Chereads / Fat or Slim? / Chapter 24 - Bab 24. Bersama-sama

Chapter 24 - Bab 24. Bersama-sama

Tia terbangun dan mendapati Alina menahan rasa sakit dan juga memegangi perutnya.

Lalu air mata sejernih batu kristal membasahi pipinya Semerah buah tomat. Tia mendekap Alina dari belakang dan bertanya.

"Al, kamu kenapa?" tanya Tia khawatir.

"A-aku tidak apa kok," bohongnya.

"Jangan terus membohongi aku Alina. Aku tahu kalau kamu pasti menghadapi masalah. Tapi kenapa kamu tidak mau jujur sama aku."

Alina menarik napasnya dalam. Matanya nanar, perutnya melilit serta kakinya kaku dan juga bergetar-getar. Bahkan untuk berdiri saja Alina tak sanggup.

Apa ini saatnya aku jujur kepada Tia. Tapi aku takut melibatkan orang dalam masalah ini.

Hanya karena aku memiliki bibit tubuh yang berbeda dengan gadis lainnya membuat aku dimusuhi seperti burunon. Menjadikan aku seperti racun yang mesti dibunuh, dimusnah dan tak pernah membiarkan aku untuk hidup tenang layaknya seorang manusia.

Mereka menganggap aku seperti sampah yang pantas dijadikan bahan injakan dan juga dilempari dengan batu keras.

Menampar aku dengan kenyataan pahit dan juga membuang rasa kemanusiaan mereka yang terkikis oleh kebencian.

"Tia, aku mau jujur sama kamu. Tapi sebelum itu, aku mau minta pendapat kamu dan juga tanggapan kamu," kata Alina.

Fatia mengangguk. Dia akan menjawab dengan jujur tanpa adanya keterpaksaan.

"Siap. Aku pasti akan jujur sama kamu."

Sepertinya aku memang harus memberitahu Fatia dengan masalah besar ini. Jika tidak, maka akan ada kesenjangan dan juga kesalahpahaman dalam hubungan pertemanan kami.

"Apa kamu benar-benar mau menjadi teman dalam suka dan juga dukaku, Tua. Ah tidak, maksudnya teman dalam dukaku," ucap Alina dengan suara yang bergetar.

"Tentu aku mau. Tapi Alina, kenapa kamu berbicara seakan-akan kamu pembawa masalah? Kenapa? Apa ada yang menyakiti kamu sehingga kamu merendahkan diri seperti ini?"

Tentu saja Alina menyatakan bahwa dirinya memang pembawa masalah. "Apa? Jadi karena kamu memiliki bobot yang lebih dari mereka, mereka sampai membuat kamu jatuh kek gini? Mereka tuh gila ya. Udah enggak waras. Bisa-bisanya mempermasalahkan bentuk ciptaan Tuhan demi mengikuti keegoisan mereka. Benar-benar tak bisa dibiarkan."

Alina menenangkan Tia agar tidak terbawa emosi dan ikut terlalu jauh dalam masalahnya.

"Jangan emosi, Tia. Aku senang karena kamu mau menjadi temanku. Tapi aku tidak ingin kamu terlibat terlalu jauh dalam urusan ini da-"

"Urusan kamu urusan aku juga. Kita teman kan. Sahabat kan."

Gadis gemuk itu tak kuasa menahan rasa tangisnya. Dia menangis bukan karena sedih melainkan terharu dan juga senang jika benar-benar Fatia mau menjadi sahabatnya.

Alina juga mengatakan kepada Fatia bahwa kemungkinan mereka akan menghadapi banyak rintangan ke depannya.

"Satu janji untuk sahabat. Akan bersama terus menghadapi para iblis jahat itu."

Mereka kemudian berpelukan. Ini merupakan hari terakhir di puncak.

Para anggota mengadakan acara perpisahan serta juga mengucapkan selamat tinggal kepada para penduduk selama sepekan ini sudah membantu serta mengawasi para muridnya.

"Ya sayang banget kita harus pulang. Padahal di sini enak banget kan," ujar Tia kepada Alina.

"Iya. Tapi aku ingin pulang dan rindu rumah terutama sama Mama."

"Ih dasar anak mami. Kenapa ya kalian tuh rindu terus sama Mama, Papalah. Sekali-kali rindu sama majikan kek gitu."

Mata Alina memelototi Tia. Jangan-jangan Fatia itu seorang pembantu karenanya dia merindukan majikan alaida bosnya di rumah.

Tia tertawa melihat raut wajah Alina yang penuh tanda tanya. "Jangan salah paham deh! Ini majikan aku!" Fatia memperlihatkan sebuah gambar melalui ponselnya.

"Ya ampun, lucunya, imut."

"Haha, gemaskan lihatnya. Apalagi kalau kamu jumpa langsung sama dia. Pasti dijamin betah dan enggak mau pulang deh."

"Boleh gak kalau kapan-kapan aku main ke rumah kamu Tia."

"Tentu saja boleh dong."

Di dalam mobil.

Alina dan Tia sibuk mengambil gambar mereka melalui ponselnya. Bercengkrama dan jiga tertawa. Hal yang selama ini jarang dilakukan oleh Alina. Sebelum kedatangan Fatia yang membawa perubahan dalam hidupnya.

Bisik-bisik tetangga. Keempat gadis itu melirik Alina serta Fatia. Mereka tidak terima jika gadis gendut, kingkong hidup itu tertawa sementara mereka terabaikan.

Mereka lebih suka melihat Alina diam, menunduk, takut dan juga merasa tidak tenang.

"Please deh, gue eneg banget liat dia senyum-senyum sok cantik gitu," dengus Tika.

"Lo tenang aja, Tik. Gue bakal bikin wajah dia itu malu dan gak berani lagi buat ketawa," sambung Reva.

"Gue setuju."

Di mana ada bangkai, pasti di situ ada lalat yang mengerubungi. Begitu juga dengan keakraban serta kehangatan keduanya harus terganggu karena ulah Tika and the geng.

Reva serta Sinta. Kedua gadis itu sengaja lewat dengan membawa minuman dingin mereka.

Pada saat bus mengerem mendadak, mereka menumpahkan jus itu ke arah Alina. Bukan karena kebetulan, Reva serta Sinta sudah memberikan aba-aba kepada supir bus untuk mengerem secara mendadak.

Byurrr. Jus jeruk itu membuat sekujur tubuh Alina basah kuyup. Wajahnya berubah menjadi kuning.

Alina menelan ludahnya. Sedangkan Tia berdiri dan mengambil jus di tangan Sinta serta kemudian menyiramkan sisa jus itu ke arah Reva.

"Maksud lo apa-apaan hah siraman jus ke muka gue!" kata Reva kesal sedangkan Sinta menganga.

"Lo berdua punya masalah apa sih sama teman gue."

"Helo, lo gak lihat apa kalau bus-nya rem mendadak dan jusnya jatuh ke wajah teman lo yang buluk itu!"

"Cih, gue tahu kenapa hus tiba-tiba ngerem mendadak. Jangan pikir gue bodoh."

"Ngeselin lo ya jadi orang!" Reva yang sudah kesal melayangkan tamparan namun berhasil ditahan oleh Tia.

Dia mencengkeram kuat tangan Reva hingga gadis itu merintih kesakitan. "Jangan lo gangguin teman gue lagi. Atau lo bakal berhadapan sama gue. Paham!" Tia melemparkan tangan Reva. Keduanya kembali ke tempat duduk dengan rasa kesal.

"Kamu sabar ya, Al. Sebentar lagi kita akan berhenti kok. Nanti kamu bisa mandi."

Alina mengangguk. Tia membersihkan wajah Alina dengan tisu basah yang dibawanya. Lalu melihat jam sudah masuk waktunya makan siang.

"Reva, kenapa baju lo kuyub gitu?" jerit Audia histeris. Sedangkan Reva duduk dengan wajah yang cemberut.

Sinta mendekati Reva memberikan tisu basah. Reva mengambil tisu itu dengan keemosian.

Sedangkan Tika tertawa diikuti oleh ketiga temannya yang lain.

"Anjir, lo pada malah ketawa. Bukannya bantuin gue bersihin ini jus," sungut Reva semakin kesal.

"Siapa sih orang yang berani ngebalas lo hah. Setau gue ya, Reva itu jagoan yang ditakuti banyak orang loh."

"Benar-benar. Ke mana nih Mbak jago kita," jerit Audia.

"Awas aja kalian berdua. Gue bakal bikin hidup kalian enggak tenang ya. Tunggu aja pembalasan gue." Reva meremas sudut bajunya.

"Tenang, kami pasti bantuin kok."

"Yoi."