Sudah berapa tahunkah kau hidup di dunia ini? Lalu masalah apa saja yang kau hadapi selama menginjakkan kaki di atas tanah dan menghirup udara?
Jika banyak dan beragam, kita sama. Namun terkadang suatu bencana atau musibah yang didatangkan oleh sang Pencipta berbeda dengan situasi serta keadaan yang kita hadapi.
Tapi percayalah bahwa semua masalah yang kita hadapi di dunia ini pasti 50% sama. Akan tetapi cara setiap orang untuk merespon masalah yang dihadapi tentulah sangat berbeda.
*****
Malam keempat sekolah mengadakan api unggun serta membakar jagung. Bahan-bahan yang diperlukan sudah disiapkan oleh para guru yang siap siaga.
Alina menatap tidak bersemangat kepada kelompok yang terlihat sangat senang dan bersukacita. Harapannya seakan-akan pupus dan sirna.
Tia demam karena udara yang dingin. oleh karena itu dia harus sendirian pada malam api unggun. Yang mana kata orang malam api unggun merupakan malam yang dinanti-nantikan oleh para pemuda terutama bagi mereka yang sedang berkemah atau melakukan study tour.
"Huf, kapan ya aku bisa seperti mereka? Tersenyum ada teman, kalau lagi sedih juga ada teman, huf. Ya Allah, jangan marahin Alina ya. Soalnya Alina ini dan pengen juga kayak mereka." Gadis yang memakai jaket berwarna biru silver itu memegangi dagunya sembari memejamkan mata.
Dia kagetkan dengan kedatangan seseorang yang langsung duduk di sampingnya. "Kamu bisa kok punya temen kayak mereka. Tapi jika kamu ingin berteman maka intropeksi diri kamu sendiri dulu. Cari kekurangan kamu lalu tunjukkan kelebihanmu," kata Heru tersenyum. Pria itu kemudian memberikan 1 potong jagung yang sudah dibakar kepada muridnya.
"Nggak usah, Pak. Saya tidak lapar. Lebih baik bapak sendiri yang makan jagung ini atau enggak berikan saja sama Tia."
Lagi Heru menyipitkan matanya. "Apa kamu sepeduli itu kepada Tia?"
Alina bimbang dan tidak tahu harus menjawab bagaimana. Di satu sisi dia memang mengkawatirkan Tia namun di sisi lain dia yakin masih ada orang lain yang peduli kepada Tia dan mau menjadi teman nya berbeda dengan dirinya saat ini.
"Memangnya salah kalau saya memperhatikan Tia?"
Heru menggeleng. "Tidak ada yang salah. Kamu tahu Alina, dulu saya ya juga pernah mengkawatirkan seseorang. Namun karena di sini saya yang egois dan tidak mampu untuk menunjukkan jika saya merasa cemas dengan dirinya, maka dia pergi meninggalkan saya begitu saja," kata Heru.
Alina kaget. Dia tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan Heru apalagi sampai membuka luka lama.
"Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud untuk-"
"Haha, sudah-sudah jangan minta maaf. Kita kan belum lebaran dan juga puasa, haha."
"Pak, Apa saya boleh bertanya?"
Heru membalikkan badannya dan kini menatap wajah Alina yang menggemaskan. "tapi bayar ya, hehe."
"Hah!"
"Bercanda. Kalau mau bertanya ya silakan kenapa kamu harus menanyakan itu lagi. Kita ini hidup di Indonesia. Di mana semua orang bebas untuk berpendapat di juga mengkritik."
Alina menarik napas merasa lega dan tidak lagi tegang. Dia menatap ke langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang yang bertebaran.
"Pak, kenapa ya bulan itu sendirian? Lalu kenapa juga bintang bintang bertebaran banyak di atas langit? Kan kasihan bulannya nggak ada teman."
"Hm, sepertinya kamu seorang pemuja rahasia bulan ya."
"Yap bisa dikatakan begitu, Pak. Alina merasa jika seperti bulan. Berada di antara banyak orang-orang namun tidak pernah dianggap. Tapi nggak adil sih, Pak. Soalnya bulan banyak juga pengagumnya seperti Alina," gerutunya.
"Karena itu meskipun bulan itu sendirian dan bintang berkelompok. Belum tentu bintang bisa mengalahkan cahaya yang diberikan oleh sang rembulan. Nah misalnya kayak gini, kalau bulannya menghilang dan hanya ada bintang-bintang. Apakah bumi akan seterang malam ini?"
"Hm, tentu saja tidak akan seterang ini, Pak. Pasti gelap dan juga samar-samar."
"Saya hanya bisa menyarankan agar kamu seperti bulan. Terus memancarkan cahaya mu meski ada ribuan bahkan ratusan juta bintang yang bertebaran di langit. Tunjukkan kelebihanmu agar kau bisa dihargai oleh orang lain. Tapi jangan sekali-sekali kamu berbesar hati dan kemudian terjatuh kedalam sifat angkuh, mengerti?"
Alina diam mematung. Matanya dikedip-kedipkan beberapa kali. Heru sangat membuatnya terpukau dengan kata-katanya yang indah dan sulit untuk dimengerti oleh dirinya yang memiliki IQ rendah.
"Saya tidak mengerti dengan apa yang Anda ucapkan, Pak. Bisa Anda jelaskan lagi secara pelan-pelan? Hehe."
"Hadeh!" Heru sudah tidak bisa menahan rasa gemesnya kepada Alina. Dia pun menarik pipi Alina dan kemudian mengacak-acak rambutnya.
"Kenapa, kenapa aku merasa seperti berada di rumah ya? Apa yang dilakukan oleh Pak Heru sama dengan Bang Toni," ucapnya dalam hati.
"Kamu pasti sangat terkagum-kagum bukan dengan kejeniusan saya," kata Heru bangga.
"Hah, memangnya Bapak jenius?"
Heru tergelak mendengar kepolosan Alina. Bukan hanya wajahnya saja yang polos namun hatinya juga ikut merasa polos. Semoga saja enggak di situ tetap menjadi seseorang yang rendah hati dan menjadi salah satu murid kesayangannya.
*****
Dear diary.
Filosofi sang rembulan. Ketika malam datang membawa dingin yang seakan-akan membuat hatiku tenang. Di saat itu aku seperti melayang dan terbang ke udara dan meninggalkan bumi yang penuh dengan kedustaan dan juga keperihan ini.
Jika bisa aku terbang dan menghilang, aku sudah tentu melakukannya. Bisakah aku merasakan hidup damai seperti mereka?
Aku tidak meminta banyak selain sebuah pengakuan dan juga saling menghargai. Apakah dengan memiliki bobot tubuh yang berbeda dan juga lebih dari mereka membuatku harus menerima semua perlakuan buruk dan juga caci makian?
Aku juga tidak minta dilahirkan ke dunia ini dengan memiliki bobot yang berlebihan seperti ini. Namun sayang, itu hanyalah sebuah perandaian dan juga percumaan saja.
Pada kenyataannya aku dilahirkan dengan keadaan yang melebihi batas ukuran tubuh gadis normal biasanya.
Aku ini seperti bulan yang berada di antara para bintang. namun tetap saja cahaya yang aku pancarkan melebihi mereka dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh para manusia yang ada di bumi?
Hehe, menurut kalian apakah aku ini lucu juga menggemaskan?
Alina hanya terdiam ketika Sinta dan juga Reva membacakan diary-nya secara tidak sopan. Entah dari mana mereka mendapatkan curahan hatinya itu. Selama ini Alina selalu membawa kemanapun buku kecil yang menjadi teman sehidup semati nya dan juga teman yang tidak akan pernah menghianatinya itu.
"Tolong kembalikan diary itu?" ujar Alina memohon.
Namun permohonan itu tidak ditanggapi dengan baik dan malah membuat Alina semakin direndahkan.
Kedua gadis itu memintanya untuk bersujud dan juga menjilat kakinya. "Lo mau diary ini?"
"Iya, jadi tolong berikan kepadaku," pintanya.
"Kalau gitu sujud sekarang juga di kaki gua," ucap Sinta.