Kamar mandi. Kamar mandi menjadi salah satu tempat paling mengerti Alina jika sudah mendapatkan ketidakadilan di sekolah.
Gadis itu masuk ke toilet dan menangis di sana. Setelah menangis, Alina pun pergi ke loker dan mengambil baju gantinya.
Ketika dia menuju loker, masih banyak orang yang tidak menyukainya. Alina buru-buru membuka kunci loker lalu mengambil baju gantinya.
Namun ada yang aneh. Baju ganti Alina terkena noda saus dan juga kecap. Dia melihat ke sekitar mencaritahu siapa orang yang sudah meletakkan noda itu di atas bajunya.
"Maaf, siapa yang sudah menaruh noda di atas bajuku!" tanya Alina pada orang-orang di sana.
Mereka mendekati Alina dengan tatapan seperti ingin memangsanya. "Eh gendut! Lo nuduh gue sama teman-teman gue!" kata seorang gadis cantik. Dia bernama Cantika. Biasa dipanggil Tika.
"Bu-bukan, Tika. Aku--"
"What? Demi apa lo berani nyebut nama gue?" Dia marah dan mengambil baju ganti Alina kemudian mencampakkannya ke dalam air got.
"Jangan, tolong! Aku minta tolong jangan dibuang," pintanya pada Tika.
"Lo siapa emangnya?"
"Aku Alina," jawabnya polos.
"Sial! Dia malah melawan dan gak bisa diem itu. Girls!" Tika memanggil ketiga temannya.
Ketiga gadis itu mendekat dan mengerubungi Alina. Mereka kemudian menjambak Alina dan juga menendang tubuhnya.
Gadis gemuk itu merasa sakit di skeunur tubuhnya. Mereka baru berhenti di saat melihat guru berjalan ke arahnya.
"Stop, stop! Ada guru. Cabut!" ajak teman Tika.
Alina menangis. Dia memegangi perutnya yang sakit. Dadanya sesak dan sulit untuk bernapas.
Alina kemudian menunduk dan menyembunyikan wajah lebamnya. Si guru bertanya.
"Loh, Al. Kamu belum ganti baju," katanya pada Alina yang berantakan.
"Ini mau ganti baju, Pak."
"Baiklah. Kamu cepat ganti baju dan segera menyusul ke lapangan ya." Dia menepuk-nepuk pundak Alina.
Dia adalah guru honorer yang baru masuk beberapa hari. Dia belum tahu jika Alina adalah korban bullying.
Namanya Heru. Guru termuda dan juga menjadi guru favorit bagi para gadis pada umumnya.
Alina mengangguk, kemudian berdiri dan masuk ke toilet. Alina membersihkannya noda tersebut dengan air kran.
Sementara di lapangan, para cewek populer dan juga sok cantik tengah memperbaiki riasannya.
Mereka tidak merasa kesal karena pembelajaran olahraga belum dimulai. Inilah yang mereka harapkan sebenarnya.
"Ke mana perginya teman kalian," tanya Heru pada muridnya.
"Mungkin dia masih ganti baju, Pak, hehe," jawab Tika senyum-senyum.
"Dia orangnya memang lelet dan ketinggalan terus, Pak. Tapi tenang saja, sebentar lagi dia pasti bakalan datang kok."
"Benar itu, Pak! Bapak duduk tenang saja dulu dan jangan pusing-pusing deh. Bapak mau minum apa? Biar saya belikan," kata seorang teman Tika yang bernama Reva.
Tika , Reva, Audia serta Sinta. Mereka adalah empat gadis terpopuler di sekolah. Terutama di kalangan anak kelas 10.
Mereka memang baru masuk sekolah, sama dengan Alina. Namun bedanya adalah Alina adalah gadis cupu, jelek dan tak dianggap.
Banyak pasang mata yang melirik ke arah Tika dan juga Reva. Karena mereka berdua memiliki pesona yang cantik dan juga menarik seperti magnet.
Alina masih ada di dalam kamar mandi. Dia menunggu setidaknya bajunya mulai kering.
Namun baju itu tidak kering-kering juga. Suara ketukan pintu membukakan Alina kaget.
Gadis itu kemudian membuka pintu kamar mandi. "Lama amat lo di kamar mandi. Ngapain aja lo?" tanyanya galak.
"Ganti baju, Kak."
"Minggir lo!" katanya.
Alina minggir dan membiarkan gadis itu masuk. Sepertinya Alina juga terlalu lama di kamar mandi.
Dia melihat ke lapangan. Semua teman-temannya sudah menunggu. Mereka sampai kepanasan karena Alina belum datang juga.
"Pak, kenapa enggak dimulai aja sih."
"Panas tau, Pak," protes Audia.
"Bapak tidak akan memulai pembelajaran jika teman kalian belum datang," kata Heru tegas.
"Tapi saya panas, Pak!" rengek Tika.
"Jangan manja. Di sini bukan cuma kamu yang saja yang kepanasan. Lihat tuh teman-teman kamu di sana! Mereka gak ada manja dan gak protes," kata Heru menunjuk ke arah anak cowok.
"Pak, dia kan cowok. Mana mungkin ngerasa kepanasan," senggah Sinta kesal.
"Cewek atau cowok itu sama saja."
"Untung aja Bapak ganteng," gerutu Tika.
Sedangkan Heru mencoba untuk menyusul Alina ke kamar mandi. Biasanya jika seorang murid lama kembali ke lapangan, pasti terjadi sesuatu. Pikir Heru.
Karenanya dia sengaja untuk menemui Alina. Mereka bertemu di sudut lapangan. Untuk pertama kalinya, Alina sedekat ini dengan cowok, selain Abangnya.
"Hey kamu! Cepat masuk ke lapangan! Jangan membuat teman-teman yang lain kepanasan."
"Tau nih. Sini lo cepatan!" sentak Reva. Dia menarik kasar tangan Alina.
Heru yang melihatnya heran. "Hehe, kami best friend, Pak. Sudah biasa kok hal kayak gini," bohongnya.
"Baiklah. Sekarang ayo bagi menjadi lima barisan. Saya tidak mau jika di antara kalian ada yang tidak bergabung ya."
"Baik, Pak!"
Alina berdiri pada barisan belakang. Dan untuk pertama kalinya lagi Alina sudah memiliki barisan dan juga teman untuk berdiri.
Biasanya Alina akan berdiri sendirian dan juga tak ada temannya.
"Kalian semua push up untuk cowok dan untuk cewek kalian melakukan-" belum selesai Heru berbicara, dia sudah Dipotong oleh murid ganjen.
"Kami tahu kok, Pak. Mendingan Bapak duduk manis saja. Cari tempat teduh dan jangan panas-panasan, Pak."
"Loh kenapa?" tanya Heru.
"Sayang Pak kalau gantengnya Bapak kepanasan." Seluruh murid bersorak.
Terutama Brayan. Cowok itu berteriak paling keras dan juga kencang.
"Huh! Sok cantik lo," jeritnya.
"Kenapa lo cungkring hah! Masalah buat lo!" balas Tika.
"Masalahlah!"
"Ya masalahnya apa? Gaje banget sih lo!"
"Makanya jangan suka cari perhatian. Giliran diperhatiin, eh malah tak tau diri!" sindir Fadel.
Sedangkan semua anak cowok ikut tertawa. Tika kesal dan kemudian duduk di dekat Alina.
Gadis itu masih saja makan di situasi apapun. Baik itu kondisi genting, baik ataupun dalam keadaan bahaya.
"Ini lagi, kerjaannya makan muluk!" Tika mengambil makanan Alina dan membuangnya ke tong sampah.
"Maaf, Tika. Kenapa kamu membuang makanan Alina. Apa Al ada salah sama kamu?" tanya Alina.
"Salah lo itu banyak!"
"Hmp, maaf lagi ya, Tika. Emangnya Alina salah apa sama kamu? Perasaan Alina tuh gak ada salah apa-apa deh sama kalian," jawabnya takut-takut.
"Ih, lo mau gue kasih tahu. Oke. Nih ya, gue paling benci dan anti sama orang gendut. Apalagi dia gendutnya jelek kayak lo gini," ketus Tika.
"Ta---"
"Udah gak usah ngomong sama gue. Gue alergi sama lo. Minggir sana!" Dia mendorong Alina sampai tangan Alina nyangkut dan berdarah.
"Pergi sana! Gak usah masang wajah sok sedih gitu. Hidup lo sudah jauh lebih sedih!" tambah Tika kesal.