Diandra yang gelapan langsung memilih untuk pergi menggunakan mobil kesayangannya, sesampainya dirumah sakit. Benar saja pria yang dimaksud oleh petugas rumah sakit adalah Ayah kandungnya sendiri. Tangisnya pecah, kedua orang yang paling ia cintai kini telah berpulang.
"Mama papa" Teriaknya tak beraturan, badannya kini begitu lemas kakinya sudah tidak mampu melangkah.
"Mama dan Papa mu sudah tidak ada" Ucap Salah satu perawat sambil memegang lembut bahu Diandra. Tangisnya kini semakin pecah mendengar omongan sang perawat.
"Gak! Gak mungkin kalian bohong!" Ucap Diandra semakin menggebu gebu, nafasnya tak karuan.
Brakkkk
"Tolong, tolong bawakan dia" Ucap perawat yang sedari tadi menemani Diandra dan meyakinkan dirinya, bahwa kedua orang tuanya sudah berpulang. Tubuh langsing Diandra kini dibopong ke igd.
Setelah 15 menit mendapatkan penanganan akhirnya sang dokter yang menangani Diandra kini keluar, menatap sang suster yang sedari tadi menungguin Diandra
"Sus, sekarang bagaimana. Siapa yang akan kita beritahu tentang kondisi mereka?" Tanya dokter itu
"Aku tidak menemukan kontak yang sering dihubungi lagi oleh ibu Rahesa" Ucap sang perawat yang sedari tadi masih setia mengotak ngatik ponsel Rahesa berharap menemukan titik terang untuk siapa yang akan dihubungin selanjutnya.
"Sebentar ini ada nomor ponsel dengan nama "Adik Riandi" Mungkin saja dia adalah keluarga terdekat mereka" Ucap sang suster sambil menunjukkan nomor Riandi pada dokter tersebut.
"Iya coba saja kau hubungi"
"Halo?"
"Siapa?"
"Maaf pak, saya adalah perawat rumah sakit kasih bunda ingin memberitahukan kan bahwa ibu Rahesa dan anaknya berada dirumah sakit ini, anaknya dalam kondisi pingsan dan ibunya sudah tidak bernyawa"
"Ha?! Bagaimana bisa? Aku akan kesana sekarang juga" Ucap Seseorang dari sebrang sana lalu segera menutup panggilan telepon dari sang perawat.
"Bagaimana?"
"Saya tidak tahu pasti, yang baru saya hubungin ini siapa mereka. Tapi dia akan segera kesini"
"Baiklah, kalau begitu aku akan mengambil hasil test pria yang bersama ibunya" Ucap sang dokter yang kemudian meninggalkan perawat itu seorang diri.
2 jam berlalu, malam semakin larut kini hanya tersisa sakit kepala yang begitu amat di kepala Diandra. Ia melihat sampingnya suster yang sedari tadi menemaninya masih berada disana.
"Sus" Panggil Diandra lirih.
"Istirahat saja dulu, jangan terlalu banyak bergerak itu bisa membahayakan kondisimu" Terang suster
"Sus, laki laki yang berada di samping mama ku adalah papa ku bukan?" Tanya Diandra meminta penjelasan, dirinya berharap bahwa pria itu bukanlah papanya.
"Dari hasil lab petugas rumah sakit, menemukan beberapa identitas dan sudah mencocokkannya. Mayat itu bernama Danendra Bagaskara"
Deg, lagi lagi hati Diandra bak di tancapkan belati yang teramat. Kehancuran sudah berhasil membuat dirinya hampir setengah mati, tatapan gadis itu kosong menatap lurus, bahkan ini lebih sakit dari apapun kesedihan yang pernah ia alami.
"Dan, tadi aku baru mendapatkan informasi dari tempat pak Danendra bekerja bahwa wanita yang notabenenya adalah ibumu adalah istrinya. Berarti mereka adalah orang tua mu?"
Tidak ada jawaban dari Diandra, bahkan kini ia tak bisa mendengar apapun yang dikatakan oleh suster tersebut, pikirannya kini melayang. Jahat sekali Tuhan mengambil keduanya di waktu yang sama.
"Hei, kamu baik baik saja?"
"Tidak! Tidak mungkin" Teriak Diandra sambil menarik rambutnya dengan kasar, sontak suster yang sedari tadi menemani dirinya bangkit lalu memegang tangan Diandra. Menurunkannya dengan sangat perlahan.
"Sus, katakan padaku bahwa ini hanya mimpi" Ucap Diandra sambil menatap suster tersebut dengan begitu nanar. Namun, tak ada jawaban, sang suster hanya mengeratkan pelukannya berharap bisa menenangkan sedikit hati Diandra.
"Aku mau bertemu dengan papa mama ku" Ucap Diandra yang kemudian mendapat anggukan dari suster. Dengan sangat hati hati suster tersebut membopong tubuh ramping milik Diandra.
"Mama papa" Teriak Diandra saat mendapati kedua orang tuanya yang kini sudah ditutup oleh selimut berwarna putih.
"Diandra" Panggil seseorang dari balik pintu meyakinkan bahwa yang ia lihat benar benar Diandra.
"Pak faisal" Teriak Diandra lalu menghamburkan pelukannya pada laki laki paruh baya yang sangat ia kenal itu.
"Kau harus tegar nak, kau harus tegar" Ucap faisal sambil mengeratkan pelukannya.
"Mama, dan papa sudah meninggalkan aku" Ucap Diandra begitu lirih semua orang yang berada dalam ruangan itu, ikut terhanyut akibat tangisan Diandra. Semua orang bisa merasakan kepedihan Yang ada pada dirinya.
"Kau harus kuat, agar besok kita bisa mengantarkan mereka ke peristirahatan terakhir mereka. Kau memang menyayangi keduanya, namun. Tuhan jauh lebih menyayangi mereka" Ucap Faisal sambil berusaha menenangkan Diandra.
***
Malam berlalu, kicauan burung mulai terdengar sayup sayup sang gelap perlahan memudar menggantikan hari yang semakin terang. Namun Diandra sama sekali tidak merasakan keterangan dalam hidupnya sejak kemarin malam, dimana ia harus kehilangan segalanya.
"Diandra sudah lah, kau harus ikhlas. Kau tidak kasihan pada mereka jika kau harus terus menahan mereka berada disini?" Tanya Faisal yang sedari tadi memperhatikan tingkah Diandra seolah olah menahan semua orang untuk mengangkat Mama dan papanya.
"Pak, kau tidak mengerti perasaan ku! Usia ku masih muda dan aku sudah kehilangan keduanya? Bagaimana aku? Bagaimana hidupku kedepannya?" Bentak Diandra yang tidak terima dengan perkataan Faisal.
"Aku memang tidak mengerti menjadi dirimu, aku memang tidak paham apa yang kau rasakan nak. Tapi percayalah Tuhan tidak pernah pilih kasih, ia memberikan mu cobaan karena ia percaya bahwa kau mampu untuk menjalaninya. Tuhan mengambil orang tua mu karena Tuhan lebih menyayangi dirimu"
"Lalu tuhan tidak menyayangi kita? Makanya tuhan tidak mengambil nyawa kita?"
"Tuhan juga menyayangi kita nak, namun. Orang tua mu sudah melakukan yang terbaik sehingga sudah saatnya mereka pulang pada Tuhan, Sementara kita, kita di didik lagi oleh Tuhan agar kita juga berpulang saat sudah melakukan yang terbaik seperti mereka. kau harus ikhlaskan orang tua mu nak." Ucap Faisal sambil menghamburkan pelukannya pada Diandra. Diandra hanya bisa terdiam, menyimak setiap kata yang diucapkan Faisal, benar kata Faisal orang tuanya sudah melalukan yang terbaik. Maka Tuhan mengambil keduanya.
"Percayala padaku nak, mereka tetap bersamamu. Hanya saja kini mereka telah abadi dan kau tidak bisa melihatnya. Namun, cinta kasih dan sayang mereka akan selalu tinggal bersamamu. Suatu saat kalian juga akan berkumpul kembali. Tuhan memberikan mu cobaan yang orang lain tidak diberikan itu karena, tuhan percaya kau bisa."
"Baiklah pak, bagaimana pun juga ini sudah menjadi kehendak Tuhan. Aku ikhlas melepaskan kepergian mereka" Ucap Diandra dengan begitu getir. Dirinya tidak bisa menahan sesak yang teramat pada dadanya, namun kembali lagi apapun yang terjadi ia harus ikhlas.