Sehabis subuh Nindia kembali tidur karena masih mengantuk. Semalam dia tidak tahu tidur jam berapa. Sehabis di antar Fadil, Nindia masih belum bisa tidur mengingat kejadian di restoran. Di sampingnya, Cinta pun masih tertidur pulas, sementara nek Wati sedang keluar rumah menikmati sejuknya udara pagi sambil menyapu halaman yang banyak kotoran karena terbawa air hujan semalam.
"Pagi, nek . . .!" Sapa seseorang yang ternyata Fadil.
"Eehh, nak Fadil," nek Wati balas menyapa. Di lihatnya penampilan Fadil sangat berbeda dari biasanya yang berpenampilan formal. Pagi ini penampilan Fadil terlihat lebih santai dan terlihat lebih muda karena berpakaian ala anak muda,jeans dan kaos oblong. Tapi justru menambah ketampanan di wajahnya. Nek Wati sampai hampir tidak mengenalinya.
"Nek?" Fadil kembali menyapanya.
"Eehh iya, kamu cari Diah ya, nenek panggilkan dulu?" ucap nek Asih lalu masuk ke rumah.
"Diah, kamu belum bangun? Ada nak Fadil di depan!" nek Asih masuk ke kamar, di lihatnya Nindia dan Cinta masih tertidur pulas.
"Hmm, nek. Aku masih ngantuk sekali ini," jawab Nindia dengan mata masih terpejam.
"Ada nak Fadil loh Diah, masa di suruh pulang."
"Duuhh jam berapa sekarang nek, kok dia kesini?" Nindia masih bermalas-malasan.
"Sekarang pukul delapan, Diah. Tidak biasanya kamu belum bangun jam segini!"
"Aku masih ngantuk, nek. Tuan Fadil itu rajin banget pagi-pagi sudah datang," keluh Nindia.
"Fadil? Ayah Fadil ya, bunda?" Cinta tiba-tiba bangun mendengar nama Fadil.
"Iya sayang ayah Fadil ada di depan. Ayo kamu mandi dulu, ya," nek Wati menuntun Cinta ke kamar mandi.
Nindia pun terpaksa ikut bangun. Dia ingat kemarin Fadil bilang akan mengajak Cinta jalan-jalan. Ternyata Fadil benar-benar datang. Akhirnya dia juga bangun lalu pergi mandi.
"Maaf lama nunggu," ucap Nindia ketika menemui Fadil di teras rumah.
"Iya tidak masalah. Cinta juga sudah siap. Ayo kita pergi sekarang," ajak Fadil.
"Tapi kita belum sarapan. Tuan datangnya terlalu pagi."
"Kan biasanya saya datang pukul tujuh," ucap Fadil lagi.
"Sekarang kan hari libur, tuan!" Nindia kesal. Rencana mau bangun siang pun gagal.
"Kita sarapan di luar saja. Bagaimana, hmm? " tanya Fadil.
"Yah terserah, deh," jawab Nindia malas.
"Ayo bunda, ayah kita pergi sekarang saja. Cinta sudah lapeeer!" ucap Cinta manja.
"Yah ayoo . . ." Ajak Fadil.
Mereka pun berpamitan sama nek Wati. Karena mak tidak mau ikut.
"Ayah, kita mau jalan-jalan kemana?" tanya Cinta antusias.
"Cinta maunya kemana sayang? Mall apa tempat hiburan?" Tanya Fadil.
"Cinta mau ke Mall boleh, yah?."
"Tentu saja boleh. Kemana Cinta mau pasti ayah antar," Fadil mengusap lembut rambut Cinta.
Horeee! Ayah, Cinta lapar nih," Cinta mengusap perutnya.
"Cinta mau sarapan apa? Bubur ayam, mau?"
"Mau mau. . ."
Tak lama mobil Fadil tiba di area makan pinggir jalan. Setelah memarkirkan mobilnya,mereka langsung menuju warung yang menyediakan bubur ayam. Karena hari minggu,suasana cukup ramai. Banyak orang yang masih berolahraga jalan pagi, ada juga yang sedang makan-makan bersama keluarga.
Cinta sengaja menggandeng bundanya dan juga Fadil. Dia merasa sangat bahagia seolah memiliki keluarga yang lengkap. Tidak beda dengan orang lain.
"Kamu minumnya apa, sayang?" tanya Fadil ke Cinta.
"Cinta air putih saja, yah," jawab Cinta.
"Kalau kamu?" Fadil menoleh ke arah Nindia.
"Air putih juga," jawab Nindia.
Tak berapa lama pesanan mereka datang. Cinta makan dengan lahap karena sudah sangat lapar. Selesai makan,mereka berkeliling di sekitarnya. Ada beberapa pedagang yang menjual berbagai macam dagangannya.
"Ada yang mau di beli?" Fadil menoleh ke Nindia. Nindia hanya menggeleng.
"Kalau Cinta ada yang mau di beli?" Cinta pun menggeleng.
"Cinta mau keliling naik mobil boleh, yah?"
"Tentu saja. Ayo kita kembali ke mobil!"
Mobil pun melaju ke arah kota. Cinta selalu berceloteh membuat suasana dalam mobil jadi ceria. Sesekali Nindia pun tertawa mendengar celotehan putrinya.
"Cinta mau ke Mall?" tanya Fadil
"Mall itu besar ya, yah? Cinta belum pernah pergi ke Mall," ucap Cinta.
"Iya besar dan lebih ramai dari pada tadi. Apalagi Mall yang di kota lebih besar!" jelas Fadil.
"Hmm. . . jangan Mall yang di kota. Di dekat-dekat sini saja," ucap Nindia.
"Kenapa, hmm?" Fadil menoleh ke arah Nindia dengan dahi berkerut.
"Saya tidak suka keramaian kota!" Jawab Nindia.
"Tidak suka keramaian kota? Sekarang masih pukul sembilan, belum terlalu ramai," ucap Fadil.
"Tapi? "
"Sudah tidak apa-apa, nanti sebelum ramai kita pulang!" potong Fadil. Nindia tidak lagi menjawab.
Mobil sudah memasuki tengah kota. Kendaraan belum terlalu ramai. Mobil pun mulai memasuki area parkir mobil di Mal.
"Jangan Mall ini!" teriak Nindia.
"Kenapa?" tanya Fadil heran.
"Saya tidak suka. Cari Mall lain saja!" jawab Cyndia.
"Tidak suka kenapa?"
"Pokoknya tidak suka!"
"Kamu sering ke sini, ya?" tanya Fadil menyelidik.
"Hmm . . . Tidak, kok!" jawab Nindia bohong.
"Kenapa bisa tidak suka?" Fadil mulai curiga.
"Yah tidak suka saja, tuan!" Nindia mulai kesal. Fadil terlalu banyak bertanya.
"Tapi Cinta mau di sini, bunda," celetuk Cinta.
"Tuh Cinta juga mau!" ucap Fadil sambil menoleh ke arah Nindia.
Nindia pun terdiam. Tidak tahu harus memakai alasan apa lagi. Mall ini mengingatkan Nindia saat dia masih sekolah dulu. Dan dia ingin mengubur dalam-dalam kenangan itu.
Mereka sudah sampai di parkiran atas. Fadil segera mengajak Cinta turun. Nindia dengan malas-malasan akhirnya ikut turun.
Cinta pun menggandeng tangan Fadil dan Nindia. Seperti sebuah keluarga bahagia mereka berjalan memasuki Mall. Saat tiba di toko pakaian anak-anak, Fadil mengajak mereka masuk.
"Cinta suka pakaian seperti apa? Ayo pilih sendiri!" titah Fadil.
"Ayah mau beliin Cinta pakaian?" tanya Cinta kaget.
"Iya. Ayo, kamu ambil mana yang kamu suka, ya!"
"Hmm . . . bunda, boleh Cinta ambil pakaiannya?" tanya Cinta pada bundanya.
"Boleh sayang. Ambil satu yang kamu suka," jawab Nindia.
"Kenapa hanya satu? Ambil berapa pun yang Cinta mau! Sini ayah temani," Fadil pun menggandeng Cinta berkeliling mencari pakaian yang di sukainya. Nindia hanya memperhatikan saja dari tempatnya berdiri.
Karena capek berdiri, Nindia keluar dari toko dan duduk di kursi tak jauh dari toko yang mereka masuki. Dulu dia sering datang ke Mall ini bersama teman-temannya dan juga Ricki. Sudah bertahun lalu dan sudah banyak perubahan di sana sini. Mall yang cukup elite di kotanya dengan harga barang di atas standar.
Tak berapa lama Cinta dan Fadil pun keluar dari toko dengan membawa beberapa paperbag. Nindia hanya melihat saja, mau protes nanti Fadil marah.
"Bunda,ayah belikan Cinta banyak sekali pakaian yang bagus-bagus," celoteh Cinta dengan riang. Anak itu terlihat sangat bahagia.
"Ayo kita jalan lagi!" ajak Fadil sambil menggandeng Cinta di sebelah kanan dan membawa paperbag di sebelah kiri.
"Biar saya yang bawa paperbagnya, tuan!" ucap Nindia yang langsung meraih paperbag dari tangan Fadil kemudian mengikuti Cinta dan Fadil yang berjalan di depannya.
"Ayo kita masuk ke sana!" Fadil menunjuk sebuah toko pakaian wanita.
"Ayo, kamu ambil mana yang kamu suka!" ucap Fadil lagi pada Nindia seraya mengambil paperbag yang tadi di bawa Nindia.
"Tidak tuan,tidak ada yang saya sukai!" tolak Nindia halus.
"Saya tidak menerima penolakan! Ayo ambil beberapa pakaian yang kamu suka. Jangan lupa buat nek Wati juga!" Nindia pun tidak berani lagi menolak. Dia ambil beberapa potong pakaian untuknya dan juga untuk nek Wati. Setelah selesai mereka lalu keluar dari toko.
"Kita cari makan dulu, saya sudah lapar!" ajak Fadil.
Mereka kembali berjalan mencari restoran yang ada di dalam Mall.