak membereskan sisa makanan yang berada dimeja makan itu.

"Permisi"

Seseorang mengetuk pintu rumah keluarga Riandi itu, menandakan bahwa ada seseorang berada diluar sana.

"Dian, kamu bukakan pintu. Biar bibi yang bereskan" Dian hanya mengangguk mendengar ucapan sang bibi lalu beranjak dari duduknya dan membukakan pintu

"Ada Paman mu?"

"Sepertinya ada, tadi bibi berkata Meraka baru makan bersama"

"Kalau begitu, boleh aku masuk?" Tanya Dion yang masih setia berdiri didepan pintu

"Oh iya tentu saja"

"Siapa yang datang Dian?" Ucap Reni memotong ucapan keduanya.

"Eh pak Dion, masuk masuk. Saya panggilkan mas Riandi" Ucap Reni begitu ramah, lalu meninggalkan Diandra dan Dion begitu saja di ruang tamu tersebut.

"Sebentar, aku buatkan minum" Ucap Diandra sambil berjalan menuju dapur.

"Eh pak, ada keperluan apa?" Tanya Riandi yang baru saja menuruni anak tangga.

"Ada dua hal maksud kedatangan ku." Ucap Dion, seraya mengikuti langkah Riandi yang mendudukkan bokongnya diatas sofa yang berada tepat dihadapannya.

"Apa itu pak?"

"Yang pertama, aku ingin meminta maaf karena membawa keponakan kalian pergi terlalu lama."

"Tidak apa pak, kau juga sudah izin. Lagian, aku lebih mempercayainya jika bersamamu"

"Terimakasih, yang kedua. Aku ingin memberitahu bahwa perusahaan akan segara aku tutup"

"Pak?! Kau serius?" Tanya Riandi, matanya berhasil membulat sempurna, nafasnya memburu kencang.

"Iya, aku serius. Maafkan aku, tapi aku sudah terlalu banyak mengeluarkan uang dan itu hanya sia sia." Ucap Dion, Diandra yang baru saja meletakkan dua gelas teh diatas meja, ikut terkaget mendengar pengakuan Dion.

"Pak, tapi jika begini. Bagaimana aku harus menghidupi keluargaku?" ucap Riandi, seraya berharap bahwa pria yang ada di hadapannya ini, mau menimang nimang perkataannya lagi.

"Aku rasa, akan banyak perusahaan tekstil yang bersedia menerima mu. Kau karyawan terbaik prestasimu juga banyak" Ucap Dion menatap dalam manik mata Riandi.

"Pak, apa tidak ada jalan lain?" Pinta Dion, dengan mata yang begitu terlihat kecewa.

"kau tau, jika aku meneruskan perusahaan ini. Sama saja seperti aku bermain api. Aku akan terbakar, aku juga tidak memiliki uang yang tidak akan habis habis." Terang Dion "Maafkan aku, aku tidak bermaksud melukai mu, aku akan berusaha mencarikan kerja untukmu" Ucap Dion, seraya menepuk bahu Riandi sangat begitu halus, seakan akan menyalurkan kekuatan untuknya.

"Aku pamit dulu, terimakasih suguhannya" Ucap Dion, sambil melirik kearah Diandra, Diandra hanya mampu menatap Dion tanpa memberikan ekspresi apapun. Setelah kehilangan jejak Dion pada balik pintu rumahnya, Diandra bergantian menatap sang paman yang kini kelihatan sangat begitu gusar.

"Sial!" Bentak Dion, lalu meninggal istrinya dan Diandra begitu saja menuju tangga rumahnya.

Sementara Reni, hanya mampu menatap kosong kearah depan. Habis sudah, entah apa yang harus mereka lakukan. Untuk bertahan hidup selanjutnya.

"Dian, maafkan kami. Kami tidak ingin bermaksud memberimu hidup susah" Ucap Reni yang segara menarik Dian dalam pelukannya. Dian hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar.

"Bi, tidak apa apa. Tidak ada manusia yang terlahir tanpa masalah, dan tidak ada masalah yang diberikan Tuhan yang tidak bisa kita lalui. terimakasih sudah mau merawat Dian seperti anak sendiri, Dian tidak bisa berbuat apa apa selain mengucapkan terimakasih" Ucap Dian begitu tulus lalu membalas pelukan Reni begitu dalam.

"Bibi istirahat saja, temani paman. Ia pasti sangat membutuhkan bibi,"

"Kamu dewasa sekali nak, terimakasih sayang. Sudah Mau mengerti kondisi keluarga ini" Ucap Reni, lagi lagi mengecup singkat kening Diandra. Diandra hanya bisa mengangguk lalu membiarkan sang bibi pergi meninggalkannya. Ada rasa sesak begitu mendalam di hatinya.