Chereads / Fat or Slim? / Chapter 18 - Bab 18. Arti Pertemanan

Chapter 18 - Bab 18. Arti Pertemanan

Sebelum keberangkatannya, Alina diberikan uang jajan banyak oleh Kakak serta Ibunya.

Toni mengantarkan adik bungsunya ke sekolah. Semua mata menatap Alina remeh dan juga ada yang kaget.

"Dek, jaga diri di sana. Jangan sampai kamu ketinggalan dari teman-teman lain ya." Tangan Toni mengelus rambut Alina. Lalu membawakan tas berisi baju menuju bus yang akan dinaiki oleh Alina ke puncak.

"Iya, Bang. Jagain Mama ya."

"Haha, pasti itu."

Toni melambaikan tangannya melihat bus itu sudah melaju. Alina berusaha tegar dan kuat di depan Toni.

Meski dalam hatinya, dia merasakan akan ada sesuatu yang besar terjadi.

Dug. Jantungnya serasa berdebar dan juga tak tenang. Alina duduk di bangku paling terakhir. Bahkan rekan-rekan sekolahnya menjauhi serta tidak menganggap keberadaannya.

Matanya terpaku melihat pemandangan yang begitu bagus, menyejukkan mata. Hamparan hijua serta bunyi suara burung berkicau dengan bebas.

Alina turun terakhir. Dia mengangkat tasnya lalu mengikuti rombongan. Alina pun mendengarkan tentang peraturan selama study tour dari guru pembimbing.

Heru kebetulan ikut. Dia menjadi salah satu penanggung jawab. Entah kenapa, Alina merasa sedikit aman saat tahu dia berada di pengawasan sosok laki-laki itu.

Dia melihat Alina yang sendirian dan menyampiri gadis itu.

"Hai, Alina. Kenapa kamu tidak gabung dengan mereka?" tanya Heru.

"Iya, Pak. Anu, Al lebih suka sendirian," jawabnya.

"Fatia. Kamu temanin Alina ya."

Alina kaget. Ternyata Fatia juga ikut. Dia merasakan senang lagi. Fatia menggandeng tangan Alina lalu mereka menyusul rombongan.

Tika dan teman-temannya melihat kedekatan mereka iseng. Mereka sengaja membentangkan tali ketika dilewati oleh Alina.

"Al, nanti kita satu tenda ya."

"Hah, emangnya kita camping?"

Fatia maju dan berdiri melihat bentangan kebun teh. Suasana yang dingin diselimuti oleh kabut tipis-tipis. Lalu mereka dapat melihat para pekerja sedang memetik daun teh.

Masyarakat yang ramah dan juga baik. Fatia serta Alina menyapa dengan ramah.

"Ya ampun, Al. Emangnya kamu enggak dikasih tahu sama teman-teman kamu. Eits, jangan bilang kalau kamu gak join di grub chat ya!" tebak Fatia benar.

Alina melihat ponselnya. Hanya ada pesan dari kakak serta Ibunya. Dan tak ada yang lain lagi.

Fatia yang tak sabaran pun mengambil gawainya lalu berteriak. "Ya ampun Alina. Ternyata kamu belum join juga di grub chat. CK CK. Pantas saja kalau kamu selalu dirundung sama mereka. Ada banyak hal yang tidak kamu ketahui."

"Hm, memangnya apa yang kalian bahas di grub?" tanya Alina penasaran.

"Kamu lihat ini. Mereka semua membicarakan keburukan kamu. Menjatuhkan kamu dan juga berniat untuk mengerjai kamu. Karena aku tahu niat busuk mereka, makanya aku ikut."

Kalau diingat-ingat, Fatia berbeda kelas serta juga beda sekolah dengan Alina. Sekolah mereka hanya dipisahkan beberapa meter saja serta juga sebuah pohon.

"Benar juga ya. Kamu kan bukan anak sekolah SMA sejahtera. Tapi kamu bisa ikut ya. Terus lagi kamu juga bergabung di gru chat sekolah."

Fatia menoyol kepalanya. "Ini bukan ponselku. Tapi Pak Heru. Mana mungkin juga mereka akan membiarkan orang lain untuk masuk. Ada-ada saja." Alina tertawa malu.

Ada banyak hal yang ingin ditanyakan kepada Fatia. Bagaimana bisa gadis itupun memegang ponsel milik Heru, lalu dia juga tergabung dalam study tour ini.

Mereka sudah sampai. Alina melihat jika teman-temannya sudah memiliki kelompok masing-masing. Namun sayang, dia tidak. Tapi beruntunglah kali ini ada Fatia yang menemaninya. Jadi dia tidak akan sendirian lagi.

Alina tersenyum kepada Fatia. Mereka duduk di atas kayu-kayu yang tersusun lalu melihat ke depan. Pemandangan yang begitu bagus.

Heru datang dan mengagetkan keduanya. Fatia pun bermanja-manja dengan Heru. Laki-laki yang berlumur 20 tahun itu merespon dengan baik.

"Apa kalian sudah memiliki kelompok?" tanya Heru dan direspon dengan gelengan kepala.

Terlebih lagi Alina. Gadis itu benar-benar sendirian. Tidak ada satu orang pun yang mau berteman dengan dia. Tak ada.

Heru menghela napas. Dia pun mengeluarkan tenda dan memasangkan untuk kedua gadis itu.

"Fatia, kamu mau kan satu kelompok sama Alina?"

"Tentu saja mau. Ya kan, Al."

Alina mengangguk. "Mau, Pak. Tapi apa benaran kamu mau satu kelompok sama Alin?"

"Hey, jangan sedih gitu. Aku ini teman kamu loh." Fatia merangkul Alina.

Wajahnya memerah dan dia merasakan sesak ketika. Membuat Heru serta Fatia ketakutan, dibuat jantungan seketika.

"Loh, Al. Kamu kenapa? Kok jadi sesak gitu!" kata Fatia khawatir.

"Hehe, Al memang gini, Fatia. Al akan merasa sesak di saat merasa benar-benar bahagia. Merasa senang."

"Astaga. Padahal aku dari lama udah anggap kita ini teman loh. Atau jangan-jangan kamu yang enggak mau berteman sama Al?"

Alina menolak pemikiran itu. Dia merasa sangat senang jika gadis itu mau menjadi temannya. Namun Alina ingin bertanya kenapa dia mau berteman dengan dirinya.

"Fatia, Al boleh nanya enggak?"

"Tanya aja. Gratis kok, hehe."

"Tapi nanti aja deh. Sekarang kita pasang tenda dulu yuk. Bantuin Pak Heru," ajaknya.

Keduanya membantu Heru memasang tenda. Lalu bekerjasama. Mereka menjadi pusat perhatian bagi para siswa lainnya.

"Oke. Tenda kalian sudah jadi. Selamat beristirahat. Karena acara akan kita mulai nanti malam," ucap Heru.

"Makasih ya, Pak."

"Oke."

Fatia mengajak Alina untuk mencari kayu bakar di hutan. Sebab jika sudah berkemah seperti ini, mereka tak lagi memakai kompor. Mereka harus memanfaatkan alam sebagai alat memasak.

Ketika sedang menelusuri hutan, Alina melihat ada seekor tupai harus terluka. Dia mengambil tupai itu memberikan obat.

Setelah itu, mereka pun memungut ranting-ranting pohon yang sudah jatuh.

"Ngomong-ngomong, kamu mau tanya apa sih ke aku. Aku jadi penasaran," tutur Fatia.

"Anu, hm. Soal teman." Fatia melihat Alina yang sedang bingung.

"Fatia tahu sendiri kan. Alasan kenapa mereka enggan mau berteman sama Alina. Apa kamu enggak malu punya teman kek Alina. Alina kan jelek, gendut terus gak secantik Fatia."

Fatia terkekeh. Dia memegangi perutnya dan mengambil ranting yang ada di depannya.

"Memangnya berteman itu harus sama orang yang cantik-cantik, kurus. Terus enggak boleh sama yang gemuk atau gendut."

"Hah!"

"Setiap orang itu berbeda. Mereka memiliki cara pandang masing-masing yang mungkin tak dimiliki oleh orang lain. Kita ini manusia, sama-sama mahkluk hidup yang harus tolong menolong. Namun, kebanyakan dari manusia sekarang ini malah tidak tahu diri. Mereka terlalu sombong dengan kelebihan yang ada dan menjadikan kekurangan orang lain sebagai alasan untuk menjatuhkan. Egois bukan."

Alina kagum dengan pendapat Fatia. Dia tidak menyangka jika dia akan mendengarkan ucapan yang selama ini dia mau.

Rasanya ini seperti sedang menonton serial anime pertemanan yang kerap kali dilihatnya.

Alina sendiri meneteskan air mata dan terharu.